Mohon tunggu...
Junaidi Husin
Junaidi Husin Mohon Tunggu... Guru - Aku menulis karena aku tidak pandai dalam menulis. Juned

Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya. John Garder

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Peran Akal dan Hati Atas Syahwat

7 Februari 2024   08:11 Diperbarui: 12 Februari 2024   09:22 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syahwat merupakan fitrah dari sang Pencipta yang diinstal secara permanen dalam setiap diri makhluk manusia. Dorongan yang timbul dari dalam diri untuk mengajak dan menggapai kepada suatu perbuatan yang disenangi, itulah syahwat. Jika memahami makna syahwat di atas, itu artinya syahwat bukan hanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan seks saja, tetapi juga pemenuhan-pemenuhan dalam hal lain.

Seperti jiwa yang semangat dalam belajar untuk berprestasi, bekerja siang malam banting tulang untuk bermateri. Sama juga halnya artikel yang ada di tangan pembaca saat ini, bukan muncul secara tiba-tiba begitu saja tanpa sebab, proses ini memakan waktu serta membutuhkan konsentrasi. Terkadang untuk mewujudkan tulisan sederhana yang jauh dari sempurna ini bisa mengesampingkan kewajiban lain (istrirahat), ini juga disebabkan karena adanya dorongan syahwat.

Fenomena yang banyak terjadi saat ini adalah, syahwat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi karena gengsi. Demi mencukupi keinginan dan gaya hidup yang menyenangkan, agar menimbulkan kepuasan diri ketika terlihat baik di mata orang yang memandangnya. Bahkan ada juga sampai mengesampingkan kehalalannya, seperti tidak malu melakukan korupsi, suap dan berjudi.

Begitu juga halnya, pada beberapa bulan yang lalu ada kejadian yang sangat menyayat hati. Dimana, demi memperturutkan pemenuhan keinginan syahwatnya, didapati seorang anak dengan berani dan tegahnya membunuh orang tua kandung hanya karena tidak dibelikan motor keinginannya, (Tribunews.com, 12/09/2022). Belum lagi anak ribut karena harta warisan, orang tua tega dilaporkan ke pihak kepolisian, (Detiknews, 12/09/2022).

Tidak hanya itu, berita terbaru yang sangat menyita media masa khususnya di Kep. Bangka Belitung yang cukup mengejutkan masyarakat saat ini, adanya kasus pelajar perempuan yang masih duduk dibangku sekolah menegah atas melakukan tindakan diluar dugaan manusia normal dewasa pada umumnya "Open BO"(inewsBabel.id, 12/09/2022). Dimana hal itu dilakukan secara sadar tanpa ada unsur paksaan sama sekali dan yang mengejutkan itu adalah alasannya, "untuk memenuhi kebutuhan ekonomi".

Yang lebih parah lagi dalam hal itu ialah merelahkan harga diri bukan karena tuntutan ekonomi tapi hanya pada keinginan pemenuhan kepuasan nafsu syahwat belaka dari hubungan terlarang itu, tidak mendapatkan apa-apa dari perbuatannya itu kecuali keburukan dan kegelisahan yang akan membayangi dikehidupan sehari-harinya.

Penulis berpendapat seperti di atas bukan berarti perbuatan itu dapat dimaklumi karena suka sama suka atau karena ada upahnya sehingga dampak buruk pasca perbuatan itu dikesampingkan. Tapi yang penulis maksud adalah bagaimanapun bentuk alasanya tetap saja tidak boleh dilakukan tanpa ada ikatan yang sah.

Bahkan dalam ikatan sah saja tidak begitu dianjurkan untuk berhubungan jika belum cukup dewasa dan oleh sebab lain, sebagaimana pada "pernikahan Nabi Muhammad dan Siti Aisyah". Namun anehnya fenomena saat ini yang miris terjadi adalah, sudah tidak ada hubungan pernikahan yang sah, ditambah lagi umur yang relatif masih terlalu muda namun relah hal itu dijajakan.

Padahal dampak yang paling fatal dari perbuatan menyimpang itu, walau begitu sulit menentukan siapa korban dan pelakunya sebab dilakukan karena kerelaan dari keduanya, maka jalan yang bisa dipilih untuk menentukan korban ialah dengan melihat siapa yang paling terdampak dari kejadian itu, maka didapati perempuanlah yang akan menanggung kerugian yang lebih kompleks baik secara pribadi maupun sosial.

Untuk itu dalam menyikapi syahwat yang dianugrahkan oleh Allah pada setiap diri manusia ini dalam pemenuhan keinginan baik yang bersifat spritual dan sosial ekonomi, perlu adannya pengendalian serta membatasi ruang geraknya agar tidak melampaui batasan-batasan yang telah ditetapkan itu.

 Sebab, syahwat tidak boleh melebihi akal dan akal jangan pula melampaui qolbu. Maka syahwat tidak perlu selalu diperturutkan dan juga harus dikendalikan, pengendalian syahwat ini berawal dari mengedepankan akal yang menuruti kebenaran hatinya. Sebab kata hati tidak bisa berbohong walaupun pada saat yang sama tingkah laku berlawanan.

Sebenarnya dalam setiap makhluk Allah menganugrahkan hati yang diletakkan pada bagian dada dan dilindungi oleh kerangka bagian tulang rusuknya. Sebagaimana bunyi hadits dari An-Nu'man bin Basyir ra Nabi Muhammad SAW bersabda "ketahuilah kamu dalam diri manusia terdapat segumpal darah, apabila baik maka baik pulah keseluruhan perbuatanya, apabila buruk maka buruk pulah kelakuanya ketahuilah kamu bahwa itu adalah hati. (Hr. Bukhari dan Muslim)

Lain halnya akal yang hanya terdapat pada manusia walaupun setiap makhluk dapat dipastikan memiliki otak. Posisi letak otak ini memang jauh dari keberadaan seperti hati dan jantung, ia berada pada posisi yang lebih tinggi, tidak jauh dari mata dan telinga, yakni  kepala. Walau begitu, otak dapat lebih rendah dari pada hati ketika bersujud, dan pada saat berbaring posisi otak dan hati sejajar. Maka makna filosofis yang kita dapatkan adalah bagaimanapun keadaan gejolak pikiran dan syahwatmu jangan lupa libatkanlah kata hatimu.

Syahwat bisa saja mengajak pada perbuatan kebaikan dan kejahatan begitu juga otak dapat berpikir baik dan buruk. Sebelum melahirkan suatu perbuatan baiknya kembalikan terlebih dahulu pada perasaan kata hati. Kenapa seperti itu ? Karena disinilah akal dan syahwat berkecamuk ingin berperan, siapa yang hanya mengunakan akalnya saja tanpa kata hati maka ia bisa saja celaka apalagi hanya menggunakan syahwat belaka.

 Sebab siapa yang berakal condong pada kata hatinya maka dia akan menjadi tuan dan syahwat menjadi budaknya. Siapa yang dikendalikan oleh syahwatnya maka ia menjadi budak dari syahwatnya itu sendiri. Bahkan dalam pandangan M. Quraish Shihab (Islam yang Saya Fahami, 11/09/2022), orang yang memperturutkan nafsunya dinilai al-Qur'an menjadikan nafsu sebagai Tuhan atas dirinya dengan merujuk pada QS. al-Furqan: 43 dan QS. al-Jatsiyah: 23

Adapun sebab turunya ayat Jatsiyah: 23 di atas, sebagaimana yang penulis kutip pada tulisan (Muhammad Khirzin, Mengerti Asbabul an-Nuzul, 12/09/2022), diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu al-Mundzir dari Sa'id ibnu Jubair, adalah bahwa orang Quraisy itu memiliki kebiasaan menyembah batu, namun apabila mereka mendapatkan sesembahan yang jauh lebih indah mereka meninggalkan sesembahan yang lama dan menyembah sesembahan yang baru.

Seperti Itulah gambaran orang yang menjadikan nafsu sebagai Tuhannya karena kesesatanya dalam mengikuti kehendak nafsu syahwat belaka dalam beribadah, begitu juga halnya dalam memperturutkan nafsu-nafsu syahwat lainya.

Untuk itu keindahan-keindahan yang kita temukan dan dapatkan didunia ini seperti wanita, harta benda dan lain sebagainya adalah diperuntukkan bagi manusia yang mengemban amanah sebagai khalifah ini, sepatutnya disyukuri dengan menggunakannya sebagaimana tujuan awal ia diciptakan. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam QS. Ali Imran: 14

"dijadikan indah bagi manusia kecintaan kepada aneka syhawat, yaitu wanita-wanita, anak-anak lelaki, harta yang tidak terbilang lagi berlipat-lipat ganda dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik."

 

Menurut M. Quraish Shihab ayat di atas tidak diperjelas siapa yang memperindah ? Itu artinya jika keindahan yang manusia gunakan dan dimanfaatkan yang bertujuan untuk kemaslahatan demi keberlangsungan kehidupan dengan ketentuan syariat, itu datangnya dari Allah. Sebaliknya keindahan yang dapat menyilaukan mata dan melalaikan serta melahirkan kezaliman, keindahan yang tampak itu datangnya dari syaithan, (M. Quraish Shihab, Islam yang Saya Fahami, 11/09/2022)

Agar diri dapat terhindar dari tuntutan nafsu syahwat dari keindahan-keindahan tersebut, maka jalan yang tepat menurut Ibnu Atha'illah dalam buku terjemah yang penulis kutip (Tajul Arus, 12/09/2022) adalah dengan meyibukkan nafsu diri pada ketaatan maka keindahan itu tidak akan mengajakmu pada kemaksiatan dan engkaupun tidak akan disibukkan olehnya.

Nah, dengan adanya akal pada manusia ini supaya dapat berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak lebih jauh, supaya kelakuan kita tidak sama halnya sebagaimana kelakuan binatang pada umumnya. Perhatikan kejelasan lanjutan dari QS. al-Furqan di atas pada ayat 44 yang berbunyi " ... mereka tidak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat jalanya".

Mereka dalam hal ini telah tertutup hatinya dari kebenaran, sekalipun kebenaran telah jelas nampak didepan matanya sendiri, sebab terhalangnya pandangan itu hanya karena lebih mengedepankan syahwatnya dari pada peran akal dan kata hati. Kebodohan yang nyata ini bahkan Allahpun sampai mengatakan mereka itu lebih sesat dari pada makhluk selain mereka itu sendiri.

Agar keindahan itu tidak menyilaukan mata dalam memperturutkannya (terkendali) maka janganlah memisahkan akal, hati dan akhlak terhadap keinginan (syahwat) apapun. Wallahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun