Mohon tunggu...
Junaidi Husin
Junaidi Husin Mohon Tunggu... Guru - Aku menulis karena aku tidak pandai dalam menulis. Juned

Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya. John Garder

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Mertua Toxic, Bahaya bagi Rumah Tangga dan Tips Menghadapinya

24 November 2023   19:41 Diperbarui: 2 Desember 2023   19:50 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menua bersama.(Freepik/Rawpixel.com via Kompas.com)

Berumah tangga tidak hanya mempertemukan dan menyatukan suami dengan istri, tetapi juga mempertemukan suami dengan keluarga besar sang istri, begitu pun sebaliknya. 

Dalam hal ini tentunya sebagai menantu akan berhadapan secara langsung dengan keluarga mertua dan itu sudah pasti menjadi pengalaman yang cukup menegangkan juga seharusnya menyenangkan. 

Terkadang proses penyesuaian untuk meleburkan diri di dalam keluarga mertua itu tentu tidak semudah yang kita bayangkan, sebagaimana yang telah kita harapkan bahkan jauh sebelum tenda pernikahan itu terpasang.

Tahapan dan proses pengenalan diri ini tidak hanya memerlukan waktu yang cukup lama, juga kesabaran yang dalam dan kelapangan hati yang luas. Sebab sebagai seorang menantu yang baru saja hadir di tengah-tengah keluarga yang sama sekali asing dan tidak begitu mengenali satu sama lain, bahkan terhadap pasangannya sendiri pun begitu. 

Maka sudah barang tentu ketika berhadapan dengan mertua yang telah menantu anggap sebagai orangtua sendiri pun penuh dengan rasa kecanggungan. 

Hal ini disebabkan oleh kebiasaan, sikap, dan sifat yang mungkin jauh berbeda atau tidak ada kesamaan sama sekali dengan kebiasaan sifat dan sikap sebagaimana keluarga mereka di rumah. Itu artinya menantu harus betul-betul cermat dalam menyikapi situasi seperti ini.

Penulis yakin setiap diri selalu berharap tidak hanya mendapatkan pasangan yang baik, juga sangat berharap mendapatkan mertua yang baik pula, agar rumah tangga yang baru saja berlangsung itu dapat dibangun dan dibina jauh lebih mudah untuk menjadikan keluarga yang menyenangkan. 

Lagipula siapa sih yang tidak menginginkan dan memiliki keluarga baru yang baik hatinya. Penulis rasa kita semua berharap begitu.

Namun tidak semua menantu seberuntung itu, tidak semua menantu mendapatkan mertua yang dapat menerima kehadiran dirinya sebagai seorang suami ataupun istri dari anak kandung kesayangannya itu. 

Banyak kasus penulis temukan bahkan terkadang peristiwa itu dialami oleh tetangga kita sendiri. Ada banyak hal yang menjadi penyebab menantu tidak begitu diterima bahkan tidak jarang dihina.

Padahal sebagai seorang istri apalagi seorang suami adalah kepala keluarga, tentu saja memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk menjaga rumah tangga mereka agar tetap harmonis. 

"Alih-alih berupaya membangun rumah tangga yang bahagia, sedangkan dari mertua itu sendiri menunjukkan sikap dan sifat yang menjatuhkan harga diri sang menantu". Mungkin ini jerit hati mereka yang sedang galau itu.

Kenali Sikap dan Sifat Buruk Mertua dan Dampaknya

Nah, karena perbedaan kebiasaan ataupun pola pikir dan prinsip antara mertua dan menantu ini, memang kerap kali menemui berbagai permasalahan yang bisa saja mengkhawatirkan keberlangsungan rumah tangga anak mereka itu sendiri. 

Sebagaimana penulis sebut di atas banyak hal penyebab mertua tidak menerima kehadiran menantunya, hal ini dapat diketahui dari sikap dan sifat mertua yang tidak begitu hangat kepada sang menantu.

Penyebabnya cukup beragam, mulai dari menantu terlahir dari keluarga yang sangat sederhana seperti ekonomi yang kurang mencukupi, selain itu juga karena sang menantu memiliki orangtua bukan dari keluarga yang terpandang. 

Dari sinilah biasanya akan lahir benih-benih kebencian mertua kepada sang menantu seperti, merendahkan harga dirinya karena tidak berpunya, membandingkan menantu dengan menantu yang lainnya yang lebih mapan taraf hidupnya, bahkan ada yang sampai membicarakan aib menantu dan memfitnahnya.

Pada akhirnya karena mertua merasa lebih tinggi posisi kedudukannya, merasa lebih baik dan berpengalaman itu, kemudian yang terjadi adalah mertua tidak sungkan dan tiada rasa malu untuk mencampuri urusan rumah tangga anaknya. 

Sebetulnya ini wajar terjadi, namun sayangnya cara yang digunakan itu tidak tepat. Masih banyak lagi kelakuan buruk mertua yang dapat mengancam keharmonisasian rumah tangga, di antaranya suka menyindir dengan maksud mempermalukan menantu di depan orang lain, juga dengan sengaja mengoreksi menantu dengan nada yang menyakitkan.

Inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap pasangan, sudah banyak contoh rumah tangga dengan sangat berat hati harus bubar karena suami istri sering terjadi konflik, disebabkan oleh campur tangan mertua namun tidak dengan bijaksana dan juga tidak adil, serta ipar bak pahlawan kesiangan namun tidak mengerti dengan situasi dan keadaan, niatnya ingin menengahi malah sebaliknya. 

Namun begitu, janganlah sampai perpisahan itu juga terjadi pada keluargamu. Berikut cara ataupun tips yang bisa kamu terapkan untuk menghadapi mertua yang toxic agar rumah tanggamu tetap baik-baik saja dan hubungan dengan mertua tetap terjalin harmonis.

Tips dan Trik Dalam Menghadapi Mertua Toxic

Pertama, jangan tinggal serumah dengan mertua. 

Biasanya pasangan muda yang baru saja menikah, ada tradisi yang mengharuskan mereka harus tinggal serumah dengan mertua walaupun itu tidak terlalu lama sekitar dua minggu bahkan ada yang sampai satu bulan. 

Itu sudah cukup untuk berinteraksi lebih intim dengan keluarga mertua agar dapat mengenali bagaimana sifat dan karakter mereka. 

Bahkan ada mertua yang dengan sengaja memaksa agar anaknya yang baru menikah itu tetap tinggal di rumahnya untuk lebih lama lagi, alasannya mereka belum cukup siap untuk hidup berjauhan dari anak perempuannya.

Bagi seorang perempuan ini memang pilihan cukup berat, di satu sisi sebagai seorang anak dituntut harus berbakti dan menghormati orangtua, namun disisi lain ia juga menyadari bahwa dirinya saat itu telah menjadi seorang perempuan yang berstatus sebagai istri, yang mana segala tugas dan tanggung jawab sebelumnya yang diemban oleh orang tuanya kini sepenuhnya telah berpindah di pundak suaminya.

Bagaimanapun kondisi mereka, tetap saja sebagai pengantin baru sangat mengharapkan kehidupan rumah tangganya tidak melulu bergantung kepada kedua orangtua mereka, seperti memiliki tempat tinggal atau kediaman sendiri walaupun untuk sementara waktu tinggal dikontrakan yang sangat sederhana sekalipun. 

Tujuannya agar mereka dapat belajar hidup lebih mandiri tanpa ketergantungan kepada orang tua maupun mertua.

Hal ini menjadi pilihan bukan lantaran karena benci terhadap sikap buruk mertua, namun sikap itu diambil untuk menghindari terjadi konflik antara menantu dan mertua kedepannya. 

Sebagaimana penulis singgung di atas sering terjadi kekisruhan antara suami istri yang hanya masalah sepele namun menjadi besar lantaran mertua ikut campur namun tidak bijak. 

Oleh sebab itu sebagai orangtua yang telah menjadi mertua hendaknya sebisa mungkin menghindari mencampuri urusan rumah tangga anak menantunya. Sah-sah saja mengawasi ataupun mengarahkan akan tetapi sewajar dan seperlunya saja jangan sampai melampaui batasan.

Bahkan jika menantu memilih tinggal di rumah mertua sekalipun, tetap saja bila didapati anak kandung sedang bertengkar dengan menantu, mertua harus tahu diri bahwa mereka tidak patut mencampurinya. Biarkan saja, agar mereka dapat belajar lebih dewasa dalam mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. 

Namun beda halnya jika menantu meminta saran dari mertua maka boleh ikut mencampuri akan tetapi sifatnya hanya pada menasihati ataupun mengarahkan dengan bijak juga adil bukan sebaliknya memperkeruh keadaan. Itu artinya selain menantu yang pandai bersikap juga dibutuhkan mertua yang bijaksana.

Kedua, sebisa mungkin menghindar dari mertua. 

Jika mertuamu termasuk tipe yang arogan dan mau menang sendiri bahkan keras kepala seperti yang penulis sebut di muka, maka menghindar bisa menjadi pilihan yang cukup efektif. Menghindar yang dimaksud bukan membalikkan badan ketika melihat mertua, apalagi sampai tidak menjalin komunikasi dengannya. 

Namun tetap berinteraksi dengan mereka hanya saja jangan terlalu terbuka juga jangan terlalu melibatkan mertua atas segala sesuatu yang berkaitan dengan privasi rumah tangga. Hal ini secara perlahan akan membatasi gerak-gerik mertua yang ingin menyetir dan mengendalikan kemudimu.

Ketiga, perluhnya bersikap masa bodoh atau tidak ambil pusing. 

Ini juga penulis rasa dapat menjadi pilihan dalam menghadapi mertua yang toxic seperti tergambar di awal tulisan ini. Dalam artian kita sebagai menantu cukup sabar dengan memasang telinga setebal mungkin, anggap saja angin lalu. Lagipula mereka akan lelah dengan sendirinya jika menantu tidak terlalu menanggapinya.

Keempat, pasangan harus ikut terlibat. 

Menghadapi mertua yang toxic sangatlah berat dan tidak mudah jika hanya menantu sendiri yang ambil bagian dalam menyikapinya. 

Maka pasangan kita sudah seharusnya mendukung langkah-langkah yang sudah menjadi pilihan dan keputusan suaminya agar permasalahan tersebut dapat segera terselesaikan. 

Untuk itu pasangan harus juga bijak dan cermat. Sebab jika pasangan kita tidak mampu berkomunikasi dengan baik, maka yang akan terjadi bukanya hubungan menantu terhadap mertua bertambah baik malah akan semakin runyam.   

Berumah tangga memang tidak luput dan kerap kali menemui permasalahan yang terjadi akibat adanya salah paham di antara pasangan. Namun terkadang permasalahan juga datang dari luar, seperti sikap dan sifat mertua yang tidak bijak serta sikap ipar yang tidak dewasa. 

Kendati demikian rumitnya keadaan rumah tangga harus tetap berjalan sebagaimana komitmen pada awal pernikahan, jangan sampai terjadi permusuhan yang berlarut-larut dan sebisa mungkin hindarilah jauh-jauh perpisahan.

Maka dari itu selain menantu dituntut beradab dan menghormati mertua, sebaliknya mertua juga dituntut harus beradab pada menantunya. Jangan sampai salah memahami seperti kebanyakan orang, seperti meminta dihormati oleh anak ataupun menantu tetapi kita sebagai orangtua yang menuntut adab yang baik itu, justru menunjukkan sikap yang tidak beradap kepada mereka. 

Sebaiknya agar hubungan tetap terjalin dengan baik, antara menantu dan mertua sudah sepatutnya saling menghargai, tidak tebang pilih dan saling sayang menyangi serta mengikhlaskan hati, jika pasangan/menantu yang telah menjadi pilihannya itu tidak sesuai dengan kriteria orangtua.

Selanjutnya orangtua harus mendukung keputusan yang telah mereka pilih dengan memberikan nasihat yang membangun, agar dalam diri mereka itu timbul rasa percaya diri dan lebih optimis dalam menjalani kehidupan berumah tangga juga dalam mewujudkan apa yang telah menjadi cita-cita mereka. Wa Allahu A'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun