Aku banyak mewarisi sifat kedua orang tuaku, bertanggungjawab, berani, mudah kasihan, mau belajar, bekerja keras, keras hati, ngegas ngomongnya. Secara nasab kedua orangtuaku didominasi dengan darah bugis bulukumba dan bugis bone.
Makanan yang paling aku suka itu makanan yang manis-manis, dan pedes-pedes. Aku ngak begitu suka dengan yang asin kecuali manggga muda J untuk spesifik kalau ditanya suka makan apa, sukanya ayam geprek :D bagian punggung.
Kata orang garis keturunan bugis itu banyak tantangannya, neko-neko. Tapi bagiku, orang yang faham, berani, dan pandai bernegosiasi ia pasti bisa menahlukkan keluarganya. Karena aku yakin tiap keluarga ingin yang terbaik untuk buah hatinya. Teringat senior pun terkaget ketika seorang lelaki (ikhwan) bertemu orang tua mbanya (bugis) dan meng-Acc dengan tabungan si ikhwan hanya sekian belasan juta saja. Ya, katanya orang bugis mah standarnya masyaAllah. Tetapi mungkin ikhwan tadi ada amalan khusus dan bisa bernegosiasi. Jadi di Acc.
Kalau kata abangku, uang panai pun sebenarnya uang yang digunakan untuk menggunakan biaya keperluan saat pernikahan baik akad maupun walimatul ursy'. Ujarnya ini adalah bentuk komitmen ikhwan dan juga bukti keseriusan dalam menjalin rumah tangga. Tidak ada patokan sebenarnya, tetapi berdasarkan kesepakatan. Jika diawal saja tidak ada usaha, bagaimana ketika bersama. Begitulah status beliau yang aku amati.
Tidak pernah bertanya langsung, dia punya hak untuk menyeleksi. Oiya dia
(bang alam) orang yang paling didengar dikeluargaku. Karena kepiawaiannya dalam berkomunikasi dan keberaniannya meluruskan yang masih salah dalam keluarga kami. Jadi, apa-apa yang berkaitan denganku, adik satu-satunya. Semua saudaraku dan bapak menyerahkan semuanya ke abang alam. Aku tinggal mendengar keluh kesahnya jika no, ya no. bagiku untuk kriteria tidak muluk dan paling mendasar yang penting kita pernah bertemu.
Di samarinda, aku dan bang alam merantau dia tinggal di rumah mertuanya, dan aku di tempat aku bekerja (SMA IT Granada). Jika hanya ada kepentingan kita saling bertegur sapa via sosial media. Sebelum aku bekerja dan tinggal disini, aku tinggal di pondok pesantren Al-Fajar Samarinda yang sekarang berubah nama menjadi ponpes ash-habul Qur'an. Dulu, banyak ukhtivis memilih tinggal disana menjadi aktivis mahasantri, sambil kuliah dan menjadi santri. Setelah lulus, tuntutan pekerjaan sehingga aku harus meninggalkan pondok. Tetapi tidak putus komunikasi dengan santriwati lainnya.
Rencana kedepan, aku ingin melanjutkan S2 di Turki dengan beasiswa disana (Aminn), beberapa saran dari rekan dan saudara agar tidak keluar kota/negeri sendirian jika tidak bersama mahrom. bertemu dengannya merupakan suatu impian, rentatan mimpiku bukan cuma dia tetapi juga S2. Kenapa sekarang belum bersama dia ? ya aku tau banyak ujian keimanan di era modern saat ini. Tetapi, namanya wanita hanyalah menahan tunggu.
Penggembleng yang baik adalah pengalaman, dan dengan berorganisasi aku menjadi orang yang punya visi dan kendali memanjemen diri dan orang lain. Salah satu diantaranya adalah Lembaga Dakwah, ia hadir menghadirkan ruh dan militansi bergerak atas nama ketuhanan dan kemanusiaan.
Dan yang menanamkan ideology dalam pikiranku dengan berKAMMI, beberapa buku islam worldview, buku karya sayyid Qutub dan buku tan malaka. Tergantung cara pandang dan juga lawan diskusi, bisa sebagai penghasil informasi ataupun darinya aku menyerap informasi sehingga menjadi ideology.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H