Peluh siang hari membuat rumput kecil tak lagi bertahan. Panas terik yang tak kunjung mengalah terhadap hujan membuat pepohonan menangis, menjerit, meminta setitik air. Semut-semut kecil mencari perlindungan didalam gelapnya tanah-tanah retak. Panas itu tak mampu membuat mereka bertahan. berlari mencari tempat berteduh, menghampiri rumput-rumput kecil yang menangis kehausan.
Kesedihan meliputi hati semut kecil yang mulai terduduk lemah, rumput kecil itu mati perlahan-lahan. Tidak ada air mata lagi yang bisa menetes, karena air di dalam tubuh telah mulai mengering. Perlahan Saang semut berjalan dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Merangkak dengan kaki-kaki yang lemah. Berusaha bertahan dalam terik yang semakin menggerogoti tubuhnya.
Sang semut menatap sekelilingnya. Pepohonan telah hilang, rumput kecil mulai mati satu persatu. Yang tersisa hanya tanah kering dan ranting-ranting yang telah rapuh.
Tiba-tiba Langit bergemuruh menggetarkan bumi. Awan mulai menghitam. Ada sedikit senyum diwajah sang semut, berharap titik hujan itu akan memberi sedikit kehidupan. Tapi kelam langit itu begitu mencekam. Gemuruh langit bersahut-sahutan.
Tiba-tiba Hempasan hujan yang begitu deras menerpa tanah, semut berusaha bertahan, tidak terbayangkan hujan yang turun begitu dahsyat. Tidak ada satu akarpun menahan airnya. Bencana yang datang, semut masih berusaha bertahan pada 1 akar yang tersisa. Tubuhnya tidak menjadi segar. Semut yang lemah itu terseret air yang begitu deras. Tidak lagi bertahan untuk hidup. Ntah kemana air, tanah dan ranting-ranting itu membawanya. Sang semut akhirnya melepas segala kelelahannya selama ini bersama bencana yang datang. Tak lagi berdetak setiap jiwanya. tak lagi merasakan kehidupan dalam dirinya.
Tanah yang kering telah basah tertutup air hujan yang tiba-tiba menerjang. Keangkuhan sang panas telah terkalahkan oleh hujan. Pepohonan yang selalu tersenyum menyambut hujan sebesar apapun telah musnah karena tangan-tangan raksasa manusia. Semut tak lagi tersenyum bergembira di bawah tanahnya yang teduh. Rumput kecil tak lagi menari menatap dahan-dahan tinggi yang hijau dan harum.
Dan alam marah untuk semua itu. Menusia-manusia itu diterkam dalam amarah alam. Air mata tak lagi menghentikan kemarahan alam itu. Sejenak manusia - manusia kecil terpaku menatap kehancuran itu.
Saat alam mulai meredakan amarahnya, sosok kecil sebatang kara melihat pohon kecil telah tumbuh. Tangan mungilnya memberikan kasih sayang, mata jernihnya mencari warna-warna hijau yang masih tersisa. Perlahan tangan mungil itu membiarkan dirinya hidup dalam benih cinta warna hijau, memberikan kasih sayang dan cinta.
Saat tangan mungil itu memberi cinta kepada pohon-pohon kecil, alam mulai tersenyum. Telur-telur semut yang tersisa merasakan nafas kehidupan, dan mereka mulai menatap mentari yang tak lagi membawa amarah. Perlahan kasih dan cinta tangan mungil itu memberi senyum dan semangat kepada warna-warna hijau yang telah putus asa.
Saat tangan mungil itu telah menjadi dewasa, pohon-pohon mungil itupun telah menjulang kelangit dan tersenyum menatap belantara luas. Semut-semut itu telah menjadi dewasa dan menari diantara akar, daun dan batang pepohonan.
Dan Bumi Pun tersenyum, Hidup pun tak pernah berhenti. hanya dengan kasih sayang tangan-tangan penuh cinta. CInta kepada alam dan bumi.
Sejenak Belantara, Semut kecil tertegun mendengar si mungil yang telah dewasa menyanyikan lagu iwan fals
Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi “IWAN FALS”
Raung Buldozer Gemuruh Pohon Tumbang Berpadu Dengan Jerit Isi Rimba Raya Tawa Kelakar Badut Badut Serakah Tanpa Hph Berbuat Semaunya
Lestarikan Alam Hanya Celoteh Belaka Lestarikan Alam Mengapa Tidak Dari Dulu Oh Mengapa
Oh Jelas Kami Kecewa Menatap Rimba Yang Dulu Perkasa Kini Tinggal Cerita Pengantar Lelap Si Buyung
Bencana Erosi Selalu Datang Menghantui Tanah Kering Kerontang Banjir Datang itu Pasti Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi Punah Dengan Sendirinya Akibat Rakus Manusia
Lestarikan Hutan Hanya Celoteh Belaka Lestarikan Hutan Mengapa Tidak Dari Dulu Saja
Oh Jelas Kami Kecewa Mendengar Gergaji Tak Pernah Berhenti Demi Kantong Pribadi Tak Ingat Rejeki Generasi Nanti
Sejenak Belantara dan Semut Kecil menangis, mengingat Alamnya yang telah hancur. Kemudian tersenyum melihat tangan mungil yang kini telah dewasa.
Masih banyak belantara dan semut-semut kecil yang merindukan hijaunya tangan-tangan mungil itu. Selamatkan Bumi Teriak Mereka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H