Mohon tunggu...
Junaidi Khab
Junaidi Khab Mohon Tunggu... Editor -

Junaidi Khab lulusan Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kamu Perlu Membaca Buku Ini!

18 Januari 2018   16:49 Diperbarui: 20 Januari 2018   15:51 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi Junaidi Khab

Dalam beberapa pertemuan kesusasteraan, kumpulan cerita pendek disebut-sebut sebagai karya (sastra) yang tidak menarik. Berbeda dengan novel yang kisah-kisahnya membawa alur yang enak dan renyah dibaca. Kumpulan cerita pendek hanya menyajikan kisah-kisah mirip cebol meski sedikit menarik sebagai kelucuan, namun tema-temanya tak bersesuaian. Mungkin hal itu yang menjadi daya kritik atas buku kumpulan cerita pendek. Meskipun demikian, kumpulan cerita pendek tetap tergolong sebagai karya sastra yang memiliki nilai instrinsik dan ekstrensik tersendiri.

Berbeda halnya dengan karya Eko Triono yang berjudul Kamu Sedang Membaca Tulisan Ini. Karya ini merupakan sebuah kumpulan cerita pendek. Sama seperti kumpulan-kumpulan cerita pendek lainnya. Kisah tokohnya tidak bersangkut-paut dengan cerita-cerita lainnya. Sama seperti halnya kumpulan cerita pendek karya Gunawan Tri Atmodjo yang berjudul Pelisaurus (2017) yang terdiri dari beberapa judul dengan kisah-kisah dan tokoh yang berbeda.

Namun, dari kumpulan cerita pendek karya Eko Triono ini, pembaca akan disuguhi dengan kisah-kisah abnormal dengan tema berbeda tetapi tokohnya sama. Tokoh ceritanya pun di luar dugaan. Satu tokoh menjalani seluruh dimensi kehidupan manusia. Nama tokohnya, Cerita. Cerita menjelma makhluk yang bisa berbicara layaknya manusia menceritakan saudara-saudaranya sendiri sesama Cerita (hlm. 49). Hal ini yang menjadi nilai lebih dari kumpulan cerita pendek Eko Triono.

Meskipun karya Eko Triono ini menyajikan suatu alur yang berbeda dengan kumpulan-kumpulan cerita pendek lainnya, gaya penulisannya yang tergolong baru akan membuat pembaca merasa jengah dan bosan. Tapi, dengan yakin, saya katakan, di tengah kebosanannya, pembaca tidak akan berhenti untuk membacanya. Permainan kata-kata, bahasa, dan gaya tulis yang aneh binnyeleneh akan memberikan wajah baru kesusasteraan di Indonesia. Hal semacam itu yang memberikan nuansa berbeda --penuh kebaruan dan ciri khas-- dari kumpulan cerita pendek ini.

Imajinasi dan eksperimentasi

Pada pengantar buku Eko Triono, Anton Kurnia menyebutkan dengan kagum bahwa buku ini sebagai kumpulan cerita tentang cerita. Semacam metafiksi. Atau lebih tepatnya cerita-cerita yang ditulis dengan teknik metafiksi dan eksperimen bentuk yang imajinatif. Elemen-elemen yang digunakan oleh Eko Triono antara lain cerita yang berkisah tentang cerita, keterlibatan tokoh cerita di dalam cerita secara sadar, pemberontakan karakter cerita, serta pelibatan aktif pembaca dengan pertanyaan-pertanyaan di dalam cerita untuk mereproduksi makna. Ibarat kita bermimpi dalam tidur yang mimpi kita juga tidur dan memimpikan hal lain: mimpi dalam mimpi, dan hal itu dirasa sangat nyata.

Eko Triono melakukan beberapa eksperimen dan analisis-analisis melalui tokoh dalam ceritanya. Kisah-kisah yang diceritakan sebagai metafor kehidupan masih cukup update membicarakan polemik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Seperti dalam cerita yang berjudul Atirec Malad Mukuh Kilabret (hlm. 149). Cerita ini mengisahkan tentang kasus e-KTP yang melibatkan Setya Novanto. Tetapi, dengan metafor-metafor dan sindiran yang dikemas dengan cukup apik. Dengan metafor-metafor itu, pembaca akan diajak berimajinasi dan membentuk makna sendiri atas cerita-cerita yang diracik oleh Eko Triono.

Karya sastra yang berupa kumpulan cerita pendek ini merupakan suatu lompatan imajinasi yang mencerahkan bagi masyarakat. Seperti dijelaskan oleh Azwar (2016:46), bahwa sastra yang mencerahkan adalah karya sastra yang dihasilkan untuk kepentingan masyarakat, bukan karya yang dihasilkan untuk kepentingan pasar. Dengan demikian, dalam menulis karya yang mencerahkan, biasanya banyak tantangan yang harus dilalui. Bahkan barangkali seseorang harus mengorbankan sesuatu yang besar dalam hidupnya.

Jika kita mencermati pesan moral yang terkandung dalam karya Eko ini, kita akan dihadapkan pada persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia secara universal. Cerita-cerita bohong dengan mudah disebarluaskan oleh masyarakat (oknum tertentu) demi kepentingan tertentu. Dengan kata lain, karya ini merupakan suatu bentuk keprihatinan Eko atas fenomena yang ditemukan dalam lingkungan sosial. Bahkan, hal itu terjadi pada ranah literasi yang tak akan pernah lekang oleh waktu. Karena secara substansial, literasi menjadi ruh kehidupan manusia.

Dalam karya kumpulan cerita pendek ini, Eko membuat semacam tips kuliner yang berbeda. Seperti dalam cerita berjudul Cerita dalam Resep Membuat Hantu (hlm. 133). Yusri Fajar menegaskan (2017:133), bahwa sastra dan kuliner berhubungan tidak hanya dalam hal yang bersifat material dan fisikal sebagaimana tokoh-tokoh dalam karya sastra mengonsumsi dan menikmati makanan, namun juga bersifat kultural yaitu bagaimana tokoh-tokoh tersebut mengonstruksi identitas budaya dan prinsip hidup mereka melalui makanan. Khazanah kuliner lokal, tradisional hingga modern membangun citra tokoh dan lanskap kultural dalam karya sastra.

Tetapi, ada yang bertolak-belakang dalam karya Eko atas penjelasan Yusri Fajar tentang kuliner dalam karya sastra. Dalam karya ini, dengan ijamaniasinya yang melampaui zamannya, Eko menyajikan kuliner berbahan literasi. Yaitu sebuah komposisi sajian masakan cerita agar lebih nikmat disantap oleh pembaca. Seperti dikatakan oleh Yusri Fajar bahwa suatu karya sastra tidak akan lepas dari ciri khas kuliner tokoh yang memainkan peran di dalamnya. 

Dengan kata lain, kuliner ciri khas Eko merupakan sebuah ilustrasi tentang cara membuat masakan dari bahan bahasa, kata-kata, dan diksi untuk menghasilkan menu cerita agar sedap dicicipi oleh lidah pembaca. Selain itu, Eko juga mengemas ceritanya dengan kuliner khas angkringan seperti banyak ditemukan di daerah Yogyakarta.

Pembaca akan menemukan gaya baru kesusasteraan dalam karya ini. Eko Triono menyajikannya dengan ciri khasnya sendiri. Hal ini yang akan menjadi warna baru dalam dunia kesusasteraan di Indonesia. Selama ini, gaya-gaya yang digunakan oleh Eko jarang ditemukan dalam karya-karya sastra di Indonesia sebelumnya. Sehingga, Eko layaknya sosok penulis yang membawa pembaharuan dalam dunia literasi dan kesusasteraan. Selamat membaca dan menuai berkah makna serta tafsir di dalamnya!

--------------------------------------------------

  • Judul : Kamu Sedang Membaca Tulisan Ini
  • Penulis: Eko Triono
  • Penerbit: Basabasi
  • Cetakan: I, Desember 2017
  • Tebal: 220 hlm.; 14 x 20 cm
  • ISBN: 978-602-6651-67-9
  • Peresensi: Junaidi Khab*

--------------------------------------------------

* Peresensi adalah Akademisi dan Pecinta Baca Buku asal Sumenep, lulusan UIN Sunan Ampel Surabaya. Editor Penerbit Sulur Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun