Nama : Junaidhi
NIM : 212111238
Kelas : HES 5G
Prodi : Hukum Ekonomi Syariah
IDENTITAS ARTIKEL
Judul : Perempuan Difabel Berhadapan Hukum
Pengarang : Muhammad Julijanto
Jumlah Halaman : 16 halaman
Tahun : 2018
Universitas : Institut Agama Islam Negeri Surakarta
HASIL REVIEW
Penyandang disabilitas, sering disebut sebagai difabel, adalah individu yang memiliki perbedaan dalam kemampuan fisik atau mental. Difabel adalah singkatan dari "differently able," dan istilah ini digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan istilah "penyandang disabilitas" atau "penyandang cacat." Tujuan dari penggunaan istilah difabel adalah untuk menekankan sikap positif terhadap perbedaan kemampuan, alih-alih hanya fokus pada keterbatasan atau cacat. Namun, perlu diingat bahwa istilah ini belum secara resmi disahkan di tingkat nasional maupun internasional.
Pandangan Islam mengajarkan persamaan derajat dan peran dalam mencapai kemakmuran dalam kehidupan dunia. Agama ini mendorong pemanfaatan potensi dan kemampuan manusia untuk menciptakan kehidupan yang harmonis, penuh dengan kebersamaan, dan tertata dengan baik. Keharmonisan dalam kehidupan adalah tujuan yang diinginkan, di mana semua komponen umat manusia berbagi peran dan fungsi, saling membutuhkan, dan bekerja sama dengan seimbang.
Namun, individu difabel sering menghadapi berbagai tantangan dalam upaya mencapai kehidupan yang harmonis. Salah satu masalah utama adalah menurunnya tingkat kesejahteraan fisik dan sosial mereka, serta kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan mental-spiritual. Dalam konteks ini, semakin bertambah usia, semakin dekat hubungan individu dengan agama. Oleh karena itu, dukungan politik yang kuat dari pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat sangat penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan difabel, baik dari segi ekonomi maupun sosial kemasyarakatan.
Islam menghargai mereka yang memiliki cacat mata dan memberikan tempat yang tinggi bagi mata itu sendiri. Mata ditempatkan pada urutan kedua dalam hal manfaat atau maksiat, setelah pendengaran atau telinga. Agama ini memberikan pahala besar bagi orang-orang tunanetra yang sabar dalam menderita, rela menerima qadla dan qadar Allah, serta senantiasa memuji-Nya, baik sebelum maupun selama menghadapi penderitaan.
Meskipun Islam memiliki prinsip-prinsip positif terkait dengan pandangan terhadap individu difabel, kajian mengenai disabilitas dalam hukum Islam, terutama dalam konteks hukum keluarga, perkawinan di kalangan penyandang disabilitas, dan pemberdayaan komunitas difabel, masih sangat terbatas. Ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut dalam aspek ini, mengingat disabilitas adalah realitas dalam kehidupan masyarakat.
Isu disabilitas juga harus dipertimbangkan dalam konteks kesehatan. Kesehatan adalah kebutuhan mendasar masyarakat untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik. Kesehatan yang optimal memungkinkan masyarakat untuk berkembang dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak. Gangguan kesehatan masyarakat dapat mengakibatkan masalah sosial lainnya. Oleh karena itu, perlu upaya lebih baik dalam membangun kesehatan masyarakat, baik dari segi fisik (kesehatan fisik badan) maupun rohaniah (kesehatan spiritual).
Selain itu, penting untuk memastikan aksesibilitas dan pelayanan yang memadai bagi kaum difabel di berbagai aspek kehidupan. Ini termasuk dalam pendidikan, pelayanan kesehatan, dan sektor umum secara keseluruhan. Fasilitas transportasi, pembangunan gedung, fasilitas publik, dan banyak kebutuhan lain harus diakomodasi untuk memastikan hak-hak kaum difabel terpenuhi. Sekolah inklusi untuk kaum difabel harus tersedia di semua tingkatan pendidikan, baik di sekolah luar biasa maupun di sekolah negeri atau swasta, dengan memastikan layanan yang ramah terhadap disabilitas.
Dalam penilaian prestasi atau standarisasi pelayanan publik, perlu diterapkan kriteria yang memberikan layanan yang optimal bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya diskriminasi. Ini termasuk menyediakan layanan yang dapat diakses oleh masyarakat berkebutuhan khusus. Suatu masyarakat yang beradab adalah yang menghargai bagaimana kebutuhan khusus masyarakatnya terpenuhi dengan baik dan bertanggung jawab.
Dalam perencanaan pembangunan perkantoran publik dan realisasi bangunan, aksesibilitas bagi difabel harus menjadi kriteria yang diperhatikan. Pemantauan dan pengawasan yang cermat juga diperlukan untuk memastikan bahwa rencana ini tidak hanya sebatas pada tahap perencanaan, namun juga terealisasi dengan baik.
Pentingnya memahami masalah hukum perkawinan dan perubahannya, terutama dalam konteks Islam, tidak bisa diabaikan. Keluarga memiliki peran sentral dalam kehidupan agama dan spiritualitas. Oleh karena itu, persaingan antara negara dan agama dalam hal ini menjadi relevan, karena keduanya berusaha mempengaruhi dinamika kekeluargaan.
Penekanan pada berbagai aspek ini adalah penting dalam memahami tantangan dan kebutuhan yang dihadapi oleh kaum difabel, serta memastikan hak-hak mereka diakui dan terpenuhi dalam masyarakat. Salah satu isu serius yang perlu diperhatikan adalah masalah kekerasan terhadap perempuan difabel. Tren kekerasan terhadap mereka cenderung meningkat dari tahun ke tahun, bahkan dari kabupaten ke kabupaten. Pendampingan terhadap anak perempuan difabel korban kekerasan seksual menjadi sangat penting. Namun, dalam beberapa kasus, ada kendala seperti sumber daya manusia yang belum memiliki pemahaman maksimal terhadap difabel, akses terbatas, bukti yang terbatas, dan kesulitan komunikasi.
Saksi yang merupakan difabel juga membutuhkan perhatian khusus dalam sistem peradilan di Indonesia. Pemahaman dan penanganan yang sensitif terhadap kebutuhan mereka adalah suatu keharusan. Kaum difabel memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya, tetapi sering menghadapi diskriminasi dan stereotip negatif. Mereka sering hidup dalam kemiskinan karena keterbatasan akses dan kesempatan. Kondisi ini semakin memburuk bagi perempuan difabel, yang mengalami diskriminasi ganda.
Dalam penegakan hukum, perlu ada sinergi dan pemahaman bersama dari aparat penegak hukum, termasuk hakim, jaksa, polisi, dan advokat, untuk menangani kasus difabel secara adil dan sensitif. Difabel, khususnya perempuan difabel, harus mendapatkan perlindungan dan perhatian khusus, terutama saat berhadapan dengan hukum.
Kesimpulannya, masalah kesejahteraan dan perlindungan hak-hak individu difabel adalah isu yang perlu mendapatkan perhatian serius. Ini melibatkan aspek-aspek seperti pendidikan, aksesibilitas, pelayanan kesehatan, hukum perkawinan, dan penegakan hukum. Dalam konteks Islam, pandangan positif terhadap individu difabel harus diterjemahkan ke dalam tindakan nyata yang mendukung kesejahteraan mereka. Selain itu, penelitian dan peningkatan kesadaran tentang isu-isu ini juga sangat penting. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan mendukung bagi semua individu, termasuk difabel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H