Mohon tunggu...
Junaidi Retno
Junaidi Retno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa semester 1

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengaruh Keberadaan Tempat Nongkrong Berbasis Free WiFi pada Gaya Bergaul Siswa SD

31 Oktober 2024   21:27 Diperbarui: 31 Oktober 2024   21:27 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhammad Junaidi Retno Manggolo1, Muhammad Nofan Zulfahmi2

 

Aktivitas nongkrong sudah ada jauh  sebelum menjamurnya kafe dan kedai kopi modern di masyarakat saat  ini. Awalnya nongkrong diartikan  sebagai kegiatan  mengisi waktu luang, dan dilakukan dalam tradisi  masyarakat Indonesia, dimana anggota keluarga dan kerabat biasanya makan kopi atau teh dengan porsi kecil-kecil (makanan ringan). Tradisi ini biasanya dilakukan pada pagi hari Dilakukan pada siang atau malam hari sebagai pengayaan waktu luang. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan tempat nongkrong  yang berkembang pesat, berbeda  dengan fenomena masyarakat yang sering nongkrong di tempat nongkrong seperti angkringan, warkop, ataupun cafe saat ini (Marbawani, 2022).

Tempat nongkrong telah menjadi bagian penting dari kehidupan sosial kita, terutama bagi generasi muda. Tempat nongkrong lebih dari sekadar tempat duduk dan bersantai. Ini adalah tempat di mana kita membangun hubungan, menemukan inspirasi, dan membentuk identitas diri kita. Lebih dari sekedar ruang fisik, tempat nongkrong memiliki fungsi yang beragam dan mendalam dalam kehidupan kita. Tempat nongkrong seringkali menjadi latar dalam film, novel, dan lagu. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya tempat nongkrong dalam budaya populer. Tempat nongkrong juga seringkali menjadi simbol gaya hidup tertentu atau generasi tertentu. Memahami fungsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan tempat nongkrong, kita dapat lebih menikmati pengalaman bersosialisasi dan menemukan tempat yang menyenangkan sesuai dengan kebutuhan kita (Oktaviyanti, 2016).

Tempat nongkrong telah berevolusi seiring dengan perkembangan teknologi, terutama web. Jika dulu tempat nongkrong identik dengan pertemuan tatap muka yang murni, kini kehadiran Wi-Fi gratis telah mengubah lanskap sosial di berbagai tempat. Kafe, restoran, hingga ruang publik kini menjadi ruang kolaborasi digitalisasi. Pengunjung dapat bekerja, belajar, atau sekadar bersosialisasi secara online sambil menikmati suasana tempat. Web tidak hanya memudahkan mengakses informasi, tetapi juga menciptakan pengalaman nongkrong yang lebih interaktif dan dinamis. Namun di sisi lain, ketergantungan yang berlebihan pada alat juga menimbulkan tantangan tersendiri, seperti mengurangi interaksi sosial secara langsung dan memicu masalah kesehatan (Hidayat, 2021).

Tempat nongkrong berbasis WiFi telah menjadi tren yang semakin populer di era digitalisasi saat ini. Adanya akses web gratis, tempat-tempat seperti kafe, restoran, dan coworking space menjadi lebih menarik bagi pengunjung. Selain untuk bersantai dan bersosialisasi, tempat-tempat ini juga berfungsi sebagai ruang kerja bagi para konsultan atau pelajar. Fasilitas WiFi gratis tidak hanya memudahkan pengunjung untuk terhubung dengan dunia maya, tetapi juga mendorong mereka untuk menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tersebut. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, perlu diingat bahwa ketergantungan yang berlebihan pada alat dapat mengurangi interaksi sosial secara langsung (Hidayat, 2021).

Keberadaan tempat nongkrong berbasis WiFi gratis menghadirkan tantangan dan peluang baru bagi anak SD.  Satu sisi, akses web yang mudah dapat memperkaya pengetahuan mereka dan membuka peluang untuk belajar secara mandiri. Namun, di sisi lain, tanpa pengawasan yang tepat, anak-anak dapat terpapar konten yang tidak sesuai usia atau bahkan menjadi alat kecanduan. Penting bagi orang tua dan sekolah untuk memberikan pemahaman yang baik tentang penggunaan web yang sehat kepada anak-anak. Selain itu, menyediakan kegiatan alternatif yang menarik di luar ruang tingkat lanjut juga sangat penting agar anak-anak tidak terlalu bersantai di alat bantu. Demikian, tempat nongkrong berbasis WiFi dapat menjadi sarana yang positif untuk pengembangan diri anak, asalkan digunakan dengan bijak (Harefa, 2022).

Tempat nongkrong berbasis WiFi telah menjadi pusat gaya nongkrong baru bagi siswa. Akses web gratis yang mudah di berbagai kafe, restoran, dan ruang publik telah mengubah cara siswa berinteraksi dan bersosialisasi. Mereka tidak hanya datang untuk sekedar berkumpul, tetapi juga untuk berbagi konten di media sosial, bermain game online, atau mengerjakan tugas bersama. Tempat-tempat ini menjadi ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka, serta membangun jaringan pertemanan yang lebih luas. Namun di sisi lain, ketergantungan pada alat dan dunia digital juga perlu diperhatikan agar tidak menghambat interaksi sosial secara langsung dan perkembangan hobi lainnya  (Saniyyah, 2021).

Berdasarkan buku "Mengenal Gaya Bahasa dan Peribahasa" karya Arni Susanti Oktavia, gaya bergaul anak-anak di sekolah dasar sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sehari-hari yang mengandung nilai-nilai etika dan etika. Peribahasa yang sering digunakan dalam interaksi sosial anak-anak dapat memberikan nasihat dan petunjuk tentang cara berperilaku yang baik, seperti menghormati orang lain, bekerja sama, dan menunjukkan empati. Melalui pemahaman dan penerapan peribahasa ini, anak-anak belajar pentingnya berkomunikasi dengan sopan dan bertanggung jawab dalam lingkup pergaulan mereka.

Undang-undang (UU) No. 35 Tahun 2014 Perubahan atas undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak "Perubahan undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap Anak, untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkret untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial Anak korban dan/atau Anak pelaku kejahatan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi Anak korban dan/atau Anak pelaku kejahatan di kemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama." dalam undang undang tersebut dikatakan untuk mengantisipasi anak agar tidak menjadi pelaku. Maskud ini bukanlah tentang kejahatan kriminal melainkan kejahatan dalam bertingkah laku atau bergaul. Karena dalam tongkrongan banyak sekali orang dengan berbagai jenis usia, disini akan sangat sulit mengontrol tentang apa yang dilihat dan didengar anak. Anak anak SD akan dapat menirukan hal hal tersebut nantinya.

Gaya bergaul siswa semakin dipengaruhi oleh keberadaan tempat nongkrong berbasis WiFi. Akses web yang mudah dan gratis membuat siswa lebih sering menghabiskan waktu di tempat-tempat seperti kafe, restoran, atau ruang publik. Hal ini melahirkan gaya bergaul yang lebih terkomputerisasi dan interaktif. Siswa kini cenderung lebih sering berkomunikasi secara online, mengikuti tren terbaru, dan bahkan membangun komunitas virtual. Namun di sisi lain, ketergantungan pada alat juga berpotensi mengurangi interaksi sosial secara langsung dan menimbulkan masalah seperti cyberbullying (kurniati, 2019). Pada teori humanistik, yang menekankan pada pertumbuhan pribadi, aktualisasi diri, dan pengalaman subjektif individu, memiliki potensi yang kuat terhadap pemahaman kita tentang gaya bergaul siswa. Teori ini memandang setiap individu sebagai unik dan memiliki potensi untuk berkembang secara penuh (oktavionika, 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun