Siapa yang tidak punya hutang? Pasti setiap orang punya hutang. Dan yang namanya hutang harus dibayar segera.
Namun, hutang yang akan saya bahas bukanlah hutang piutang tentang uang, melainkan tentang kehidupan.Â
Topik perkara hutang terinspirasi dari film Glenn Fredly. Semenjak menonton film tersebut, saya menjadi sadar bahwa ada banyak hutang yang telah dicicil.Â
Misalnya hari ini saya harus kerja lembur karena pekerjaan belum selesai dan hari esoknya saya memperoleh bonus dari bos. Namun, ini bukan tentang bonusnya, tapi tentang waktu yang seharusnya saya gunakan untuk di rumah justru terpakai untuk pekerjaan.Â
Lagi-lagi, ada hari kemarin yang tidak dapat kita ulangi. Ada harga yang harus kita bayar untuk setiap kejadian dalam hidup kita. Bisa saja lembur itu ada tujuannya sendiri, yaitu supaya saya lebih bisa menggunakan waktu dengan baik. Waktu untuk bekerja ya bekerja, waktu di rumah ya untuk keluarga. Jangan sampai kita kehilangan momen bahagia bersama keluarga hanya karena lembur bekerja.
Itu baru satu contoh.Â
Contoh lain misalnya kita memperoleh perlakuan tidak baik dari orang tua, seperti sering dimarahi dan dipukul. Akhirnya peristiwa itu berdampak pada kita hingga dewasa. Kita menjadi manusia yang mudah marah.Â
Lantas, kenapa kita tidak memutuskan rantai jahat itu?Â
Bukannya lebih baik kita menyadari bahwa hidup begitu singkat untuk marah-marah saja? Lantas mengapa begitu? Jangan-jangan ini adalah hutang yang harus dibayar dari peristiwa masa lalu.Â
Lho, kan orang tua yang awalnya berlaku tidak baik dan kita menjadi trauma? Lalu mengapa kita yang membayar hutang.Â
Hukum Karma
Membahas hutang piutang kehidupan, dalam agama Buddha dikenal dengan hukum karma--apa yang kita tanam, itulah yang kita panen. Kita menanam padi dapatnya beras, kita tanam bibit jeruk dapatnya buah, dan begitupun seterusnya. Sama seperti rasa bahagia dan derita yang kita alami sekarang.
Rasa derita itu adalah hutang yang harus kita bayar akan peristiwa di masa lampau.
Sedangkan rasa bahagia adalah buah yang kita terima.Â
Apakah kita akan terus hidup untuk membayar hutang kehidupan? Bukankah lebih baik kita segera melunasinya supaya buah yang baik segera kita terima?
Jawabannya tidak ada dalam tulisan ini, tetapi ada di dalam hati kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H