Mohon tunggu...
Junaidi Muhammad
Junaidi Muhammad Mohon Tunggu... -

Bapak dengan 5 anak hebat, single parent, dan survivor gagal ginjal. Tujuan saya menulis untuk memotivasi sesama agar tetap kuat bertahan dalam sakit dan cobaan hidup yang mendera, serta meyakinkan bahwa kalian yang senasib dengan saya tidak sendirian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesendirian dalam Cobaan

25 November 2017   16:18 Diperbarui: 25 November 2017   16:24 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu kami pulang ke rumah. Namun sekembalinya kami di rumah, pikiran Bunda mulai berkecamuk dan tidak tenang, semalaman berfikir, akhirnya keesokannya Ia memutuskan pergi menemui dokter tersebut lagi dan meminta maaf, sembari mengiyakan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan dokter setelah ini. Sore harinya sudah opname dan dilakukan prosedur CT Scan untuk selanjutnya Biopsi. 

Hasilnya tumor dinilai sudah stadium 4. Namun hasil biopsi adalah jinak akan tetapi perilakunya ganas karena mudah sekali membesar dan memproduksi cairan yang membanjiri paru sehingga harus selalu dikeluarkan. Keputusannya, adalah 3x kemoterapi dan dokter menjanjikan kesembuhan. 

Namun yang terjadi, dokter hanyalah manusia biasa, Allah lah yang menentukan segalanya. Istri saya tidak sembuh hanya dalam 3x kemoterapi. Dokter menawarkan lagi paket 4x kemoterapi dan lagi-lagi menjanjikan kesembuhan. Hasilnya lumayan. Tumor nyaris hilang, keadaan membaik, namun dokter menyarankan untuk tambahan Radioterapi sebanyak 33x untuk membersihkan sel tumornya. Disinilah berbagai efek buruk dari radioterapi mulai dirasakan. 

Lokasi tumor yang sangat tidak strategis (berada di antara jantung dan paru) membuat paparan sinar radioterapi tidak hanya menuju ke sasaran tumor namu juga merusak organ-organ sekitarnya. Hasilnya, istri saya diambang kepergiannya, menderita komplikasi; gagal ginjal kronik, kerusakan limpa dan hati, luka lambung, serta trombosit yang selalu turun sehingga perlu berkali-kali transfusi. 

Totalnya, genap satu setengah tahun Bunda keluar masuk rumah sakit. Seminggu di rumah, tiga minggu di rumah sakit, begitulah berulang kali hingga satu setengah tahun lamanya.

Anak-anak saya ketika itu, sulung berhenti bekerja untuk mengasuh ibunya, yang kedua sedang KKN, ketiga masih kelas 3 SMP, yang keempat kelas 6 SD, dan bungsu masih kelas 4 SD. 

Semuanya survive mencuci baju dan makan dengan mandiri. Terkadang tiga anak terkecil saya tidur bertiga saja dirumah karena kakak-kakak dan bapaknya harus mengawasi ibunya 24 jam di rumah sakit. Mereka yang dirumah walaupun masih terbilang kecil namun sigap menyiapkan segala keperluan Ibu dan kakak-kakaknya selama di rumah sakit.

Hari itu, 11 November 2014, ketika adzan subuh di rumah sakit berkumandang, bunda meninggal dunia dengan tenang dalam posisi tidur pulas tanpa tanda-tanda sakaratul maut. Mudah-mudahan Bunda khusnul khatimah, amin.

Tiga tahun takdir tersebut berlalu, saya belum mencari penggantinya. Saran dan nasehat dari sahabat dan keluarga berdatangan. Entahlah, namun hati ini merasa baru kemarin bunda pergi meninggalkan kami. Kenagan dalam suka duka selama 27 tahun dengan 5 orang putra putri menjadi pertimbangan lain untuk tidak gegabah mencari pengganti beliau.

Namun alhamdulillah mentari di ufuk kemudian mulai tampak. Teman semasa di pondok pesanteren (tahun 80/90an) terasa cocok menjadi pengganti Bunda. Kami sedang dalam tahapan saling menyelami jiwa dan karakter masing-masing. Terlebih baginya yang harus belajar memahami karakter dan perilaku 5 putra putri saya.

Sekiranya memang jodoh, maka tidak akan lari kemana. Berharap akan ridho Allah, persiapan ke arah pernikahan  hanya tinggal menunggu waktu. Penyakit gagal ginjal yang saya derita bukanlah penghalang dari pernikahan. Hanya Ridho Allah-lah yang kami tunggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun