Malam ini (22 Oktober 2012) saya baru saja mendengar cerita yang sangat mengesankan dari Pak Fulan (bukan nama sebenarnya). Beliau adalah seorang keturunan Cina yang dilahirkan di Muara Enim. Beliau berangkat ke Banjarmasin pada tahun 1980 dengan menggunakan kapal dagang, ongkosnya Rp 35.000. Beliau menuju rumah kakaknya.
Tiga bulan berada di Banjarmasin, beliau mendapatkan hidayah, ingin masuk Islam. Saudara iparnya tidak setuju dan memintanya untuk keluar rumah bila tetap berkeras masuk Islam. Beliau akhirnya sampai di Ujung Murung, Banjarmasin. Dari sana beliau naik taksi motor ke Kuala Kapuas. Sesampainya di Kapuas, orang-orang pelabuhan menanyakan apakah dia benar-benar mau masuk Islam. Setelah ia mengiyakan, mereka menyuruhnya untuk mendatangi Guru Indra di Anjir Serapat.
Sesampainya di rumah Guru Indra, ia diberi kesempatan selama 7 hari untuk berpikir tentang keputusannya  masuk ke dalam Islam. Hal ini beliau lakukan karena banyak orang yang masuk Islam tapi kemudian "murtad" lagi. Setelah tujuh hari, ia ditanya lagi oleh Guru Indra apakah sudah siap? Setelah ia menyatakan kesiapan barulah dilakukan prosesi pembacaan syahadat.
Lebih dari lima puluh kali dia mengulang pengucapan kalimat syahadat ini, karena sering salah. Setelah mengucapkan kalimat syahadat, beliau dimandikan oleh Guru Indra. Menurut keterangannya air yang mengalir melalui kepala tersebut terasa dingin dan rasa itu menjalar sampai seluruh tubuh. Setelah itu, Guru Indra terus mengulang-ulang pembacaan Kalimat Syahadat ini sampai ia lancar. Setelah lancar dengan syahadat barulah ia diajarkan artinya. Â Setelah itu barulah ia diajari cara berwudhu' kemudian diajari bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan shalat. Setelah lancar dengan shalat, mulailah ia diajari cara membaca Qur'an.
Kemampuan membaca Qur'an yang diperolehnya dari Guru Indra digunakannya untuk mengajarkan Qur'an kepada anak-anaknya.
Ketika sudah bekerja di Kuala Kapuas, ia berkenalan dengan seorang wanita. Ia mengabarkan niatnya kepada Guru Indra untuk menikah. Guru Indra menanyakan wanita itu anak siapa. Karena tidak tahu, ia diminta untuk mendatangi rumah sang perempuan tersebut. Â Setelah mengetahui nama sang ayah, ia kembali melaporkannya kepada Guru Indra. Guru Indra kemudian memintanya untuk tidak menemui sang wanita selama beberapa lama. Setelah itu barulah sang Guru memintanya untuk melamar sang wanita.
Ketika sampai di rumah sang wanita, dia dengan terang-terangan mengatakan bahwa dia tidak punya uang untuk jujuran. Kemudian keluarga wanita meminta agar ia mendatangkan guru Indra. Ketika Guru Indra datang dan menguatkan apa yang ia sampaikan, akhirnya pihak keluarga setuju menikahkan anaknya dengan Fulan tanpa uang sesenpun.
Ketika dia mempunyai anak. Dia mengajarkan kepada mereka bagaimana mengaji, sebagaimana beliau dulu diajarkan oleh Guru Indra. Ia selalu mengajak anaknya untuk shalat berjama'ah di masjid. Ia menasehati anaknya untuk selalu memiliki akhlak yang baik, karena mereka adalah orang miskin. Kalau sudah miskin dan akhlak jelek, maka tidak ada lagi yang bisa diandalkan.
Ia juga meminta anaknya untuk tidak merokok dan alhamdulillah anaknya sampai sekarang tidak merokok. Bahkan anaknya yang sering mengingatkannya untuk tidak merokok dekat dengan keluarga.
Anak pertama beliau lulus dari SMK jurusan multi media. Pada mulanya bekerja di dealer motor di Kuala Kapuas. Karena prestasi kerjanya bagus, dalam tiga bulan bisa menjual 35 buah sepeda motor (melebihi target), maka dia dipromosikan untuk bekerja di Banjar Baru. Setelah bekerja di Banjar Baru selama empat bulan, dia dipromosikan lagi ke Samarinda.
Anak perempuannya beberapa kali ingin diajak untuk kencan oleh teman laki-lakinya. Tapi sebagai ayah ia menolak karena ia menilai mereka belum menjadi muhrim. Bahkan ketika ada seorang polisi Nasrani yang ingin menikah dengan anak perempuannya, ia minta syarat polisi ini untuk masuk Islam dan belajar Islam dulu selama satu tahun. Tapi sang polisi tidak bisa menyanggupinya.
Pria terakhir yang melamar anaknya adalah seorang tukang ojek. Setelah menyanggupi berbagai syarat yang ia ajukan diantaranya setelah menikah tidak boleh memukul istri dan tidak boleh menelantarkan istri, akhirnya lamarannya diterima dengan jujuran sebanyak tiga juta rupiah. Ketika pihak keluarga istri protes dengan jujuran sekecil itu, ia lalu mengingatkan bagaimana dulu mereka menikah tanpa jujuran sepeserpun.
Pak Fulan juga menceritakan bagaimana dia bekerja sebagai calo di pelabuhan. Selama bekerja dia tidak pernah berjudi, tidak pernah minum minuman keras, tidak pernah menerima uang haram. Kalau ada orang yang memberinya uang hasil judi maka ia akan menolaknya walaupun uang tersebut sangat diperlukannya. Ia tidak ingin memberi makan keluarganya dari barang yang haram.
Ia pernah mengingatkan temannya untuk tidak berjudi karena hal itu akan memberi kemudharatan saja kepadanya. Tapi temannya tidak mengindahkan nasehatnya. Setelah ditangkap oleh polisi dan dia menjenguknya di penjara, sekarang setelah keluar dari penjara, temannya tersebut sudah insyaf.
Sekarang beliau memerlukan modal sebesar tiga juta rupiah untuk menjual telur mengingat pekerjaan sebagai calo di pelabuhan sudah semakin sulit. Apalagi transportasi darat sudah semakin lancar, lama kelamaan transportasi air akan menghilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H