"Mas......ada surat buat kamu." Ucapku menoleh kearah nakas.
"Surat apa?"Â
"Ga tau???? Jawabku, merapikan dasinya yang masih terlihat miringÂ
"Kenapa baru ngomong?"
"Ya maaf. Aku lupa."
"Ya sudah, nanti saja bacanya. Mas sudah telat nih."
"Ya sudah." Kucium punggung tangannya yang dibalas dengan kecupan dikening.
"Mas berangkat dulu ya." Lambaian tangaku mengiringi keberangkatan mas Rangga. Pria yang telah menjadi imamku sejak tiga tahun lalu.Â
**
*Mala, ada yang ingin aku bicarakan padamu " tutur Maya memulai pembicaraan
"Mau bicara apa Maya????" Katakan saja
"Tapi berjanjilah padaku, kau takkan marah."
"Memangnya kamu mau ngomong apa sih? Ko kayanya serius amat."
"A....aaaaa. aku melihat suamimu bersama wanita lain menuju hotel."
"APA!!!!!! mataku membulat sempurna. Tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.
Lalu sahabatku Maya, yang juga teman satu kantor mas Rangga, memberikan ponselnya padaku. Video berdurasi dua menit itu memperlihatkan suamiku masuk hotel bersama sindy. Wanita yang bekerja dikantor yang sama. Namun beda divisi.Â
**
Memang tak ada cinta sama sekali dihatiku saat aku menikahinya. Terlebih hanya karna Mala adalah putri dari seorang juragan tanah. Dan ayahnya menduduki posisi penting diperusahaan bonafit. Namun apa daya, surat panggilan dari kantor pengadilan agama diatas nakas ini menjadi akhir sandiwaraku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H