Mohon tunggu...
Junaidi Husin
Junaidi Husin Mohon Tunggu... Guru - Aku menulis karena aku tidak pandai dalam menulis. Juned

Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya. John Garder

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Menyikapi Permasalahan dan Memilih Untuk Bertahan

2 Februari 2024   07:02 Diperbarui: 2 Februari 2024   07:38 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Seyogyanya pernikahan dan berumah tangga yang diawali dengan ijab dari wali mempelai perempuan, yang menyerahkan tangung jawab kepada calon suami anaknya, dan qabul yang terucap dari mempelai pria itu. Seharusnya tidak hanya bersedia menerima kelebihanya saja, namun juga segala kekurangan serta yang paling penting bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan haknya, begitupun sebaliknya.

Ditambah lagi mereka harus belajar untuk saling memahami dalam menjalani apa yang telah menjadi hak serta kewajiban masing-masing pasangan, agar tujuan dari pernikahan yang dimaksud dapat tercapai, agar roda kehidupan rumah tangga yang mereka jalani itu dapat berputar pada jalan walau dirasa berlobang nan menanjak.

Sebab, permasalahan tidak akan pernah luput dari kehidupan dan tidak sirna oleh waktu, kecuali maut memisahkan ruh dari raganya. Apalagi dalam pernikahan, tidak jarang didapati perselisihan, seperti cekcok yang dimulai dari salah faham tanpa berkesudahan yang akhirnya timbullah rasa kekecewaan terhadap pasangan.

Memang, kekecewaan dan kesedihan ini tidak diharapkan oleh siapapun bagi setiap pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan, jauh sebelum akad berlangsung saja kita menaruh harapan besar pada pasangan dengan mempercayai memilihnya menjadi mitra (partner) agar dapat memberikan ketenangan.

Hal yang wajar, bila setiap pasangan mengharapkan kebahagian. Bahkan kita pun jauh sudah bermimpi dan berandai-andai menjadi seorang suami yang selalu disuguhkan minuman disaat haus, serta disambut dengan senyuman manisnya ketika pulang dari bekerja (dilayani).

Begitupun perempuan, juga berkhayal menjadi istri yang selalu diratukan oleh suami, dipuja-puji, disanjung dan selalu diperhatikan dengan sikap penuh romantisnya (dimanja). 

Keinginan mendapatkan kebahagian ini, seperti berharap perhatian dan kasih sayang dari pasangan, walau sekedar hanya menanyakan kabar atau hanya sekedar bertanya sedang apa, terkadang pasangan diketahui berbohongpun tidak mengapa jika niatnya agar senyuman kita/pasangan terlihat lebih manis dari pada sebelumnya.

Namun ternyata dugaan itu semua jauh panggang dari api, berbeda jauh dari apa yang telah dibayangkan sebelumnya. Bukan kebahagian yang didapati namun kekecewaan yang menyelimuti, ditambah lagi mertua yang selalu bersikap tidak adil dan juga membeda-bedakan serta ipar selalu ikut campur, merasa punya hak kendali namun tidak mengerti dengan keadaan yang sebenarnya.

Berbagai permasalahan di atas hampir selalu ada menghiasi dalam setiap kehidupan berumah tangga, seperti yang tergambar dalam (QS. Al-Ankabut: 2) dan (QS. al-Baqarah: 155). Uniknya faktor permasalahan ini juga bisa saja timbul dari hal yang amat sepeleh dan hal itu ada saja diluar nalar logika kita. Bahkan persoalan itu bisa menjadi pemicu terjadinya perpisahan.

Nah, adapun cara menyikapi berbagai masalah tersebut agar rumah tangga tetap harmonis dan bisa bertahan bersama serta tidak ada yang melompat atau dilempar dari biduk yang sedang dihantam badai itu. Tentu dalam hal ini setiap pasangan lebih mengetahui dan memiliki cara tersendiri dalam menyikapi permasalahan tersebut. Seperti:

Pertama, saling memahami, pengertian dengan keadaan kekurangan masing-masing pasangan. Menurut seorang pakar hubungan yakni Charles J Orlanda yang penulis kutip dari (Fimela.com, 18/09/2022), menyebutkan jika pasangan yang saling mengerti dengan keadaan masing-masing akan membuat keduanya senantiasa bahagia. Maka akan jauh dari masalah.

Kedua, selalu bersikap terbuka terhadap pasangan sekecil apapun itu, agar pasangan tidak merasa kehadiranya tidak dipandang sebela mata. Juga saling menguatkan, seperti dukungan dan apresiasi dapat menimbulkan percaya diri dengan begitu pasangan akan merasa memiliki patrner dan tidak merasa diacuhkan, maka masalah bisa saja diatasi.

Ketiga, jika ada permasalahan yang amat pelik, maka cobalah merubah pola pikir, seperti jangan menganggap masalah itu suatu momok menakutkan, namun hadapi dengan berpikir positif, seperti berpikir masalah itu akan membawa kebaikan, jika sudah berpikir seperti itu insyallah kita akan lebih tenang dalam mengahadapinya. Bukankah Allah selalu bersama prasangka kita ?.

Keempat, jangan saling mensalahkan dan memojokkan, jangan merasa diri paling benar sendiri. Sebab, ego yang lebih ditonjolkan dalam menyikapi permasalahan hanya akan melahirkan permasalahan baru, alih-alih menyelasaikan masalah malah akan bertambah lebih rumit.

Kelima, jangan lari dari masalah (putus asa) sekuat apapun dihindari jika itu takdirnya, maka siap tidak siap akan dirasakan, maka hadapi saja. Tanamkan dalam hati dengan penuh keyakinan bahwa setiap permasalahan bisa dilalui dan ada solusinya, dengan tetap berhusnuzhan bahwa masalah tersebut di atas kemampuan kita. Sebagaimana dijelaskan dalam (QS. al-Baqarah: 286).

Keenam, meyakini berbagai permasalahan baik kekecewaan dari pasangan, maupun permasalahan itu datang dari luar rumah tangga seperti yang penulis singgung di atas, semuanya sudah menjadi ketetapan Allah walau terkadang disebabkan ulah tangan sendiri, walaupun begitu tetap pasrahkan kepada Tuhan dalam menghadapinya.

Kendati demikian, dengan berbagai solusi dalam menyikapi permasalahan tersebut sebagaimana telah diuraikan di atas, baiknya juga jangan melupakan komitmen bersama pada awal hendak melakukan pernikahan itu.

Komitmen pada pernikahan menurut pemahaman penulis, adalah memegang teguh janji suci, seberat apapun masalahnya tetap berusaha hindari perpisahan atau jika pasangan hendak melompat dari biduk karena sulitnya pelayaran, semampunya tetap tahan dan jangan lepaskan  serta selalu berikan harapan.

Tidak kalah penting juga, jangan memahami dan memaknai ujian yang konotasinya hanya pada masalah yang bersifat seperti duka, kecewa, dan sengsarah saja. Suka dan bahagia dalam rumah tangga juga termasuk ujian, seperti yang dijelaskan dalam (QS. al-Abiya: 35). Lagipula ujian yang lebih berat itu adalah kesenangan.

Biasanya orang akan ingat pada Tuhan ketika berduka, namun lupa padaNya disaat suka bahkan terhadap keluargapun begitu, dan ini banyak terjadi. Padahal manifestasi dari ujian itu semua, seberapa jauh kita bersyukur ketika keadaan bahagia dan bersabar dalam keadaan kecewa.

Baiknya pernikahan yang tak seindah ijab qabul menurut pandangan sebagian orang itu, dengan berbagai kesedihan dan kekecewaan tersebut, harusnya dijadikan sebab untuk meraih pahalah, serta jadikan sentuhan ruhani yang akan memberikan warna dalam kehidupan berumah tangga. Lagipula bahagia tidak selamanya, kecewapun segera sirna, maka ikhlaskan saja semuanya akan bernilai ibadah. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun