Zaman dahulu kita sudah di perkenalkan dengan  konsep karangitri oleh para nenek moyang kita. Karangkitri adalah suatu kawasan lahan pekarangan yang ada di sekitar rumah dengan batas pemilikan yang jelas sebagai tempat tumbuh berbagai jenis tanaman buah, sayuran, tanaman obat keluarga (TOGA), peternakan  dan perikanan.
Di awal -- awal adanya pandemi Coronavirus Disease -- 19, banyak warga masyarakat yang mencoba mengadopsi konsep ini, dengan memanfaatkan lahan sempit di sekitar rumah, untuk menamam sayuran yang cepat tumbuh.
Dengan dukungan sarana dan prasarana apa adanya, seperti rak dari bambu sebagai wadah untuk menaruh media tanam. Wadah media tanam yang digunakan pun cukup sederhana, bisa dari polybag maupun dari ember cat bekas 5 kiloan yang sudah tidak terpakai lagi.
Media tanam yang dipilih biasanya campuran tanah dan sedikit kotoran kambing, yang di taruh dalam wadah polybag atau bekas ember cat tersebut. Kemudian tinggal menyiapkan bibit tanaman sayuran apa yang akan di tanam, biasanya bibit yang pilih adalah bibit sayuran bayam, kangkung, terong, Â tomat, lombok, dan sawi hijau.
Selanjutnya tinggal mengatur jadwal mengairi bibit sayuran tersebut sehari dua kali, setiap pagi dan sore hari. Tinggal menunggu sampai beberapa  bulan sudah mulai besar dan siap di panen. Simple dan mudah, berkebun sayuran di lahan sempit di dekat rumah kita.
Berbeda dengan berkebun buah dan tanaman obat, masa panen lebih lama lagi, bisa mencapai tahunan. Tapi aku paling suka berkebun buah, seperti jambu, mangga dan pisang. Tapi berkebun buah secara alami yang saya lakukan  prosesnya membutuhkan waktu yang lumayan  lama.
Tetapi kesehatan kita bisa  terjamin, karena tidak menggunakan pupuk kimia, sehingga tanahnya tidak tercemar oleh pupuk pestisida sehingga aman bagi tubuh kita. Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah saat mengairi tanaman buah airnya harus banyak, jangan sampai tanahnya kering karena bisa berakibat matinya tanaman buah tersebut.
Satu lagi konsep yang diterapkan keluarga besarku, yaitu konsep berbagi. Konsep ini sudah ditularkan oleh para orang tuaku kepada semua anak -- anaknya. Jadi ketika pohon buah kita sudah mulai berbuah dan siap untuk dipetik, dalam kamus besar keluarga saya tidak pernah akan menjualnya kepada orang lain atau penebas buah.
Buah yangg sudah masak cukup kita bagikan kepada para tetangga kanan kiri rumahku. Kalau pohonnya berbuah banyak, maka jumlah tetangga yang akan kita bagi juga banyak, tetapi ketika pohonnya berbuah sedikit, maka jumlah tetangga yang akan bagi juga sedikit.Fleksibel gitu.
Keluarga kami mempercayai, bahwa dengan konsep berbagi ini, maka pohon buah yang kita tanam, akan berbuah terus. Benar saja, yang sudah keluarga saya praktikkan adalah menanam pohon pisang Ambon, Jambu Biji Cristal, Jambu Biji Merah, Jambu Air, dan Mangga Mana Lagi.
Dan setelah keluarga saya praktikkan dengan menerapkan konsep bebagi buah dengan para tetangga kanan kiri, alhamdulillah ada saja buah yang bisa kita petik, kalau ga pisang ya mangga, kalau ga mangga ya jambu , Â kalau ga jambu ya pisang dan seterusnya. Rizqi itu kan, tidak melulu berupa uang, tetapi bisa berupa kesehatan, tetangga yang baik dan lain sebagainya.
Dan sampai sekarang belum pernah sekalipun kita jual, di samping tawaran para penebas buah yang murah juga biar tetangga kanan kiri kita bisa merasakan apa yang kita makan. Kalau anda penasaran, silahkan mencoba tips konsep berbagi hasil kebun, insya Allah, hasil kebun anda akan tumbuh melimpah ruah.
(Gedangan, 30 Juli 2021, di sebuah rumah kampung  - JUNAEDI, S.E.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H