Sugih Tanpa Banda
Digdaya tanpa aji
Nglurug tanpa bala
Menang tanpa ngasorake
Trimah mawi pasrah
Suwung pamrih tepi adjrih
Langgeng tan ana susah tan ana bungah
Anteng manteng sugeng djeneng
Syair 'sugih tanpa bonda' sudah tidak asing di telinga kita. Syair yang dilagukan oleh Sujiwo Tejo adalah karya putra dari Raden Mas Ario Sosrodiningrat, yaitu Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak dari Raden Ajeng Kartini.
Biografi singkat kakak Raden Ajeng Kartini
R.M Panji Sosrokartono lahir di Jepara pada 10 April 1877 dan meninggal pada 8 Februari 1952 di Bandung. Diketahui bahwa bait tersebut terpahat pada nisan di pemakaman Sosrokartono.
Melansir dari berbagai sumber, R.M Panji Sosrokartono dikenal sebagai wartawan sekaligus cendekiawan yang memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno.
Sekitar tahun 1897 sampai 1926, Sosrokartono menjelajahi tanah Eropa dan bergaul dengan kalangan bangsawan dan intelektual di sana, sehingga ia dijuluki sebagai pangeran dari tanah Jawa oleh bangsa Belanda.
Sebagai mahasiswa pertama dari Indonesia yang meneruskan pendidikan tinggi di Belanda, ilmu yang diterima Sosrokartono tidak hanya digunakan untuk dirinya sendiri. Setelah menyelesaikan pendidikannya dan kembali ke Indonesia, ia menemui Ki Hajar Dewantara supaya memperoleh izin membangun perpustakaan di gedung Taman Siswa Bandung.
Syair 'sugih tanpa banda' yang diciptakannya pun memiliki banyak makna filosofis untuk kehidupan, berikut penjelasannya.
Makna syair 'sugih tanpo bondo'
Sugih tanpa banda artinya adalah 'kaya tanpa harta'. Di masa kini seseorang akan merasa kaya apabila memiliki harta yang berlimpah. Akan tetapi selalu ada perasaan kurang dengan apa yang telah diperoleh sehingga selalu menginginkan yang lebih. Oleh sebab itu, agar tidak selalu merasa kurang maka kita harus memiliki rasa cukup.  Sejatinya, kaya pun tidak melulu soal harta, bisa juga kaya hati, kaya kesabaran, dan kaya kepedulian.
Digdaya tanpa aji artinya tidak terkalahkan tanpa kesaktian. Menjadi orang yang kuat tidak harus banyak pengawalnya. Menjadi orang kuat pun tidak harus memiliki kesaktian. Orang yang kuat justru adalah orang yang baik. Karena dengan kebaikan maka kejahatan akan sirna dan orang yang baik akan dilindungi semesta dan pencipta.
Nglurug tanpa bala sama dengan menyerbu tanpa pasukan. Makna tersirat dalam syair ini adalah saat situasi dan kondisi tidak mendukung, segala hal telah dilakukan, maka berpasrahlah. Pasrah bukan berati menyerah begitu saja, tetapi ada waktunya kita benar-benar berserah dan mengikhlaskan segala hal yang akan terjadi.
Menang tanpa ngasorake dimaknai sebagai menang tanpa merendahkan. Saat kita memiliki kedudukan yang tinggi, jangan lantas menjadi sombong dengan merendahkan yang lain. Karena kesombongan lambat laun dapat menjatuhkan diri sendiri. Oleh sebab itu, tetaplah rendah hati bak padi semakin berisi semakin merunduk.
Trimah mawi pasrah adalah menerima juga pasrah, maksudnya bukan pasrah karena sudah kalah dan tidak mau bangkit lagi. Namun kita harus selalu bersyukur dengan apa yang telah dimiliki, bersyukur terhadap segala kondisi bahwasannya kita masih sehat untuk terus melakukan hal-hal terbaik dan bermanfaat untuk diri sendiri serta banyak orang.
Suwung pamrih tepi adjrih artinya jika tanpa pamrih tak perlu takut. Segala perbuatan baik yang telah dilakukan hendaknya tanpa pamrih atau mengharapkan imbalan. Pamrih membuat kita 'takut' berbuat baik karena 'takut' tidak ada imbalannya. Karena itu, berbuat baiklah tanpa berharap imbalan supaya saat kita pergi ke mana saja tanpa dihantui rasa takut 'tidak mendapat balasan'.
Langgeng tan ana susah tan ana bungah artinya adalah tetap tenang meskipun ada duka dan ada suka. Ketenangan pikiran diperlukan baik dalam kondisi senang maupun tidak menyenangkan supaya kita mudah mengendalikan situasi yang sedang terjadi. Untuk menumbuhkan ketenangan pikiran cobalah melakukan meditasi.
Anteng manteng sugeng djeneng diartikan sebagai tidak macam-macam supaya nama baik terjaga. Tidak macam-macam maksudnya bukan berarti diam tanpa melakukan apa pun. Namun, dengan tidak melakukan perbuatan buruk, maka nama baik akan terjaga. Ketika kita melakukan kejahatan sekecil apapun, maka perlahan nama baik akan tercemar.
Itulah makna filosofi dari syair 'Sugih Tanpa Banda'. Kesimpulannya sederhana saja, menjadi kaya tidak harus banyak harta. Justru kekayaan hati yang harus dimiliki. Marilah tambah perbuatan baik, kurangi kejahatan, selalu berusaha, perbanyak ikhlas dan pasrah, serta tidak sombong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H