Mohon tunggu...
Junaedi SE
Junaedi SE Mohon Tunggu... Wiraswasta - Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Penulis Lepas, suka kelepasan, humoris, baik hati dan tidak sombong.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Kemanusiaan dan Kepedulian Terhadap Warga yang Rentan dan Berisiko Dampak Covid 19

6 Juli 2021   15:35 Diperbarui: 6 Juli 2021   16:30 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru - baru ini, kita dikejutkan dengan beberpa istilah IGD, ICU, RS Rujukan/Shelter Khusus Covid - 19, termasuk aksi borong pada supermarket yang dilakukan  warga masyarakat ketika memburu bear brand, you C 1000 yang takut kehabisan stok,  yang tujuannya adalah meningkatkan imunitas diri ditengah meroketnya lonjakan pandemi Covid - 19 sampai - sampai beritanya mengalahkan euphoria UEFA EURO 2020 yang sudah memasuki  babak semi final.

Situasi ini tentunya dipicu ada kekhawatiran dan kegelisan warga masyarakat ketika membaca situasi dan kondisi semakin meroketnya lonjakan Covid - 19 ketika harus diversuskan dengan kenyataan dilapangan  terkait manajemen kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam pengelolaan penanganan Covid - 19 yang masih  amburadul. Bahkan secara faktual data di lapangan baru -- baru  ini menggambarkan pasien psoitif Covid - 19 yang meninggal dunia disebabkan tidak dapat di tampung diruang ICU RS Rujukan Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah.

Overload - nya ruangan ICU pada semua RS Rujukan/ Shelter Pemerintah, sehingga harus menolak pasien positif Covid - 19 yang lebih membutuhkan perawatan intensif dikarenakan kondisinya yang semakin kritis.  Ini menandakan masih banyak kekurangan Bagi Pemerintah  dalam manajemen penanganan Covid - 19, lalu pertanyaannya kemudian adalah sebagai warga masyarakat terus harus bertindak bagaimana ? Mau dirujuk kemanakah pasien positif Covid - 19 ketika   semua  RS Rujukan  penuh?  Apa dibiarkan menunggu dalam ketidak pastian untuk mendapatkan giliran antrian ruangan ICU RS Rujukan ? Atau dibiarkan meninggal dunia dengan tenang dalam Shelter Desa? 

Sebanyak 63 pasien di RS Dr. Sardjito, Yogyakarta, meninggal dalam sehari semalam. Keterlambatan pasokan oksigen diduga turut menyebabkan meninggalnya pasien dengan jumlah yang belum pernah terjadi dalam sejarah rumah sakit ini (Kompas.id,  Minggu, 04 Juli 2021 09.39 WIB). Kisah selanjutnya warga Panggungharjo bernama Pak Muji, yang beralamat di Rusunawa, Padukuhan Glugo, Kalurahan Panggungharjo yang meninggal dunia ketika terlambat menunggu RS Rujukan yang memiliki Ruang ICU.  

Beberapa hari sebelumnya Pak Muji sudah kehilangan keluarganya, istrinya dan kedua anaknya, yang semuanya terpapar positif Covid - 19. Kejadian seperti ini, sampai membuat Lurah Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggara Hadi marah kepada Pemrintah Kabupaten yang terkesan melempar tanggung jawab, dan beliau sampai mengatakan kalau Pemerintah Kabupaten tidak bertanggung jawab. Kakak saya yang berdomisili di Jakarta, sudah di rujuk masuk RS Persahabatan karena kondisi pernafasannya yang memburuk, tetapi sampai penghujung usianya belum bisa di rawat di ruang ICU masih berada diruangan non emergency.

Tema pasien Covid -19 terlambat mendapatkan pertolongan oksigen yang berakibat meninggal dunia, menjadi perhatian publik di mana pun berada.  Bahkan membuat simpati dan empati dari lembaga  - lembaga sosial untuk mendonorkan oksigen beserta tabungnya yang diprioritaskan kepada pasien Covid - 19 di rawat di Shelter - Shelter Desa. Gerakan sedekah tabung oksigen untuk  saat ini, sepertinya lebih bermanfaat dari pada sedekah - sedekah lainnya.

Bukan maksud menafikan sedekah dalam bentuk lainnya, tetapi melihat fakta angka dilapangan bahwa penderita Covid - 19 yang tidak tertolong dikarenakan adanya keterlambatan pasokan oksigen kepada pasien, ini menandakan bahwa manajemen kesehatan terkait penanganan Covid - 19 yang dijalankan Pemerintah masih amburadul.  

Jadi tidak  salahnya jika sebagai warga negara yang baik, kita berusaha menutup celah - celah yang ada dalam penanganan Covid - 19 yang dijalankan  oleh Pemerintah atas dasar kemanusiaan dan kebencanaan. Demi menjaga jiwa - jiwa yang lain dalam suatu komunitas desa tertentu, agar aman dan terlindungi dari meroketnya lonjakan  Covid - 19.

Sepertinya solusi perlu membentuk komunitas yang peduli terhadap nasib warga masyarakat, adalah gotong royong menjaga jiwa masyarakat dengan prinsip dari kita, oleh dan untuk kita. Apakah yang dilakukan oleh Sambatan Jogja (SONJO) patut kita tiru sebagai gerakan sosial kemasyarakatan. 

SONJO yang dibentuk pada 24 Maret 2020 dengan WAG sebagai media komunikasi utama. SONJO adalah gerakan kemanusiaan yang dibentuk oleh elemen masyarakat sipil di DIY yang berupaya membantu anggota masyarakat yang rentan dan berisiko terdampak pandemi Covid - 19 di DIY. Sebagai gerakan kemanusiaan yang didasarkan pada semangat gotong royong anggotanya, prinsip yang dikembangkan di SONJO adalah transparansi, empati, solidaritas, dan gotong royong.

Gerakan kemanusiaan seperti SONJO adalah gerakan yang didasarkan pada kepercayaan. Untuk mendapatkan kepercayaan dari anggota dan masyarakat, seluruh kegiatan di SONJO di dasarkan pada transparansi, integritas, dan fokus pada pencapaian outcome. Hanya dengan secara konsisten menjunjung tinggi transparansi, integritas, dan fokus pada pencapaian outcome, kepercayaan terhadap SONJO akan dapat dijaga sehingga partisipasi anggota yang diharapkan akan optimum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun