Mohon tunggu...
Junaidi Muhammad
Junaidi Muhammad Mohon Tunggu... -

Bapak dengan 5 anak hebat, single parent, dan survivor gagal ginjal. Tujuan saya menulis untuk memotivasi sesama agar tetap kuat bertahan dalam sakit dan cobaan hidup yang mendera, serta meyakinkan bahwa kalian yang senasib dengan saya tidak sendirian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nomaden dan Kemandirian Hidup

5 Desember 2017   21:20 Diperbarui: 5 Desember 2017   21:23 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih terekam jelas dalam ingatan saya, bagaimana serentetan detail perjalanan saya menuju tanah Jawa. Transit selama dua hari di Mataram untuk urusan administrasi beasiswa, oleh salah seorang pimpinan Muhammadiyah saya disarankan naik bus langsung ke Yogyakarta via Kapal Feri. Perjalanan panjang selama dua hari dua malam akhirnya berakhir di terminal kota Yogyakarta. 

Setelahnya menuju ke kantor PP Muhammadiyah menaiki bus jurusan 04. Teman-teman dari seluruh Indonesia mulai berdatangan. Dua hari kami di Yogyakarta, kemudian secara bersamaan diberangkatkan via bus ke Pondok Pesantren Muhammadiyah Hajjah Nurriyah Shabran yang berlokasi di Makam Haji, Pabelan, Solo.

Sebagai tamatan SMA umum, mempelajari ilmu agama Islam dengan literasi full Bahasa Arab adalah tantangan besar pertama bagi saya. Satu demi satu teman saya yang memiliki latar belakang SMA umum seperti saya mulai berguguran dengan  berbagai alasan. Dari 30-an mahasiswa, tertinggal hanya 18 orang yang berhasil lolos mencapai gelar S1. 

Paket pelajaran pondok kami dapatkan pada siang dan malam hari dengan sistem boarding school. Sementara dipagi hari kami mengenyam pendidikan reguler di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Satu tahun jelang wisuda, saya menikah. Pada akhir tahun 1991 saya diwisuda S1 dimana anak pertama saya yang masih bayi ikut menyaksikan wisuda bapaknya dari gendongan ibunya. Sempat sebentar jadi pengangguran terdidik di rumah mertua di Jepara, selanjutnya berderet kota saya singgahi. 

Petualangan karir saya dibeberapa perusahaan membuat saya harus tinggal berpindah-pindah; Godong, Purwodadi, Jakarta, Banda Aceh, Mataram, Sumbawa dan Yogyakarta. Di kota-kota tersebut keluarga saya menetap, namun seringkali tugas mengharuskan saya berpisah dari mereka untuk melakukan perjalanan dinas menyusuri banyak lokasi di Indonesia.

Kini, dalam kondisi terbatas karena penyakit gagal ginjal yang telah saya derita selama hampir dua tahun, dengan tertatih saya masih berusaha memenuhi kewajiban saya sebagai konsultan di BMT Bina Ummat Sejahtera (BUS) yang berpusat di Lasem, Jawa Tengah. Tujuh tahun sudah saya berkarir disini. 

Kantor ini telah akrab dan menjadi saksi jatuh bangun saya dalam menjalani berbagai fase kehidupan; ketika saya masih aktif dan bugar, ketika saya terjatuh karena kehilangan istri saya, hingga ketika saya yang akhirnya tumbang digerus penyakit demi penyakit hingga sekarang.

Pada tahun 2013, BMT BUS menghargai hasil kerja saya dengan memberikan kado terindah; umroh ke tanah suci beserta istri saya. Melalui BMT BUS yang bekerjasama dengan Water.org juga telah memberikan saya kesempatan untuk menginjakkan kaki ke Benua Afrika (Kenya dan Uganda) guna studi banding terkait sanitasi air bersih. Perjalanan saya sungguh tak terduga. Alhamdulillah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun