Mohon tunggu...
Junaidi Khab
Junaidi Khab Mohon Tunggu... Editor -

Junaidi Khab lulusan Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Lulur yang Mengerikan

6 November 2017   06:28 Diperbarui: 6 November 2017   08:25 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ini mempunyai kebiasaan mandi di sungai dekat rumah, jarak antara rumahku dan sungai sekitar 200 km. Setiap kali mau bepergian dan datang dari bermain, aku dengan teman-teman pasti janjian untuk mandi berbareng ke sungai dekat rumahku itu. Kalau aku mau berangkat sekolah, tidak lepas dari teman-teman yang lewat di jalan sebelah barat rumahku yang ngajak mandi ke sungai. Kadang aku sedang makan saat teman-teman ngajak mandi ke sungai. Meskipun sungai yang menjadi tempat pemandian itu agak kecil, namun airnya jernih bagaikan di kolam renang yang ada di perkotaan.

Berbeda dengan anak-anak yang jauh dengan aliran sungai yang kebiasaannya mandi di kamar mandi mereka masing-masing. Aku mempunyai waktu mandi yang rutin, dalam satu hari aku ditargetkan mandi tiga kali, ya sebagaimana biasanya kalau mandi kan tiga kali dalam waktu sehari. Waktu pagi kalau mau berangkat ke sekolah aku mandi, ketika datang dari sekolah sekitar pukul 14:00 WIB, dan ketika menjelang maghrib mandi lagi.

Kebiasaan mandi di sungai itu sejak aku masih anak-anak hingga aku dewasa dan hingga sekarang kalau aku pulang ke kampung halaman di Kalangka, Banjar barat, Gapura, Sumenep Madura. Setiap habis hujan teman-teman pasti nanya via SMS atau telpon, "Jun, di sungai airnya keruh ya?" Pertanyaan yang sering muncul di layar ponselku setelah turun hujan.

Sejak aku masih Mts./SMP, aku biasa berangkat mengaji kala hampir maghrib. Tentunya ketika mandi agak siang dikit agar tiba ke musolla tidak begitu kemaleman. Namun sayang, ketika aku menginjak usia SMA, aku agak jarang pergi mengaji ke musolla al-Hekmah binaan ustadz Thohir sekaligus ia kakak sepupuku. Berbagai kegiatan dan bermain menjadi hobi utama. Setelah solat asar langsung bersiap-siap pergi untuk latihan bola volly.

Saat itulah aku sering kemaleman saat akan mandi, kadang setelah maghrib masih nekat mandi sendirian ke sungai, karena kalau mandi di kamar mandi tidak enak. Selain itu pula airnya sedikit karena jarang diisi sehingga perlu dihemat dengan mandi ke sungai. Sangat nasib cara mandiku yang ini, namun aku masih bersukur karena bisa mandi secara normal.

Suatu hari ketika aku kemaleman dan buru-buru mandi ke sungai setelah latihan bola volly. Air saat itu agak sedikit keruh karena seharian hujan deras. Kalau sabun jatuh ke dalam air tidak bisa diketemukan, cepat hilang dibawa arus air yang mengalir ke hilir. Aku cepat-cepat mandi, selain waktu sudah malam juga sedikit takut dengan pekatnya malam. Aksesoris sabunku sudah lengkap. Sikat, pasta gigi, sabun, dan bering (busa dari jaring. Bhs. Madura: alat pembersih semacam spon yang diusapkan ke badan dari sobekan jala, panjang sekitar 100 cm dan lebar 40 cm).

Saat mandi aku biasa mengusapkan sabun terlebih dahulu ke bering hingga berbusa sehingga mudah untuk meratakan busa sabun ke seluruh anggota tubuh hingga bersih. Ketika itu, bering-ku itu kuusap dengan sabun dan kutaruh di tepian air lalu aku menyabun anggota tubuh. Setelah aku menggunakan bering yang diusap dengan sabun hingga berbusa ternyata ada bau yang tidak sedap. Karena malam, aku tidak sempat ngecek bau apa itu. Ternyata setelah pagi saat mandi mau berangkat ke sekolah aku melihat bercak berak yang kayaknya separoh dari tumpukan itu hilang.

Wah, ternyata aku tadi malam mandi lulur sabun yang tidak sengaja tercampur oleh kotoran. Pagi itu aku gak jadi mandi di sungai lalu aku pulang cepat-cepat dan mandi di kamar mandi. Alangkah malangnya nasib aku saat itu. Sehingga ketika aku curhat ke teman-teman, mereka bilang padaku sambil ketawa, "Kalau mandi ya jangan di sungai". Ketawa riang teman-teman SMA-ku di kelas menjadi riuh sekali. Pengalaman pahit itu sering aku waspadai saat pulang kampung ketika mau mandi ke sungai agar tidak terulang lagi.

Namun aku saat ini beruntung bisa mandi di kamar mandi setiap hari layaknya teman-teman yang lain. Karena aku sekarang sedang melanjutkan pendidikan di PT IAIN Sunan Ampel Surabaya dan nge-kos di daerah perkotaan. Maka aku mandi agak sedikit berubah dari kebiasaan sejak kecil dulu. Sekarang aku bisa mandi setiap hari di kamar mandi dan BAB di WC layaknya orang perkotaan atau orang desa yang sudah memiliki kamar mandi dan WC di rumahnya, jadi gak usah repot-repot pergi ke sungai lagi.

Oleh: Junaidi Khab*

* Akademisi asal Sumenep, lulusan Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya.

Ilustrasi gambar diambil dari: kumocean.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun