Mohon tunggu...
Jumarni
Jumarni Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa/Prodi Ekonomi Syariah/IAIN BONE

Perbanyaklah membaca sampai bacaan itu menjadi makanan pokok bagimu

Selanjutnya

Tutup

Financial

Perspektif Islam terhadap Utang Publik dan Dampaknya terhadap Ekonomi

19 Januari 2025   23:43 Diperbarui: 19 Januari 2025   23:43 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Utang publik merupakan salah satu komponen yang digunakan pemerintah dalam rangka membiayai pembangunan dan menutup defisit anggaran. Negara-negara di dunia termasuk yang mayoritas penduduknya Muslim, sering kali mengandalkan utang sebagai sumber pendanaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun dalam perspektif Islam utang bukanlah sesuatu yang baik jika tidak dikelola dengan bijak dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Islam memberikan pandangan mengenai utang serta dampaknya terhadap individu maupun negara. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana Islam memandang utang publik serta bagaimana dampaknya terhadap perekonomian suatu negara.
Islam mengakui keberadaan utang sebagai bagian dari kehidupan sosial dan ekonomi. Dalam banyak ayat Al-Qur'an dan hadis, disebutkan tentang kewajiban membayar utang serta konsekuensi moral bagi mereka yang berhutang namun tidak memiliki niat untuk melunasi. Rasulullah SAW bersabda: "Ruh seorang mukmin tergantung pada utangnya sampai utang tersebut dibayarkan." (HR. Tirmidzi). Dari hadis ini, dapat dipahami bahwa utang merupakan tanggung jawab yang harus diselesaikan dengan serius. Islam tidak melarang seseorang atau suatu negara berutang, tetapi ada beberapa batasan tertentu agar tidak membawa mudarat yang lebih besar dibanding manfaatnya.
Islam juga melarang praktik riba (bunga) dalam transaksi utang. Dalam konteks utang publik, jika suatu negara meminjam dana dari lembaga keuangan internasional yang menerapkan pembayaran bunga, maka hal ini berpotensi bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, dalam ekonomi Islam, lebih disarankan untuk menggunakan sistem pembayaran berbasis syariah seperti sukuk (obligasi syariah) dan skema berbasis bagi hasil daripada menggunakan utang berbunga.
Utang seharusnya menjadi pilihan terakhir ketika semua upaya untuk memperoleh dana secara halal dan tunai mengalami hambatan, atau dengan kata lain sebagai opsi terakhir. Keputusan untuk berutang seharusnya didasarkan pada keterpaksaan, bukan malah kebiasaan, karena keduanya memiliki perbedaan yang mendasar. Keterpaksaan mencerminkan semangat untuk membangun kemandirian dan mengoptimalkan segala potensi yang ada semaksimal mungkin. Namun, jika keterbatasan yang ada tidak dapat diatasi, maka utang menjadi pilihan yang tidak terhindarkan. Sebaliknya, kebiasaan berutang mencerminkan kecendrungan untuk memilih cara instan dan mudah yang dapat melemahkan semangat kerja keras dan bukannya berusaha terlebih dahulu, seseorang justru cenderung langsung mempertimbangakan untuk berutang.
Dalam konteks kenegaraan, Islam mengajarkan bahwa seorang pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengelola keuangan negara. Prinsip-prinsip ekonomi Islam lebih menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya secara adil dan jelas, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terjamin. Utang publik dalam Islam diperbolehkan selama memenuhi beberapa kriteria, yaitu dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak mengandung unsur riba, tidak membebani generasi mendatang, serta memiliki rencana pelunasan yang jelas. Jika utang digunakan untuk proyek yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, maka hal ini dapat dibenarkan. Namun, jika digunakan untuk kepentingan beberapa kelompok tertentu atau kepentingan politik yang tidak membawa manfaat luas, maka hal ini tidak sejalan dengan prinsip keadilan Islam.
Utang publik memiliki dampak yang sangat luas terhadap ekonomi negara. Jika dikelola dengan baik, utang dapat menjadi alat yang efektif dalam mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Salah satu dampak positifnya adalah pembiayaan pembangunan infrastruktur, yang dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, jika utang digunakan untuk proyek yang lebih produktif, maka hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Dalam situasi krisis ekonomi, utang juga dapat menjadi alat dalam menjaga stabilitas keuangan dan menghindari resesi yang lebih dalam.
Namun, di sisi lain utang publik dapat membawa dampak negatif jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu dampak utama adalah beban pembayaran bunga yang tinggi, terutama jika utang mengandung unsur riba. Pembayaran bunga ini dapat menjadi beban besar bagi anggaran negara dan mengurangi alokasi dana untuk sektor-sektor yang lebih penting seperti pendidikan dan kesehatan. Selain itu, ketergantungan terhadap utang luar negeri sering kali membawa konsekuensi berupa ketergantungan ekonomi dan politik terhadap negara atau lembaga pemberi pinjaman. Hal ini dapat mengurangi kedaulatan ekonomi negara dan membuat kebijakan ekonomi lebih dipengaruhi oleh pihak luar. Jika utang terus meningkat tanpa strategi pelunasan yang jelas, maka generasi mendatang akan menanggung beban yang besar untuk membayar utang tersebut.
Islam menawarkan beberapa solusi dalam mengelola utang publik agar tidak membawa dampak negatif bagi ekonomi dan masyarakat. Pertama, pemerintah sebaiknya memaksimalkan sumber pendapatan domestik seperti pajak, zakat, dan wakaf produktif sebelum mengambil utang. Dalam sistem ekonomi Islam, zakat dan wakaf dapat menjadi alternatif pembiayaan yang efektif tanpa menambah beban utang negara. Kedua, negara-negara Muslim sebaiknya lebih banyak menggunakan komponen keuangan yang berbasis syariah seperti sukuk dan pembiayaan berbasis bagi hasil. Komponen ini lebih sesuai dengan prinsip Islam dan tidak mengandung riba.
Selain itu, pengelolaan anggaran negara juga harus dilaksanakan secara efisien dan jelas. Pemborosan dan korupsi harus diberantas agar utang yang telah diambil benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat. Negara juga harus berusaha membangun ekonomi yang mandiri dengan mengembangkan sektor-sektor yang produktif seperti industri, pertanian, dan teknologi. Dengan demikian, ketergantungan terhadap utang dapat dikurangi, dan negara dapat lebih mandiri dalam membiayai pembangunan tanpa harus bergantung pada pinjaman luar negeri.
Perbaikan ekonomi juga dapat ditempuh dengan keterpaduan antara reformasi moral para pelaku bisnis, penyelenggara negara, dan perubahan struktur ekonomi yang efisien. Pembangunan ekonomi dalam perspektif Islam dapat dilakukan dengan menekankan penggunaan secara maksimal sumber daya ekonomi dan meminimalkan kesenjangan distribusi pada masyarakat. Ajaran agama telah memberikan dasar serta panduan mengenai nilai kesuksesan dan kesejahteraan, yang tidak hanya diukur dari segi materi, tetapi lebih menekankan keseimbangan antara aspek material dan spiritual. Keterbatasan modal pembangunan dicermati dengan penggunaan sumber daya secara efektif dan ekonomis dengan menghilangkan pemusatan kekayaan serta ketidakadilan.
Perilaku konsumstif individu masyarakat serta pemborosan yang dilakukan para penyelenggara negara dalam menyusun anggaran rumah tangga dan negara juga dibarengi dengan menghilangkan tindak korupsi serta tindakan yang merugikan orang lain. Peran positif pemerintah dan kepercayaan rakyatnya merupakan modal awal yang sangat berharga sebagai niatan baik dalam menjalankan pembangunan untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur, serta sejahtera.
Dalam perspektif Islam, utang publik bukanlah sesuatu yang dilarang, tetapi harus bisa dikelola dengan bijak dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Utang hanya boleh digunakan untuk kepentingan yang jelas dan tidak boleh mengandung unsur riba. Jika dikelola dengan baik, maka utang dapat menjadi alat untuk membangun perekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, utang dapat menjadi beban yang dapat merugikan ekonomi dan masyarakat, terutama bagi generasi yang mendatang. Oleh karena itu, negara-negara Muslim sebaiknya mengembangkan sistem keuangan yang berbasis syariah dan mengutamakan sumber pendanaan yang lebih berkelanjutan agar terhindar dari jebakan utang yang sangat merugikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun