Mohon tunggu...
Junaedi Eddy
Junaedi Eddy Mohon Tunggu... Seniman - Tak ada yang perlu diterangkan. Saya adalah rakyat Indonesia.

Rakyat biasa. Bukan siapa-siapa. Dan bukan apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

MATAHARI

24 April 2020   19:23 Diperbarui: 17 Agustus 2020   18:43 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MATAHARI- Jun Noenggara

Akhirnya kereta itupun pergi. Membawa matahari. Meninggalkan aku sendiri

Peron sepi. Stasiun sepi. Tiba-tiba kota ini menjadi kota mati. Para penghuninya menggali lubang dalam sekali. Menciptakan gap, menganga jurang mengubur diri

Dan jalan-jalan lengang kulalui sendiri

Rumah sepi, tak ada penghuni. Kemana engkau pergi? Aku mencari-cari memecahkan sebuah misteri

Tengah malam kesepian semakin menjadi-jadi. Hujan turun sejak tadi. Kucoba membuat sebuah puisi. Tak jadi jadi

Ketika pagi-pagi aku pergi, mencari matahari. Terasa cuma aku sendiri. Tak ada yang lain hadir di sini. Di hati

Begitu berhari-hari. Begitu berhari-hari

Bila engkau kembali? Betapa kuncup bunga mekar berseri. Betapa kicau burung riang bernyanyi. Dan betapa seharusnya engkau sadari bahwa kuncup bunga yang mekar berseri, kicau burung yang riang bernyanyi adalah bisikan hati: "Betapa sepi ketika engkau pergi. Aku rindu sekali. Rindu berbincang dari hati ke hati. Dari hari ke hari" 

Ciampea, Bogor

Catatan: Sajak MATAHARI ini bisa didengarkan di platform digital: Anchor,  Spotify, iTune(desktop),  Apple Podcast, and Other

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun