Mohon tunggu...
Junaidi Husin
Junaidi Husin Mohon Tunggu... Guru - Aku menulis karena aku tidak pandai dalam menulis. Juned

Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya. John Garder

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bukan Asal Menikah dan Berpisah Bukan Asal-Asalan

29 Januari 2024   11:53 Diperbarui: 12 Februari 2024   08:03 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Lagi dan lagi kabar itu mencuat, mengisi halaman dunia maya maupun nyata yang telah berlabuh di berbagai platform media. Sudah begitu banyak disaksikan oleh sepasang mata dari berbagai latar belakang berbeda yang memberikan tanggapan serta kritikan.

 Ada yang mendukungnya dengan memberikan kata-kata motivasi, juga ada yang mengomentari dengan kata-kata penuh kritikan lagi mencaci, namun tidak sedikit juga komentar yang berada di antara keduanya, yakni tidak setuju dengan perihal kejadian itu tetapi juga tidak menghalangi pilihan putusan tersebut.

Masalahnya juga itu-itu lagi, bukan hal baru masih sama seperti yang dahulu, entah ini penyebabnya karena ikut-ikutan atau karena hal itu sudah menjadi suatu kebiasaan orang-orang dahulu, yang kemudian bagi orang-orang saat ini mengangggap hal itu biasa-biasa saja yang kemudian menurutnya tidak salah untuk ditiru. Mungkinkah ? Ini sangat aneh tapi juga begitu nyata.

Anehnya adalah permasalahan ini merupakan permasalahan klasik yang entah kapan ujung selesainya, dan nyatanya adalah penyebab permasalahan ini terjadi dari hampir setiap kasus, pokok utamanya adalah ekonomi yang belum mencukupi yang akhirnya timbullah perselisihan yang tiada berkesudahan itu. Tetapi menurut pandangan penulis dari sekian banyak kasus tersebut, yang berkata disebabkan oleh cekcok itu benar adanya. 

Namun terkadang hal ini terlalu dibesar-besarkan bahkan dijadikan sebuah alasan demi memuluskan niat sebelumnya. Padahal ada kemungkinan besar masalah tersebut masih dapat disikapi terlebih dahulu, kecuali memang berniat hendak berpisah dan mencari yang baru. Nauzubillahi min zalik.

Dari setumpuk kasus yang terjadi  di Provinsi Kep. Bangka Belitung ini, sebagian besar dilakukan oleh perempuan, dalam hal ini istri yang menggugat cerai suami atau peceraian yang diminta pihak istri itu telah menyentuh angka 2.249 perkara, yang telah melampaui angka di tahun 2021 yakni 2.057 perkara. 

Sementara cerai talak dari permintaan suami pada angka 740 kasus dan di tahun 2021 pada angka 632 perkara. Dari data ini dapat dilihat adanya peningkatan perkara peristiwa perceraian dari tahun ke tahun, baik itu gugat cerai dari pihak istri maupun cerai talak yang dilayangkan pihak suami. Dikutip dari (Bangkapos).

Dari sekian banyaknya perkara di atas yang dalam hal ini istri yang menggugat suami itu, sebagian besar dilakukan oleh orang-orang yang relatif masih muda yang belum masuk dalam kategori berpengalaman dan juga belum cukup berpengetahuan, serta mereka dalam kategori ini berpikirnya belum cukup dewasa atau matang, apalagi perempuan kadar emosinya jauh lebih dominan dari pada laki-laki, yang mudah sekali mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. 

Lagipula mereka berdua dari jenis yang berbeda yakni laki-laki dan perempuan, yang sudah barang tentu memiliki kecenderungan sifat alami yang tidak sama. Nah, perselisahan dan cekcok itu sudah pasti akan terjadi, bahkan yang sudah berumah tangga yang telah memiliki kepala limapun terkadang begitu, apalagi bagi mereka yang masih relatif muda itu. Ditambah lagi dengan persoalan ekonomi yang hampir setiap harinya kebutuhan hidup tidak tercukupi.

Kendati demikian, jangan menutup mata terlalu rapat bahwa tidak sedikit juga yang mengalami persoalan yang sama bahkan ada yang lebih miris lagi keadaan permasalahan hidupnya, tetapi faktanya tidak sampai pada keputusan yang harus memilih menjalani hidup masing-masing (berpisah). 

Menurut orang yang awam, ini juga "aneh" tapi nyata, anehnya adalah memilih bertahan dan terus berjuang untuk memperbaiki kekurangan yang ada di atas berbagai ujian yang datang silih berganti, padahal agama menyediakan pintu (percerian). Faktanya adalah bisa jadi menurut mereka yang berjuang dan bertahan itu dianggap sebagai suatu keanehan bagi orang yang muda putus asa itu, padahal bagi mereka yang faham agama itu, perpisahan bukan satu-satunya solusi dan menikah bukanlah coba-coba.

Apakah semua itu sudah takdirNya? Jelas ini adalah takdir, sebab tidak ada peristiwa kejadian di dunia ini tanpa takdir (kadar/ukuran/ketetapan) Allah. Namun terkadang kebanyakan dari manusia itu keliru dalam memahami arti dan makna takdir sesungguhnya. Bahkan takdir dijadikan kambing hitam atas keputusan yang mereka pilih, dengan berucap "ini sudah takdirnya". 

Menurut hemat penulis ini adalah sebuah ucapan pembelaan diri atas mereka yang memang hendak memilih untuk berpisah/berpaling, yang seolah-olah dirinya tidak terlibat dalam keputusan itu, yang mengganggap dirinya tidak ada kemampuan untuk memilih atau membela diri dari peristiwa itu, ini jelas pandangan keliru. Tetapi ketika ia mendapatkan kebaikan enggan berkata "ini takdir" bahkan dengan mudah berkata "ini usaha tanganku".

Jika pandangannya sebagaiamana kekeliruan yang telah disebut di atas maka pertanyaan adalah bagaimana dengan pasangan kita saat ini yang menjadi pilihan utama dari banyaknya calon pasangan yang ada sebelumnya, apakah hanya berdiam diri tanpa ada usaha mencari/memilih ? Tentu tidak. Padahal sebelumnya saja dengan mudah berkata jodoh itu takdir.

Itu artinya manusia mempunyai kemampuan untuk memilih dari berbagai takdir yang telah ada, tetapi itu hanya di dalam ruang lingkup batasan takdir Allah dan itupun dibatasi oleh takdir kemampuan kita sebatas manusia. Maka berpisah atau tetap bertahan itu adalah kehendak dirimu yang memilih jalan itu, jangan menyalahkan Allah dan mengkambing hitamkan takdir, lagipula manusia dikarunia takdir berupa kebebasan dalam memilih (taat atau ingkar). Maka apapun bentuk dampaknya yang akan dirasakan dari semua itu, juga dinamai takdir.

Kembali pada pokok permasalahan yang ada. Terkait dengan percerian ini, dalam agama Islam memang dibenarkan, ia merupakan solusi dari sepasang kekasih yang betul-betul rumah tangga mereka tidak bisa lagi untuk dipertahankan, dengan kata lain lebih banyak mudharatnya jika harus tetap bersama, namun hal ini harus didasari dengan kejujuran hati, tanyakan padanya dan dengarkan bisikannya, bukan memperturutkan nafsu yang menggiring menghendaki agar perpisahan itu terjadi. Akal bisa saja berkata ingin berpisah namun hati terkadang lebih kuat menolaknya, namun nafsulah yang cenderung menggiring berpisah itu terjadi.

 Perlu diingat! jangan jadikan perceraian ini satu-satunya solusi, perceraian ini baru bisa ditempuh jika kedua belah pihak yang berseteruh itu telah berusaha sekuat tenaga dengan disertai kesungguhan dan ketulusan untuk tetap mempertahankan rumah tangganya dengan mengesampingkan ego masing-masing diri, tidak membela diri merasa yang paling benar juga tidak menilai pasangan yang lebih bersalah. Tanamkan dalam diri masing-masing dengan penuh keyakinan bahwa rumah tangga kecil ini masih bisa dipertahankan dan diperbaiki dengan melibatkan Allah, yang sebelumnya telah dilandasi dengan keridhaan bahwa permasalahan ini adalah ujian dariNya yang tidak mungkin melampaui batasan kemampuan diri.

Namun jika permasalahan itu tidak kunjung selesai dan terus berlarut, maka solusi yang bisa dilakukan dengan meminta petuah atau nasihat kepada orang yang ahli dalam hal ini, seperti kyai/toko agama yang keilmuan dan keshalihannya betul-betul tidak diragukan lagi, tentu yang dapat bersikap adil lagi bijak. Namun jika permasalahan tersebut belum kunjung selesai maka kedua orang tua dari kedua pasangan itu harus ikut andil, yang sebelumnya telah diketahui bahwa suami dari pada keluarga bermasalah tersebut bersedia untuk dicampuri, namun dengan catatan bukan membela anak masing-masing dan menyalahkan menantu, jelas ini salah. Bukankah perceraian di atas juga banyak terjadi disebabkan oleh orang tua/ipar yang ikut campur namun kurang bijak lagi tidak adil.

Dalam hal ini tujuan hadirnya kedua orang tua baik dari pihak suami maupun istri adalah untuk membantu menyelesaikan/menyikapi permasalahan mereka, mencari solusi bukan menambahi permasalahan yang telah ada apalagi memperkeruh keadaan. Disinilah kebijaksanaan orang tua sangat diharapkan, tentu ikut campur ini ada batasannya, jangan sampai terlampau jauh mencampuri, sebab ada batasan yang harus dijaga agar suami dari keluarga yang lagi bermasalah tersebut tidak merasa digurui dan dimusuhi.

Jika berbagai usaha dan solusi sudah dilakukan sebaik mungkin dibuktikan dengan kesungguhan baik jasmanai maupun ruhani, selanjutnya serahkan kepada Allah dan bertawakkallah. Tentu dibarengi dengan memperbaiki nilai-nilai spritual dalam diri yang mungkin selama ini kurang diperhatikan, lagipula kebutuhan ruh juga harus dipenuhi agar diri lebih tenang dan bijak dalam menghadapi permasalahan hidup.   

Rumah tangga yang sempurna itu bukan tanpa masalah dan selalu kelihatan bahagia, bukan. Tetapi rumah tangga yang ideal dan hebat lagi sempurna adalah yang dapat bertahan dan selalu berusaha bersama menyikapi permasalahan yang ada. Itu artinya tidak memudahkan untuk mengambil keputusan berpisah. Namun begitu berpisah tidak boleh ditutup rapat-rapat sebagaimana halnya poligami, keduanya adalah jalan atau pintu yang sewaktu-waktu dapat dibuka pada kondisi dan bagi orang tertentu pulah, yang telah memenuhi syarat-syarat bagi mereka yang dalam kondisi tertentu itu. Begitupun menikah juga ada syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Maka Bukan Asal Menikah dan Berpisah Juga Bukan Asal-asalan. Wa Allahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun