Mohon tunggu...
Juna Hemadevi
Juna Hemadevi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang manusia yang masih terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Marah dan Khawatir Itu Buang Biaya

10 Februari 2024   11:58 Diperbarui: 10 Februari 2024   12:07 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senang sekali akhirnya punya buku "Filosofi Teras" karya Henry Manampiring. Kenapa di usia seperempat abad ini baru punya bukunya? Kira-kira terlambat tidak ya?

Eitsss. Tidak ada kata terlambat untuk memiliki sesuatu yang diinginkan sejak lama. Tidak ada juga kata terlmabat untuk kita yang mau terus menambah ilmu, wawasan, dan cara pandang terhadap kehidupan.

Tidak terlambat meski saya baru memiliki buku "Filosofi Teras" di usia seperempat abad ini. Menurut saya, hal yang paling penting adalah saya bisa menikmati setiap detik ketika usia saya bertambah. Meski, terkadang saya merasakan hal-hal di luar keinginan, misalnya stres, rasa sedih, dan kecewa.

Sibuk

Sebenarnya akhir-akhir ini cukup stres karena disibukkan dengan pekerjaan dan kuliah. Rasanya seperti tidak adak waktu untuk diri sendiri. Ya, untuk diri sendiri. Tapi, bukankah bekerja dan kuliah itu ujung-ujungnya untuk diri sendiri? Memang, hanya saja kepenatan saat bekerja dan kesibukan mengerjakan tugas kuliah membuat saya seperti tidak bisa mengenali diri sendiri.

Terkadang ada beberapa hal yang membuat saya lebih sensitif. Misalnya ketika lelah karena bekerja, ada kemungkinan saya mencari lebih cepat marah karena hal kecil. Sebagai contoh gayung yang berada di bak air. Saya paling tidak suka melihat gayung berada di genangan air di bak air. Saya lebih menaruhnya di pinggiran bak mandi. Supaya ketika tangan saya kotor, saya tidak kesulitan untuk meraih gayung dan tidak mengotori air di dalam bak.

Hampir setiap hari di rumah saya melihat gayung tidak berada di pinggiran bak air. Rasanya memang mau marah terus-terusan. Sebenarnya kan mudah saja untuk mengatasi masalah 'sepele' ini: ambil gayungnya dan letakkan di pinggiran bak air.

Mudah kan?

Memang mudah, tapi kalau bukan saya yang habis menggunakan gayung itu rasanya mau marah terus-terusan. Hingga beberapa hari ini syaa menyadari, 'untuk apa menghabiskan energi untuk marah-marah karena sebuah gayung'? Bukankah menghemat energi itu lebih penting untuk kewarasan saya?

Akhirnya...

Akhirnya saya berusaha untuk melepas rasa kesal terhadap 'gayung yang selalu berada di genangan air di bak air'.

Kemarahan yang saya pupuk setiap hari pun hanya akan berbuah menjadi pohon amarah yang bisa dipetik kapan saja. Untuk apa memetik amarah? Bukankah lebih menyenangkan memetik buah apel di kebun?

Ya, saya menyadari bahwa marah terhadap hal sepele hanya buang-buang energi saja.

Untuk melepas rasa marah terhadap hal sepele membutuhkan niat dan sikap yang konsisten. Apabila sudah bisa melepasnya, maka energi tidak terbuang sia-sia.

Banyak Biaya

Energi ini sama seperti yang dituliskan oleh Henry Manampiring di bukunya yang berjudul "Filosofi Teras". Menurutnya, rasa khawatir hanya akan menghabiskan banyak biaya. Mulai dari biaya karena menghabiskan energi pikiran,  menghabiskan waktu dan uang untuk jalan-jalan atau membeli makanan favorit demi menenangkan pikiran padahal itu sifatnya sementara, serta akan menganggu kesehatan tubuh.

Rasa khawatir terhadap segala hal dalam hidup seperti khawatir jomblo terus, khawatir nanti cerai saat sudah menikah, khawatir tidak punya pekerjaan, khawatir tidak mendapat IPK yang bagus, atau khawatir karena tidak bisa membayar hidup. Kalau semua rasa khawatir ini terus-menerus disimpan dalam tubuh maka akan berdampak terhadap fisik kita dengan datangnya banyak penyakit seperti sakit otot, sistem pencernaan, hingga jantung.

Rasa khawatir sama seperti rasa amarah, kalau terus dipupuk bisa-bisa kita akan memanen bibit penyakit di kemudian hari. Memang tidak mudah untuk tidak khawatir dengan masa depan. Memang tidak mudah untuk tidak memikirkan besok mau makan apa.

Tapi, kalau kita bisa lebih legowo untuk menjalani hidup sehari-hari kenapa tidak?
Kalau kita bisa berjalan dengan penuh semangat dan ikhlas dan tidak memikirkan banyak hal tentang 'imbalan apa yang akan diperoleh' maka hidup akan jadi lebih bahagia.

Memang tidak mudah kalau tidak dicoba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun