Minggu pagi tadi, saya sempatin nyenuk tadi di depan laptop dari pukul 09.00 -- 12.00 guna mengikuti zoom meetig acara Sinau Bareng Nulis  Geguritan bersama Kang Wanto Tirta (Presiden Guritan) dan Jefrianto . Acara Sinau Bareng Nulis Geguritan yang diselenggarakan oleh SIP Publising ini, kelihatannya biasa -- biasa saja seperti pelatihan -- pelatihan menulis lainnya.
Tidak ada tips atau trik yang menarik lainnya  juga kecuali, niat untuk praktik menulis dari para peserta nulis bareng. Menulis Geguritan sama seperti menulis artikel, dimulai dengan menentukan tema, kemudian menentukan pesan/amanat apa yang akan diberikan oleh penulis geguritan kepada pembaca geguritan.
Geguritan menurut terjemahan bebasnya adalah puisi berbahasa Jawa. Diksi geguritan banyak dipakai oleh Sastrawan Yogyakarta dan Surakarta, sedangkan oleh Sastrawan Banyumasan lebih dikenal dengan guritan. Menurut Kang Wanto, guritan biasanya ditulis menggunakan susastra (sastra Jawa) dengan cekak, mentes dan endah.
Masih menurut Kang Wanto Geguritan menurut masanya dibedakan menjadi Geguritan Gagrak Lawas dan Geguritan Gagrak Anyar. Geguritan Gagrak Lawas, kerangka tulisannya biasanya terdiri dari : tema, irah-irahan/judul, gaya bahasa,bait, rima dan irama.
Sementara menurut Jefriyanto, Geguritan Gagrak Anyar atau menurut diksi yang mudah dipahami adalah Puisi Jawa Modern, tidak terpaku pada bait seperti pada geguritan gagrak lawas. Kuncinya adalah bunyi, bagaimana bunyi yang ditimbulkan ketika geguritan dibuat. Bunyi ada yang di akhir larik, ada juga yang bertempat di tengah akhir larik.
Untuk lebih mengasah diksi dalam penulisan geguritan, Jefriyanto memberikn satu tips yaitu sering mendengarkan lagu -- lagu Jawa, seperti lagunya almarhum Didi Kempot. Menurut saya, hal yang  menarik dalam pelaksanaan webinar Sinau Bareng Nulis Geguritan ini adalah terkait dari mana saja para peserta berasal.
Walaupun pelatihan ini bertajuk Sinau Bareng Nulis Geguritan (Puisi Berbahasa Jawa), kalau semua pesertanya berasal dari Jawa, misal Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat atau DIY itu sudah biasa dan bersifat umum. Tetapi ada beberapa peserta yang berasal dari luar Jawa, seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Jumlah peserta zoom meeting ini juga termasuk lumayan, sebanyak 189 peserta sudah termasuk dua nama admin panitia.
Saya jadi teringat, jasa -- jasa  almarhum Didi "The Godfather of Broken Hearth" Kempot, yang dengan konsisten  telah mendendangkan  lagu -- lagu Jawa bertema patah hati bisa menjadi sesuatu yang berbeda hingga bisa masuk ke semua penikmat musik tidak kecuali  kaum millennial di seluruh negeri pun ikut dibuat kesengsem, sampai penikmat lagu Jawa di  Manca Negara. Â
Inilah kenyataannya, jadi kenapa event -- event berbahasa Jawa, seperti Minggu pagi tadi yang bertajuk Sinau Bareng Nulis Geguritan responnya luar biasa. Menurut Jefriyanto, sambil menyemangati para peserta yang berasal dari luar Jawa. Intinya percaya diri saja dalam menulis geguritan.
Banyak orang di dunia ini hafal lagunya John Lennon, sementara banyak juga yang tidak tahu artinya. Â Begitu juga dengan anda para peserta Sinau Bareng Nulis Geguritan, jangan minder hanya karena anda tidak tahu artinya. Â Semua bisa dipelajari. Asalkan ada niat untuk menulis. Praktik menulis inilah justru yang lebih penting.
(JUNAEDI, S.E., Tim Media Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID))
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H