Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan 2020 Harus Lebih Produktif Menulis

27 April 2020   22:33 Diperbarui: 27 April 2020   22:52 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: business.linkedin.com)

Ramadan kali ini beda dengan Ramadan-ramadan sebelumnya. Seumur hidup, baru kali saya menunaikan ibadah puasa tanpa melakukan salat Tarawih di masjid. Sejak munculnya pandemi virus corona (covid-19), seluruh masyarakat Indonesia dihimbau untuk tidak melakukan aktivitas keagamaan di masjid, termasuk salat Jumat dan salat Tarawih. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Adanya aturan dari pemerintah agar masyarakat bekerja dari rumah (Work From Home -WFH) yang berkaitan dengan pencegahan covid-19 telah membuat fisik kita seperti terpenjara. Betapa tidak, bagi siapa saja yang sudah terbiasa bekerja kantoran atau bekerja di luar rumah maka kebijakan WFH terasa bagaikan menyiksa. Namun, bagi masyarakat yang sudah terbiasa bekerja di rumah, aturan tersebut tidak begitu terasa. Mereka hanya tinggal menyesuaikan saja.  

Sebagai seorang penulis yang mencari makan dengan menulis, tentu kebijakan pemerintah tersebut bagi saya tidak terlalu bermasalah. Selama ini pekerjaan menulis bisa dilakukan di mana saja, termasuk di rumah. Namun, penulis juga tidak jauh berbeda dengan profesi atau pekerjaan lainnya, pasti ada dampak dari kebjakan tersebut. Misalnya saya sendiri mengalaminya. Beberapa job mengajar di hotel terpaksa dibatalkan. Tagihan pekerjaan ke klien yang biasanya lancar menjadi macet. 

Apakah kondisi tersebut lantas membuat kita putus asa? Apakah kita harus menyerah? Tentu saja tidak! Justru hal ini menjadi tantangan tersendiri yang musti ditaklukkan. Saya harus mampu mencari solusi atas permasalah yang terjadi, bukan hanya berdiam diri dan berkeluh kesah.

Biasanya kalau dalam situasi normal, saya suka pergi ke luar rumah. Kebetulan saya suka organisasi dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Setiap hari selalu ada saja kegiatan di luar rumah. Waktu menulis biasanya saya agendakan malam. Namun, terkadang saya juga bisa menulis siang atau sore kalau kebetulan sedang ada di rumah. Artinya, waktu yang saya gunakan untuk bekerja sangat fleksibel. 

Alhamdulillah sejak Ramadan 2020 ini, waktu banyak dihabiskan di rumah. Kesempatan ini saya pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk mengevaluasi dan mengatur ulang cara bekerja saya, terutama yang berkaitan dengan mencari nafkah. Kalau biasanya pekerjaan mengajar pelatihan menulis dilakukan secara tatap muka dan bertemu fisik secara langsung, maka sejak WFH semuanya dilakukan secara online dengan menggunakan media sosial dan berbagai aplikasi komunikasi berbasis Android.

Bukan hanya itu, konsep dan rencana kerja ke depan juga banyak berubah. Saya pun merencanakan untuk lebih produktif menulis, terutama saat Ramadan ini dengan harapan seusai bulan puasa ini akan semakin banyak karya tulis yang saya hasilkan. Selain sedang menulis buku, saya juga menulis menulis berbagai artikel dan cerita pendek (cerpen). Hidup ini terasa semakin indah dan bahagia ketika waktu yang ada tidak hilang sia-sia.

Menulis tidak semata-mata demi uang. Bagi saya, uang itu memang penting karena bisa dipakai untuk memenuhi beberapa keperluan hidup kita. Namun uang bukanlah segala-galanya. Menulis bisa juga untuk berbagi ilmu dan pengalaman atau bisa juga buat menghibur orang lain. Oleh sebab itu, selagi sehat dan ada kesempatan, saya pasti menulis. Tentu saja menulis apa saja yang menurut saya bermanfaat.

Produktif berkarya tidak berarti harus mengabaikan kualitas. Tidak ada gunanya banyak karya, tapi kualitasnya rendah. Setiap karya yang dihasilkan harus diupayakan dengan maksimal. Jangan menulis asal-asalan. harus banyak membaca referensi yang benar dan akurat. Bahkan, kalau memang perlu bertanya kepada orang yang lebih ahli maka itu pun harus dilakukan demi melengkapi tulisan kita yang belum sempurna. Jangan malu bertanya dan merasa diri kita sebagai orang yang paling hebat. Justru rendah hati bisa membuat kita menjadi hebat karena kita masih berkesempatan memberi ruang kosong di otak kita untuk diisi dengan sesuatu yang baru dan bermanfaat.

Apakah dengan menulis di bulan Ramadan membuat ibadah ritual saya semacam salata Tarawih jadi terganggu? Tentu saja tidak! Saya bisa mengatur kapan harus melaksakan salat tarawih dan tadarusan, serta kapan waktunya menulis, istirahat, dan tidur. Tadarus paling pas dilakukan saat lepas salat Magrib sambil menunggu tiba waktu salat Isya. usai salat Isya bisa dilanjutkan dengan salat Tarawih. Kemudian istirahat sebentar sambil membuka handphone dan memeriksa berbagai akun media sosial. Terakhir mengerjakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan menulis. Waktu tidur disesuaikan dengan kebutuhan. Kalau menulis sedang asyik, kadang tidur sekitar pukul 02.00 dini hari. Dalam kondisi normal biasanya saya tidur sekitar pukul 11.00 atau 12.00 WIB.

Mencoba Produktif Menulis Fiksi

Sudah 13 tahun saya menulis. Selama ini saya lebih banyak menulis artikel dan buku nonfiksi. Saat itu saya merasa kurang kuat kalau harus menulis fiksi seperti puisi, cerpen, atau novel. Tulisan saya yang berjenis artikel dan buku nonfiksi cukup banyak. Namun, tulisan saya berupa karya fiksi, seperti puisi atau cerpen masih terbilang sedikit. Saya pernah menulis beberapa cerpen, tapi kebanyaan diangkat dari kisah nyata. Belum banyak cerpen yang saya tulis benar-benar hasil rekaan atau hasil daya imajinasi saya. Oleh sebab itu saya merasa tertantang untuk mencoba menembus batas kemampuan saya tersebut untuk mencoba produkti menulis fiksi. 

Saya berniat menulis novel. Perlu diketahui, saya belum pernah membuatnya. Namun, jangan tanya berapa banyak buku cerita yang pernah saya baca. Sejak masih SMP saya sudah gila baca. Sepertinya sudah ratusan judul buku fiksi seperti komik, cerpen, dan novel yang pernah saya baca. Saya suka sekali dengan ceritanya, baik kisah romantis, petualangan, misteri, maupun horor.

Jadi, semuanya masih membekas dalam memori kepala saya. Rasanya itu bisa menjadi bekal yang baik bagi saya untuk mengeksplorasi kemampuan saya dalam menuis tulisan fiksi. Tentu saja saya harus membaca berbagai literatur yang berkaitan dengan teknik atau cara menulis fiksi yang baik dari penulis terbaik dibidangnya.   

Meningkatkan Kualitas Tulisan

Jangan pernah cepat-cepat merasa puas. itu yang selalu saya tanamkan dalam benak saya ketika menulis. Saya selalu membandingkan tulisan saya dengan tulisan orang lain, baik yang ada di dunia maya maupun di media cetak, seperti koran atau majalah. Maksudnya agar saya tahu dimana letak kekurangan tulisan saya.

Sejak mulai menulis, saya suka membuat kliping koran. Banyak tulisan orang-orang ternama yang ada di koran atau majalah, saya guntingi. Tulisan itu kemudian saya kumpulkan, lalu saya baca berulang-ulang. Saya suka bertanya dalam hati, mengapa kok tulisan mereka bagus-bagus.

Saya juga sering mengoleksi berbagai buku teknik menulis dari penulis manapun, baik penulis terkenal yang sudah berpengalaman maupun penulis muda yang masih bau kencur. Bagi saya, belajar itu tidak memandang usia. Kita bisa belajar dari siapa saja karena ilmu pengetahuan itu tidak bisa diukur dari usia seseorang, melainkan tergantung sejauh mana orang tersebut memanfaatkan waktu serta kesempatannya untuk belajar dan mempraktikkan ilmu yang dipelajarinya.

Saya berharap usai Ramadan ini kualitas tulisan saya semakin baik dan produksi tulisan saya semakin banyak. Bulan penuh berkah ini memang harus disikapi dengan banyak bersyukur meskipun kita semua sekarang dalam kondisi prihatin karena sedang terkena musibah pandemi covid-19. Insya Allah selalu ada berkah dibalik musibah.

***          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun