Membaca novel karya Asef Saeful Anwar yang berjudul Alkudus ini, mengingatkanku pada pelajaran TafsirJalalayn karya Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi. Materi ini dulu diampu oleh KH. Mas'ud Qasim ketika aku masih duduk di bangku MTs. dan SMAP Al-in'am.
Mungkin, novel ini bagi nurani atau perasaan sebagian orang yang membacanya akan tersentak, karena gaya penuturannya ibarat al-Quran: ingat, hanya mirip, tidak sama. Bahkan, ada seorang yang dikultus menjadi seorang Nabi (Erelah) atau mirip dengan kisah hidup Nabi Muhammad Saw. Dengan kata lain, Asef telah berusaha meretas dan menyambut tantangan firman Allah Swt. yang terkandung di dalam al-Quran tentang mendatangkan ayat yang serupa dengan al-Quran.
Allah Swt. berfirman: "Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah saja yang semisal al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolong selain Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." (QS. al-Baqarah, 23).
Kemudian, pada ayat berikutnya Allah berfirman lagi: "Maka jika kamu tidak dapat membuat (al-Quran), dan kamu tidak akan dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (QS. al-Baqarah, 24).
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman: "Bahkan mereka mengatakan: Muhammad telah membuat-buatal-Quran itu. Katakanlah: Jika demikian, maka datangkanlah sepuluh surah yang dibuat-buat yang menyamainya, dan ajaklah orang-orang yang kamu sanggup di antara kalian selain Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." (QS. Huud, 13).
Isi teks Alkudus yang senada dan hampir mirip dengan surah Huud ayat 13, yaitu: "Mereka berkata: Apa yang engkau kisahkan adalah cerita yang amat syahdu. Pelipur bagi batin yang lara. Penghibur bagi hati yang sedang sendu. Sungguh, kami meragukan semua itu datang dari Tuhan. Sebab sepengetahuan kami firman-firman Tuhan selalu berisi perintah dan larangan. Berisi "ikutilah" dan "janganlah". Sementara engkau menceritakan sesuatu yang hanya dapat diangankan dan kami belum menemukan kebenaran atasnya." (Alkudus, 16).
Dalam surah Huud ayat 13 dijelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. melakukan manipulasi tentang al-Quran yang dituduhkan oleh kaum kafir Quraisy. Begitu juga dalam halaman 16 Alkudus, Erelah dianggap sebagai pembuat wahyu palsu dari agama Kaib yang dibawa, sedangan firman Tuhan, kata kaummnya, hanya berupa perintah atau larangan. Dengan kata lain, Asef telah melakukan imajinasi yang cukup tinggi tentang gaya bercerita dengan bersandar pada al-Quran. Apakah benar Asef telah berhasil melakukan tantangan Allah Swt. untuk membuat satu atau sepuluh macam surah yang serupa dengan al-Quran?
Dalam surah al-Israa' ayat 88 Allah Swt. menegaskan: "Katakanlah!: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan al-Quran, maka mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekaliapun sebagian mereka menjadi pembantu bagi yang lain dengan terang-terangan."
Dengan mengacu pada surah al-Israa' ayat 88 tersebut, Asef tidak mungkin bisa untuk membuat semacam karya yang sama dengan al-Quran walaupun dibantu oleh koleganya. Hal tersebut bisa kita lihat dari kisah-kisah yang dibuat oleh Asef masih ada relasi dan mengacu pada kisah-kisah tentang Nabi Adam dan Siti Hawa dalam perjalanannya dari surga ke dunia hingga beranak-pinak, bersuku dan berbangsa. Jadi, tidak ada kisah baru yang dibuat oleh Asef sebagai jawaban atas tantangan Allah Swt. tentang mendatangkan satu atau sepuluh surah, kecuali dia mengulang kembali kisah-kisah yang sudah ada -- dalam al-Quran atau sumber lain -- dengan gayanya sendiri.
Mengubah Nama Tokoh
Dalam novel Alkudus, Asef menyebut Adam sebagai Dama dan menyebut Hawa sebagai Waha. Begitu juga menyebut malaikat Maut (secara umum) dengan sebutan Amut. Ini menunjukkan bahwa Asef kekurangan ide dalam menciptakan kisah dan nama-nama tokohnya. Sehingga, kisah yang tak jauh berbeda dengan perjalanan hidup Nabi Adam dan Siti Hawa pun ditulis dengan menuliskan model acak-balik atas dua nama itu: Dama dan Waha. Ada satu hal yang aku sayangkan dari karya Asef ini, yaitu dia tidak menggunakan rujukan sumber cerita yang dikisahkan dalam novelnya.