Mohon tunggu...
Junaidi Husin
Junaidi Husin Mohon Tunggu... Guru - Aku menulis karena aku tidak pandai dalam menulis. Juned

Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya. John Garder

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dan Meminimalisir Anak Putus Sekolah

31 Januari 2024   10:40 Diperbarui: 31 Januari 2024   11:05 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sekolah merupakan suatu lembaga yang bergerak di bidang pendidikan dan tempat untuk menempah diri, dengan belajar menggali ilmu pengetahuan dan keterampilan. Juga bagaimana untuk dapat lebih cakap dalam bertutur kata dan beretika Harapanya para pelajar yang telah menamatkan pada sekolah tertentu itu dapat jauh lebih baik dari pada sebelumnya, baik dari segi wawasan keilmuannya maupun dalam sosial bermasyarakat.

Bahkan untuk menunjang semua itu, pada kurun waktu tertentu baik itu fasilitas sekolah maupun para tenaga kependidikan ini selalu di-upgrade, baik dari segi disiplin keilmuan yang membidanginya maupun pada ilmu lain yang dapat mendukung para tenaga pendidik, agar dapat lebih cakap dalam mencerdeskan anak bangsa di tengah dunia pendidikan yang begitu cepat berubah.

Namun di samping itu semua, sekolah dan guru juga dihadapkan dengan berbagai kemungkinan buruk yang akan terjadi terutama bagi para pelajar, seperti putus sekolah yang disebabkan oleh salahnya pergaulan, ekonomi yang kurang mencukupi, faktor perpisahan kedua orang tua dan bahkan ada yang menganggap pendidikan menurutnya tidak begitu penting, serta jangan sampai pulah anak putus sekolah disebabkan oleh kekhilafan/kesalahan guru itu sendiri.

Anehnya, sebagian besar ditemukan anak yang putus sekolah di atas terutama anak-anak SMP dan SMA, penyebabnya bukan karena sebagaimana penulis uraikan di muka seperti tidak mampu, bukan juga karena jarak yang jauh tapi karena mereka telah mengerti dalam mencari uang. Kemungkinan besar hal itu disebabkan oleh pemikiran yang keliru yang menganggap akhir dari sekolah adalah hanya mendapatkan ijazah kemudian bekerja dan menghasikan cuan. Padahal sekolah dan berpendidikan tinggi (berilmu) tidak dapat dinilai dengan uang se-berapapun jumlah nol yang mengikuti di belakangnya.

Sampai saat ini cukup banyak dan muda penulis temukan seperti dengan mendatangi sekolah tertentu. Salah satunya merupakan anak didik penulis sendiri yang dahulunya pada tingkat sekolah dasar, seharusnya saat ini dia telah duduk di kelas tiga menengah pertama. Yang membuat penulis geram adalah orang tuanya telah berpisah disebabkan oleh berbagai permasalahan rumah tangga, di samping itu mereka telah memahami betul berbagai dampak buruk yang akan dialami oleh anak-anaknya kelak. Namun kenapa anak yang sebelumnya telah menjadi korban perpisahannya, kemudian hak anak berupa pendidikan tidak ditunaikan. Tidak ada kata yang tepat bagi anak tersebut, kecuali "sudah terjatuh tertimpah tangga pulah".

Untuk itu, dalam menyikapi berbagai faktor di atas seharusnya setiap tenaga kependidikan lebih peduli dan pekah akan permasalahan tersebut, lebih-lebih orang tua dari pada anak itu sendiri. Siapapun akan sangat kasihan bila berjumpah dengan anak yang tidak melanjutkan pendidikanya atau berhenti di tengah jalan hanya karena faktor tersebut. Dan yang sangat menyita perhatian penulis adalah, anak masih semangat berkeinginan untuk sekolah tapi kedua orang tua justru tidak begitu mendukungnya hanya disebabkan oleh salah satu atau sebagian faktor di atas.

Dampak Buruk

Tentunya hal ini akan berdampak buruk bagi masa depanya, jangankan nanti, saat ini saja mereka sudah malu/minder untuk bertemu dengan teman yang pernah menjadi teman sekelasnya dahulu. Akhirnya anak yang putus sekolah ini akan bergaul dengan anak-anak yang sama seperti dirinya, untung jika berteman dengan mereka yang memiliki pergaulan baik, namun fakta yang ditemukan sebagaimana pada umumnya, mayoritas anak putus sekolah bergaul dengan anak-anak "maaf" yang memiliki kelakuan kurang baik.

Itu artinya, apa yang telah dialami oleh orang tua kemungkinan anak akan mengalami hal yang sama. Sebab jika melihat pergaulan mereka yang sangat jauh menyimpang bahkan mungkin ada sebagian kebablasan, disamping itu mereka sebagai orang tua sepertinya tidak ambil pusing bagaimana nasip kedepan anak-anaknya. Maka kemungkinan besar "semoga saja tidak terjadi", nasip buruk yang telah dialami oleh orang tua yang seharusnya putus sampai pada mereka, malah terus berlanjut dan diturunkan kepada anaknya sendiri. Padahal seharusnya sebagai orang tua yang baik, bagaimanapun keadaanya berusahalah semampunya agar anak di masa depan jauh lebih baik dari pada kita sebagai orang tuanya saat ini, bukankah kita telah lebih dahulu mencicipi asinya garam dan menghirup pahitnya kopi ?

Dari kasus di atas baik kita sebagai orang tua, pemikir, pemangku adat maupun pemerintah yang memiliki kewenangan yang jauh lebih besar. Seharusnya tidak hanya mendata berapa jumlah anak putus sekolah saja, apa faktor yang membuat mereka tidak atau enggan bersekolah. Tapi bagaimana upaya atau peran efektif pemerintah itu sendiri dalam memberi solusi kepada mereka yang sebelumnya enggan kemudian dapat berupa pikiran, syukur apabila mereka dapat melanjutkan kembali pendidikanya.

Sebab, penulis atau siapapun jika melihat diri berdasarkan pada pengalaman masing-masing pasti belum puas dengan pencapaian saat ini, sebagaimana hemat penulis berikut. Saat ini mereka, layaknya sebagai anak-anak yang belum memahami betul betapa pentingnya pendidikan di masa depan nanti. Tetapi mereka baru akan meyesalinya ketika mereka sudah beranjak dewasa. Maksud penulis adalah, kita yang telah lebih dahulu dan bahkan berpindidikan saja, masih ada penyesalan, paling tidak menyesal karena di waktu sekolah tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Nah, kita yang telah berpendidikan saja masih ada penyesalan, apalagi bagi mereka kelak yang saat ini putus sekolah.

Memang sangat tidak mudah untuk mengajak mereka kembali mengeyam bangku sekolah, di samping orang tuanya saja tidak begitu ambil pusing apalagi kita sebagai orang asing yang bukan siapa-siapa menurutnya itu. Bahkan bisa saja mereka berkata dengan mudanya "itu bukan urusan kalian". Tapi itulah tantangannya bagi kita sebagai tenaga kependidikan dan pemerintahan untuk terus berusaha agar kejadian serupa dapat diminimalisir.

Sebetulnya banyak cara dan solusi, tapi mungkin hanya sebatas ide pemikiran saja yang tidak tertuang, sebab ketidaktertuangan itu karena tidak ada wadah yang siap menampungnya, atau bisa saja ada wadahnya namun tidak begitu menerima yang akan dituangkan itu. Alhasil ide lagi-lagi hanya sebatas angan-angan belaka tanpa realisasi nyata. Kenapa seperti itu ? Karena bisa saja hal itu tidak bisa diusahakan secara individual dan sangat membutuhkan kerja sama dari berbagai unsur yang terkait. Seharusnya yang terlibat membuka diri dan memberikan ruang mengingat hal itu mungkin saja tidak bisa diusahakan secara mandiri. Sebab hal ini bukan hanya tanggung jawab guru sebagai tenaga pendidik tapi juga unsur dan pihak lain yang terlibat baik vertikal maupun horizontal. Sebab begitu pentingnya pendidikan tidak hanya hak bagi setiap anak bangsa namun juga merupakan kewajiban bagi setiap individu.

Miris rasanya jika melihat data pada tahun 2021 yang lalu, sebagaimana yang penulis lansir dari laman (Pos Belitung.co/20/10/2022), berdasarkan pendataan Dinas Pendidikan Belitung Timur, anak yang drop out tingkat SMP berjumlah 120 siswa dan pada tingkat SMA 160 siswa. Belum lagi ditambah anak yang putus sekolah pada tingkat dasar, maka bila dikalkulasikan kurang lebih berjumlah 300-an anak putus sekolah. Hal ini tidak hanya untuk diketahui saja tapi juga harus ditindaklanjuti bersama.

Mungkin menurut sebagian orang masih dapat dimaklumi karena melihat jumlahnya cukup sedikit jika dibandingkan dengan anak yang putus sekolah di kota besar lainya. Namun jika melihat jumlah penduduk Belitung Timur yang tidak begitu padat maka jumlah putus sekolah di atas sangat memprihatinkan. Masalahnya bukan dapat dimaklumi atau tidak, juga bukan pada banyak dan sedikitnya tapi begitu pentignya pendidikan yang berkeadilan.

Pentingnya Ilmu Pengetahuan

Ketahuilah bahwa, Agama Islam sangat menaruh perhatian tinggi terhadap dunia pendidikan dan beserta kemulian-kemulian yang melekat pada mereka yang memperhatikan pendidikan dan keilmuan tersebut. Sebagaimana semua itu dapat tergambar pada bunyi mahfuzhat (kata mutiara) yang tidak asing lagi bagi pelajar terutama bagi santri, sebagaimana bunyi berikut ini "kalaulah bukan karena ilmu manusia akan seperti binatang," begitu juga seperti hadits nabi Muhammad SAW, "menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim" (HR. Ibnu Majah). Bahkan Allah SWT pun berjanji akan mengangkat beberapa derajat bagi orang yang beriman dan berilmu pengetahuan. Jelasnya baca al-Qur'an Surah Al-Mujadalah ayat 11.

Adapun maksud kata mutiara, hadits sampai pada ayat al-Qur'an di atas kita semua dapat dengan muda memahami dan memaknainya walau hanya sebatas tekstualnya saja, ternyata pendidikan dan berilmu pengetahuan sangatlah begitu penting dan bermanfaat. Bukankah segala sesuatu itu ada ilmu dan caranya, bahkan ilmu itu sendiri sampai menjadi pembeda antara manusia dengan binatang. Bukankah hal yang kelihatan sepeleh menurut sebagian orang, seperti halnya berwudhu' sesaat sebelum shalat didirikan. Kalau tidak sesuai dengan rukunnya atau tidak memenuhi salah satu syaratnya maka wudhu' bisa saja tidak sah dan batal. Bagaimana kita mengetahui wudhu' dirasa benar dan dapat diterima ? Kecuali telah memahami ilmunya. Begitupun dengan hal-hal lain.

Usaha dan Upaya

Sebetulnya sudah banyak yang dilakukan oleh pemerintah dalam meminimalisir anak yang putus sekolah ini. Salah satunya sebagaimana usaha dan upaya yang telah dilakukan oleh Kepala Dindik Belitung Timur yang patut diapresiasi, walaupun salah satunya masih dalam tahap wacana. Menurutnya ada dua solusi, baik jangka pendek maupun jangka panjang namun dalam hal ini penulis hanya akan menuangkan jangka panjangnya saja. Terangnya dalam menekan dan pencegahan anak putus sekolah ini pemerintah akan mendirikan UPT Pendidikan Non Formal Negeri yang akan menyelenggarakan berupa pendidikan paket bagi anak yang tidak menamatkan sekolah tersebut. (Pos Belitung.co/20/10/2022)

Begitu juga upaya yang dilakukan oleh satuan pendidikan berikut yang patut dicontoh, seperti SMA Negeri 1 Damar yang baru-baru ini telah mengadakan kegiatan Pelatihan Dasar Kepemimpinan dengan menggandeng pemuda DPD KNPI. Sama halnya yang dilakukan oleh SMA Negeri 1 Simpang Pesak yang bekerja sama dengan Kementerian Agama guna pembinaan mental dan spritual bagi anak didiknya, agar mereka lebih semangat lagi berkreatifitas, berinovasi dalam belajarnya, selain dari pada itu semua tujuan dari pembinaan ini juga untuk mencegah anak putus sekolah yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti halnya di atas. (Beltim News/21/10/2022).

Agar semua program yang ada itu terus berlanjut dan dapat diikuti bagi instansi lainya, serta yang baru berupa wacana dapat segera terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Maka kita sebagai orang tua tidak hanya tenaga kependidikan saja, tapi juga dari penggiat seni maupun tokoh agama, pemangku adat, ormas dan lain-lain. Sudah sepatutnya bersyukur dengan cara mendukung program tersebut sesuai kemampuan masing-masing diri, seperti mensosialisasikan kepada mereka (baik bagi pelajar saat ini maupun anak yang telah putus sekolah), bahwa pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan bagi hidup dan berkehidupan mereka, atau paling tidak berupaya seperti yang penulis lakukan sebagaimana yang ada di tangan anda saat ini, walaupun dirasa belum cukup sempurna namun lebih baik dari pada tidak berbuat apa-apa. Wa Allahu A'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun