Di bulan Ramadan setiap umat muslim menjalankan ibadah puasa ramadan. Secara umum puasa ini adalah untuk menahan haus dan lapar serta mencegah hal-hal yang dapat menimbulkan kemaksiatan dan dosa alias mengendalian nafsu diri.
Dimulai dengan makan saur sebelum terbit fajar dilanjut dengan menjalankan puasa hingga magrib tiba kemudian ditutup berbuka puasa atau mengakhiri puasa dengan makan.
Ironisnya, banyak orang dalam menjalankan ibadah puasa masih terbiasa dengan kebiasaan setiap hari dalam mengonsumsi makanan bahkan lebih.
Hal ini sering aku lihat ketika sore setelah asar, banyak orang berbelanja makanan yang ada di pinggir jalan atau bazar ramadan. Padahal di rumah juga sudah belanja dan disiapkan oleh ibu-ibu.
Jika kebiasaan seperti  ini terus berlanjut, aku merasa ibadah puasa akan menjadi jauh dari tujuan dan nilai-nilai puasa ramadan itu sendiri. Dimana tak ada nilai menahan nafsu serta merasakan haus dan lapar karena semua makanan tersedia.
Hampir semua makanan dibeli dan disiapkan bagai mengumpulkan makanan pagi, siang dan sore dalam satu waktu yaitu ketika berbuka puasa. Alias ganti waktu makan saja. Akibatnya puasa menjadi kekurangan makna serta pengeluaran belanja juga bertambah.
Bagaimana menghindari hal ini?
Pertama, memahami bahwa puasa tidak hanya berhubungan menahan makan dan haus saja tetapi juga nafsu atau keinginan-keinginan. Ini penting, dengan pemahaman yang utuh tentang puasa akan dapat mengendalikan keinginan yang ada. Jadi ketika menjalankan puasa mata melihat dan tergoda berbagai makanan tidak serta merta mengagendakan untuk dibeli dan dimakan nanti. Karena yang lapar adalah mata bukan tubuh. Sehingga yang terlihat tak harus dibeli karena itu hanya keinginan. Sedangkan tubuh memiliki ukuran tertentu dalam kebutuhan makanan.
Kedua, memahami bahwa tubuh memiliki kebutuhan gizi dan makanan dalam jumlah tertentu. Setelah tidak makan dan minum dari fajar hingga magrib bukan berarti harus mengonsumsi makanan sebanyak waktu yang berlalu.
Tetapi mengonsumsi makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan gizi dantubuh saat bulan Ramadan. Jadi makanan yang disediakan tidak harus dalam jumlah banyak tetapi mengandung unsur gizi cukup sesuai kebutuhan tubuh.
Ketiga, mempertahankan kebiasaan belanja seperti hari-hari biasa. Maksudnya adalah, bahwa belanja makanan sehari-hari di bulan Ramadan sama dengan hari sebelumnya. Dimana uang belanja ramadan sama atau tidak jauh beda dengan uang belanja hari biasa. Belanja yang biasanya untuk kebutuhan pagi, siang, dan sore dibagi menjadi dua pagi dan sore. Sehingga tidak perlu menambah biaya lagi untuk belanja di bulan Ramadan.
Keempat, memanfaatkan lingkungan sekitar untuk menyiasati kebutuhan belanja. Ini biasanya terjadi pada ibu-ibu yang tinggal di desa. Namun kemungkinan yang tinggal di kota juga bisa. Terutama yang terbiasa menanam tanaman dengan memanfaatkan wadah-wadah bekas sebagai media tanam.
Misalnya tanaman sawi, kangkung, kacang, bayam, cabai, bawang merah, tomat dan lain-lain. Ditambah lagi yang hidup didesa bisa memanfaatkan, petai, daun dan buah pepaya, kelor, serta bunga turi yang tumbuh subur tanpa harus membeli alias saling berbagi.
Selain hal di atas perlu juga adanya kemauan dan kekuatan diri untuk menjalankannya agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kreativitas seorang ibu sangat memegang peranan dalam menghindari lapar mata dan nafsu di bulan Ramadan.
Dengan kreativitas yang hebat ibu-ibu dapat menyajikan variasi menu makanan yang bergizi dan nikmat tanpa harus kalap belanja makanan. Sehingga puasa berjalan lancar serta uang belanja aman. Aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H