Mohon tunggu...
Junaidi Muhammad
Junaidi Muhammad Mohon Tunggu... -

Bapak dengan 5 anak hebat, single parent, dan survivor gagal ginjal. Tujuan saya menulis untuk memotivasi sesama agar tetap kuat bertahan dalam sakit dan cobaan hidup yang mendera, serta meyakinkan bahwa kalian yang senasib dengan saya tidak sendirian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dinamika Karir dan Petualangan Hidup yang Penuh Warna (1)

11 Desember 2017   17:35 Diperbarui: 17 Desember 2017   10:14 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selepas SMA  di Sumbawa Nusa Tenggara Barat, pada Agustus 1985 alhamdullillah saya berkesempatan mengikuti program beasiswa dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah NTB untuk pendidikan kader Muhammadiyah tingkat pusat di Pondok Pesantren Hajjah Nuriyah Shabran sekaligus menjalani pendidikan reguler di UMS Surakarta jurusan Ushuluddin (perbandingan agama). Pada 1990 akhirnya saya berhasil lulus dengan perjuangan yang cukup berat. Latar belakang pendidikan saya yang berbasis SMP dan SMA umum diharuskan belajar ilmu agama Islam yang mayoritas literasinya berbahasa Arab merupakan tantangan tersendiri yang bukanlah mudah bagi saya.

Singkat cerita saya memutuskan untuk berkeluarga pada pertengahan 1990 dengan mempersunting gadis asal Jepara, Jawa Tengah. Karena perjanjian ikatan dinas dengan persyarikatan Muhammadiyah, setelah lulus saya pulang ke Sumbawa Besar guna pengabdian selama 1 tahun lebih dengan memboyong istri saya yang kala itu sedang mengandung putri pertama kami. Karena terjadi komplikasi kehamilan, istri saya memutuskan untuk melahirkan di Jepara, karena penanganan medis di Jawa lebih baik dibandingkan Sumbawa pada saat itu. Mei 1991, putri pertama saya lahir. 

Selang beberapa waktu setelah itu, saya mendapat kesempatan untuk melanjutkan pengabdian di Muhammadiyah wilayah regional Jepara. Namun belum sempat terlaksana, terjadi pergantian rektor UMS (dari Pak Jasman ke Pak Malik Fajar) yang membuat program tersebut hanyalah sebagai korban kebijakan.

-

Saya menjadi pengangguran. Masa-masa sulit dimulai. Sekitar satu tahun saya menganggur dan hanya menumpang di rumah mertua dengan seorang bayi yang menunggu untuk dinafkahi. Tanggung jawab sebagai bapak tidak saya abaikan. Sesekali saya ikut teman untuk mencari rejeki sebagai kuli lepas pada bisnis kayu log cemara yang digunakan sebagai bahan meubel di daerah Jepara. 

Sebagai kuli lepas dengan job desk memikul gelondongan kayu sebelum masuk penggergajian, pendapatan harian hanya apa adanya dan bahkan sering tidak dibayar. Jalan kaki sejauh 15 km dari tempat penggergajian ke rumah mertua seringkali saya lakukan karena ketiadaan ongkos. Salah satu yang tidak pernah saya lupakan hingga sekarang adalah ketika anak saya demam tinggi. 

Saya mendatangi bos saya untuk menuntut hak insentif harian yg belum dibayarkan selama 2 minggu dengan harapan dapat cukup membiayai anak saya berobat ke puskesmas. Yang terjadi diluar dugaan, permintaan saya diacuhkan begitu saja. Sembari menertawakan remeh beliau dengan enteng meraih koran dan kemudian masuk ke kamar mandi. Saya terus menunggu. Setengah jam berlalu, beliau tidak juga keluar menampakkan batang hidungnya. Akhirnya saya pamit pulang kepada istrinya. Karena merasa kasihan, istrinya memberikan obat sirup paracetamol sisa anaknya yang sudah tidak terpakai. Setelah peristiwa tersebut saya memutuskan untuk berhenti menjadi kuli kayu.

-

Bapak mertua saya memiliki dua istri. Istri keduanya tinggal di daerah Grobogan, Jawa Tengah (sekitar dua jam dari Jepara-praktis saya tinggal terpisah dengan anak istri saya dan hanya pulang sesekali dalam seminggu). Bapak mertua saya beserta istri memiliki bisnis jual beli bebek petelur. Tidak tega melihat saya menganggur dengan istri dan seorang anak yang harus dinafkahi, beliau menawarkan saya untuk ikut membantu mengelola bisnisnya. 

Babak kedua dimulai. Kali ini saya menggantungkan nasib saya pada unggas-unggas milik mertua saya. Kegiatan dimulai sehabis shalat subuh. Membersihkan kandang, mengumpulkan telur, memberi makan bebek adalah keseharian saya yang pada saat itu berstatus sarjana agama. Enam bulan kegiatan ini berjalan dengan pendapatan seadanya dan seikhlasnya dari beliau yang setidaknya cukup untuk membeli susu putri kami.

-

Sebagai mantan Lurah, Bapak mertua saya memiliki koneksi yang cukup luas. Suatu hari, sepulang beliau dari shalat Jum'at di Godong (salah satu kecamatan di Grobogan) beliau memberi kabar bahwa kantor cabang Muhammadiyah membutuhkan sekretaris eksekutif dan saya ditawari meraih kesempatan tersebut. Pada saat itu pimpinan cabangnya adalah seorang Notaris senior di kota Semarang yang praktis tidak memiliki banyak waktu dengan urusan organisasi. 

Jadilah saya menjadi pekerja serabutan di kantor; membuat amplop, mengetik surat-menyurat, menjemput donatur dari rumah ke rumah anggota, dan bahkan menjadi takmir masjid Muhammadiyah yang berada satu komplek dengan kantor cabang Muhammadiyah tempat saya bekerja. Saya jalani rutinitas tersebut selama tiga bulan, dan alhamdulillah pada tahun ajaran baru saya dipercayakan menjadi guru agama islam di SMP dan SMA Muhammadiyah yang masih satu lingkup lokasi dengan kantor.

-

Awal 1994, kegiatan saya ditambah sebagai guru bantu di TK Aisyiyah dan SD Muhammadiyah. Semua kesibukan tersebut saya jalani dengan ikhlas dan semangat. Insentif yang saya terima pada saat itu Rp 35.000,- per bulan. Hidup dengan istri dan dua anak (pada tahun 1993 putra kedua kami lahir) tentu jauh dari cukup. Namun tetap kami syukuri karena minimal untuk susu, beras dan minyak kompor terpenuhi. Atas jasa baik salah seorang pimpinan cabang lainnya, kami dipinjamkan rumah kosong untuk ditinggali. Pada masa itu, puasa Senin-Kamis sudah biasa saya dan istri saya lakukan. Kami juga berinisiatif untuk menanam berbagai jenis sayuran di halaman belakang rumah yang seringkali kami jadikan lauk demi menghemat pengeluaran. Namun atas berkah yang Allah berikan, kehidupan keluarga kami berjalan normal dan bahagia walau dalam kondisi yang pas-pasan.

-

Pada awal tahun 95-an, salah seorang bendahara Muhammadiyah mendirikan CV yang bergerak dibidang pembangunan saluran irigasi. Saat itu saya diajak terlibat menjadi tenaga mandor selepas aktifitas saya dipagi hari. Jadilah saya sebagai mandor tukang batu yang bertugas mencatat keluar masuk material proyek sambil sesekali membantu menurunkan material dari atas truk disaat mereka kekurangan tenaga pekerja. 

Dengan bekerja di proyek, otomatis pendapatan saya bertambah. Istri saya mulai bisa ke pasar untuk sekedar berbelanja tahu tempe dan ikan asin yang merupakan tiga menu favorit keseharian kami. Sejak saat itu praktis kesibukan saya bertambah. Kerja kantoran dan mengajar di pagi hari, bekerja di proyek pada sore bahkan hingga malam hari.

-

Pada awal tahun 1996, babak baru dimulai dengan setumpuk kegiatan lain. Saya dipercaya menjadi guru agama islam di SMA Muhammadiyah kota Purwodadi sekaligus manajer di PKU Muhammadiyah Godong (jarak Godong ke Purwodadi cukup jauh sekitar 40 menit). Pada saat bersamaan, saya mulai belajar mandiri dengan men-sub pekerjaan proyek bangunan gedung dan irigasi kecil-kecilan. Sangat terasa waktu untuk keluarga tersita habis. Ngantor dan mengajar di pagi hari, kerja proyek pada sore hingga malam hari, dan di PKU selepas shalat Subuh hingga jam 07 pagi.

-

September 1996, bersama salah seorang pimpinan Muhammadiyah cabang, kami menggagas berdirinya lembaga keuangan syariah, Baitul Maal Wa Tamwil  (BMT) Ben Taqwa di  Godong, Purwodadi. Babak kesibukan baru bertambah. Saya dipercaya menjadi manajer pertama dengan dua orang teman lainnya yang bahu membahu merintis bisnis ini. 

Alhasil dengan modal awal berdiri sebesar Rp 32.000.000,- pada tahun 2004, BMT Ben Taqwa telah memiliki pencapaian 17 cabang dan 150 karyawan dengan aset 14 miliar serta omzet mendekati angka 20 miliar. Kala itu BMT Ben Taqwa telah mampu menjadi leader gerakan lembaga keuangan syariah yang berskala nasional di era tahun 2000-an. Pada saat bersamaan saya diberi amanah menjadi wakil direktur BPR Syariah dan turut berpartisipasi mendirikan Yayasan Islamic Centre Ben Salamah Abadi yang bergerak dalam bidang pendidikan berbasis islami.

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun