Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 3,5 juta hektar tanaman karet dan termasuk negara pengekspor karet terbesar di dunia. Namun apakah status ini akan terus bertahan?. Di masa lalu, tembakau Deli milik Indonesia adalah yang terbaik di dunia dan merajai pasar ekspor, perkebunan tebu Indonesia juga pernah jaya dan dibudidayakan secara luas.Â
Tapi sekarang, untuk kedua komoditi itu Indonesia kurang diperhitungkan di tingkat global. Pelan namun pasti, karet sebagai salah satu komoditi perkebunan utama pada masa kolonial Belanda dan awal kemerdekaan mulai meredup. Bisa jadi, di masa yang akan datang karet Indonesia tidak lagi mewarnai kancah internasional. Berikut ini 5 faktor yang berpotensi menggusur eksistensi karet Indonesia.
Penggunaan karet sintetis
Tanaman karet mungkin tetap menjadi primadona andai tidak ditemukan karet sintetis. Sekarang ini, konsumsi karet sintetis lebih tinggi dibanding karet alam. Pada tahun 2018, konsumsi karet sintetis mencapai 15,3 ribu ton sedangkan karet alam hanya 13,8 ribu ton. Negara eksportir karet sintetis antara lain: Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, Thailand, dan Rusia.
Tidak kurang dari 20 jenis karet sintetis beredar di pasaran, di antaranya adalah: Styrene Butadiene Rubber (SBR), Butadiene Nitrile Rubber (NBR), Ethylene Propylene Diene Monomer (EPDM), Silicone, Fluorocarbons (FKM), dan Polyurethanes (PU). Tidak dapat dipungkiri, negara-negara maju memiliki teknologi polimer yang mumpuni, sehingga di masa yang akan datang tidak menutup kemungkinan semakin banyak jenis karet sintetis yang diproduksi.
Serangan penyakit
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari pedalaman sungai Amazon, Amerika Selatan. Tadinya karet banyak dibudidayakan di wilayah ini, namun karena serangan penyakit Hawar Daun America Selatan (Microcyclus ulei), tanaman karet di wilayah ini tumpas.Â
Saat ini, Brazil hanya produsen karet yang minor dan kurang diperhitungkan di kancah global. Karet justru banyak dibudidayakan di Asia Tenggara dan Afrika. Negara seperti Thailand, Indonesia, Vietnam, dan Malaysia mendominasi suplai karet alam dunia.
Temperatur hangat dan lembab di daerah tropis adalah kondisi ideal bagi berkembangnya patogen penyakit. Di Indonesia, penyakit gugur daun yang umum dijumpai antara lain: Oidium heveae, Corynespora casiicola, dan Colletotrichum gloeosporioides.Â
Namun beberapa tahun terakhir dijumpai penyakit baru Pestalotiopsis microspora, penyakit berbahaya yang menyerang semua klon dan umur tanaman. Perubahan iklim (Climate change) dikhawatirkan banyak ilmuan akan memicu evolusi mikroorganisme yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru yang sebelumnya tidak ditemukan.
Sumber karet alam lain