Kami menjadikan tabung gas 3 kg itu layaknya kompor minyak tanah dulu, yaitu sebagai cadangan atau berjaga-jaga saja ketika melakukan pengisian ulang untuk tabung 12 kg. Toh, saat ini kami tak harus melakukan pengisian ulang elpiji 12 kg di kecamatan tetangga yang jauh karena tabung elpiji 12 kg sudah mulai dijual di kios-kios yang ada kampung bersamaan dengan penjualan tabung 3 kg yang juga marak.
Sementara itu, setelah ada program konversi, penggunaan kompor minyak tanah pun berhenti total. Artinya komposisi penggunaan energi untuk keperluan dapur berubah menjadi dominan oleh elpiji 12 kg, dan 3 kg hanya untuk berjaga-jaga, sementara penggunaan kayu bakar hanya sesekali saja ketika membuat masakan tertentu dan untuk “pemeliharaan” budaya api-api (menghangatkan badan di musim hujan/dingin khas orang pegunungan).
Itulah alasan kami dalam menggunakan elpiji 12 kg. Kami tak pernah terlalu berpikir bahwa menggunakan elpiji 12 kg itu akan menyelamatkan beban ekonomi negara atau tidak. Kami hanya lebih berpikir dari sisi kepraktisan saja serta sebagai jalan atau alternartif mendiversifikasikan energi yang selama ini kami pakai untuk urusan dapur, sehingga kami juga tak terlalu bergantung menggunakan minyak tanah (yang semakin langka dan mahal harganya) dan terutama kayu bakar, yang meskipun bisa kami peroleh secara gratis.
Lalu apa yang dikawatirkan dengan efek kenaikan harap LPG 12 kg? Saya pribadai tidak terlalu kawatir, mengapa? Setidaknya beberapa hari terakhir selepas kenaikan harga LPG 12 kg, setelah saya amati beberapa tempat, harga nasi goreng atau mi goreng dari penjual keliling juga masih belum mengalami kenaikan. Mungkin karena mereka masih setia memakai LPG 3 kg karena kalau memakai 12 kg harga lebih mahal dan sangat tidak praktis, berat dan memberatkan.
Kami memang tak terlalu kawatir, tetapi kami sangat berharap pemerintah bisa menyediakan tabung gas LPG 12 kg secara merata sehingga kami yang tinggal di pedalaman tak kesulitan mendapatkannya. Minimal ketika kami melakukan pengisian ulang kami tak terbebani lagi dengan ongkos transportasinya. Dan yang tak kalah pentingnya, pengawasan dan tindakan terhadap agen-agen atau penjual-penjual nakal yang sempat mencuat, yaitu LPG 12 kg hasil oplosan atau suntikan dari tabung LPG kg, sehingga kami, konsumen yang sudah rela membeli lebih mahal tidak dirugikan dengan tindakan curang seperti ini. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H