Mohon tunggu...
Juna Hemadevi
Juna Hemadevi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang manusia yang masih terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Urip Iku Urup (Hidup Itu Menyala)

20 September 2023   10:12 Diperbarui: 20 September 2023   10:28 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebatang lilin yang dihidupkan dapat menerangi satu meja saat listrik mati. Satu buah lampu yang dinyalakan dapat menyinari satu ruangan. Sedangkan api unggun di lapangan tak hanya membuat suasana semakin terang, tapi juga menghangatkan dan menjaga kebersamaan. -NeimaAgni

Layaknya lilin, lampu, dan api unggun, begitulah makna sebuah pepatah Jawa "Urip iku Urup".

Urip artinya hidup, iku artinya itu, dan urup artinya menyala. Apabila digabungkan maka arti dari "urip iku urup" adalah "hidup itu menyala".

Mengapa Hidup harus Menyala?

Rumah yang megah akan terlihat begitu gelap dan menyeramkan tanpa sebuah penerangan. Jalanan aspal yang hitam akan mengantarkan kita pada jurang apabila tidak ada penerangan. Begitu juga dengan kendaraan yang berjalan di malam hari tanpa penerangan bisa saja akan menabrak sesuatu di depannya. Karena itu, rumah, jalanan, dan kendaraan harus memiliki penerangan supaya tidak terlihat seram dan aman.

Lantas, apa hubungannya penerangan dengan kita sebagai manusia?

Kadang kita bisa saja "lupa", bahwa kita sebagai manusia adalah makhluk sosial. Kita butuh bantuan orang lain untuk menerangi jalan menuju masa depan.

Misalnya Ani hari ini masuk kerja jam 07.00, tapi bangunnya jam 06.00. Padahal, jarak dari rumah menuju tempat bekerja adalah 60 menit dengan menaiki angkot. Wah, kesiangan jadinya. Jadi hanya menyempatkan 5 menit untuk mandi dan 5 menit untuk makan. Sudah buru-buru, ternyata angkotnya tidak kunjung lewat depan rumah padahal ia sudah 10 menit menunggu.

Akhirnya ada tetangga yang menawari tumpangan karena mau ke suatu tempat dan kebetulan melewati tempat Ani bekerja. Ani merasa lega, karena dengan menaiki sepeda motor, perjalanannya menjadi lebih singkat yakni 30 menit. Ia pun tidak jadi terlambat bekerja.

Kisah Ani menjadi contoh bahwa manusia membutuhkan manusia lain untuk menerangi jalan menuju masa depan. Tetangganya pun menjadi contoh praktik "urip iku urup".

Karena hidup tidak hanya perihal menerangi jalan diri sendiri saja, tapi juga jalan orang lain, maka hidup itu harus menyala. Sehingga bisa sama-sama bermanfaat dan sukses bersama.

Menyala dengan Menurunkan Ego

Kadang kita sering lupa untuk menurunkan ego. Maunya menang sendiri, maunya sukses sendiri, maunya berhasil sendiri. Padahal dengan kita mempermudah jalan orang lain artinya mempermudah jalan sendiri.

Misal, kita maunya selalu rajin ke tempat kerja, tidak pernah telat, tapi saat melihat temannya tidak bisa berangkat kerja karena tidak ada ongkos, kita malah diam saja. Padahal dengan membantu orang lain, suatu hari jalan kita akan dipermudah juga oleh semesta.

Contoh lain, di kantor sedang ada promosi kenaikan jabatan. Kita berusaha untuk menjadi yang terbaik supaya naik jabatan tapi dengan cara yang tidak benar, yakni menjelekkan teman sekantor. Padahal belum tentu dengan cara itu kita bisa naik jabatan, justru bisa saja teman kitalah yang mendapat promosi jabatan.

Kesimpulan

Jadi, hidup harus menyala bukan berarti selalu menghidupkan lampu setiap hari, nanti malah boros energi. Tetapi hidup menyala untuk orang lain, bukan hanya diri sendiri. Karena menjadi bermanfaat untuk orang lain dapat menumbuhkan kepedulian dan welas asih kepada sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun