Kemelekatan Terhadap Kedudukan
Begitu melekatnya dengan kedudukan akan membuat takut dan khawatir bahwa posisi kita akan tergantikan. Kedudukan ada bermacam-macam, baik lingkup pekerjaan--direktur, keluarga--orang tua, dan lingkup pertemanan--ketua geng.Â
Sebagai direktur, kita takut suatu hari nanti tergantikan. Kita khawatir orang lain nantinya tidak bisa memimpin dengan baik. Alhasil tidak ada regenerasi direktur yang mengakibatkan perusahaan tidak berkembang.
Kadang, orang tua pun tidak mau tergantikan posisinya. Seorang Ibu selama hidupnya akan tetap mengatur anak-anaknya meski mereka telah berumah tangga. Persoalan mau membuka usaha apa dan di mana, seorang Ibu akan terus mengatur. Menurut Ibu, anak mereka tetaplah anak kecil, padahal sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan. Alhasil, saat anak-anaknya tidak menuruti kemauan sang Ibu, Ibu juga yang menderita. Begitu juga Ayah, ia akan terus mengatur anak-anaknya supaya hidup dengan jalan yang baik, padahal belum tentu si anak ini dengan suka rela mengikuti kemauan sang Ayah.
Begitu pula dalam lingkup pertemanan, pasti ada salah satu yang ingin dianggap selalu ada. Bahkan keputusan pun harus mengikuti satu orang saja.Â
Kemelekatan Terhadap Orang-Orang yang Dicintai
Meninggalnya orang terdekat akan menyisakan luka yang mendalam. Sampai berhari-hari tak mau makan, tak mau bekerja, bahkan ada yang ingin menyusul ke alam lain juga. Padahal belum tentu ikut meninggal pun akan terlahir di alam yang sama.Â
Diputus pacar atau diceraikan pasangan pun bisa meninggalkan luka yang mendalam. Stres kalau tidak ada pasangan--tidak ada yang masakin & mencucikan pakaian, tidak ada yang diajak curhat, bahkan sampai seperti orang gila karena tidak pernah mandi ataupun berganti pakaian.
Kalau dipikir ulang, kepergiaan orang yang dicintai bukanlah beban yang harus diangkut. Justru harus dibiarkan dan dilepaskan. Semakin kita melekat dengan mereka, semakin kita menjadi orang gila yang menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi lebih bahagia.
Semakin kita melekat dengan hal-hal yang disenangi, semakin sengsara pula hidup kita. Jadi, saat memiliki apapun, bukan berati kita harus memeluknya erat-erat, tapi membiarkan apapun yang kita miliki sebagai apa adanya. Mereka adalah sesuatu yang anicca (tidak kekal). Bisa aja hari ini kita bergelimang harta dan tertawa bersama orang-orang tercinta, tapi hari esok bisa saja kita jatuh dalam roda kemiskinan dan tangisan atas kematian keluarga. Lantas, apa yang perlu dilekati kalau segala sesuatu di dunia ini tidak kekal?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H