Siapa sangka kalau lulusan Fakultas MIPA Jurusan Matematika Unpad Angkatan 1997 ini akhirnya menjadi seorang ahli origami. Semua ini bermula antara 2006 atau 2007. Secara tidak sengaja Linda Marlina ikut belajar di kelas pelatihan origami untuk ibu-ibu yang diselenggarakan oleh salah seorang adik angkatannya waktu masih sama-sama akif di Masjid Salman, Institut Teknologi Bandung (ITB). Kebetulan waktu itu kelas origami itu letaknya berdekatan dengan sekolah anaknya.Â
"Saya ikut daftar sambil menunggu anak beraktivitas di sekolah. Saya mengambil kelas satu kali seminggu, selama enam kali. Saat itu saya memang full time ibu rumah tangga setelah resign dari pengajar matematika tahun 2003. Saya mempunyai anak kembar di tahun 2004 itu sebagai pertimbangan resign," ujar Linda sambil mengenang peristiwa 17 tahun silam tersebut.
Setelah mengikuti kelas origami dan mulai mencoba beberapa bentuk, Linda jadi tertarik. Ia merasa penasaran dan ingin mengetahui lebih jauh tentang origami. Sambil terus mengikuti kelas yang tersu berjalan, ia juga mulai mencari tahu tentang origami dari berbagai sumber.Â
"Ternyata manfaat origami itu banyak, terutama untuk anak. Sementara saya sendiri juga baru tahu. Saya pikir pasti belum banyak masyarakat Indonesia yang tahu. Nah, akhirnya timbul ketertarikan untuk belajar lebih dalam. Kebetulan suami saya mendukung. Beliau begitu support sampai saat ini. Beliau selalu membawakan buku-buku origami atau mengunggah e-book-nya, hingga menyusunnya menjadi sebuah e-library,"Â ujar lulusan S2 Pengembangan Kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) 2013 ini dengan haru.
Saat ini ada ribuan buku, majalah bulanan dari seluruh dunia, dan beragam jurnal tentang origami yang menjadi koleksi pribadinya. Semua itu tersimpan rapi dalam memori komputernya dan menjadi bahan bacaan, serta materi mengajarnya di bidang origami.
Dari Belajar Jadi Mengajar
Setelah pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan Linda di bidang origami semakin meningkat, timbulah niatnya untuk membuat buku panduan pelatihan origami sendiri. Latar belakangnya yang pernah menjadi seorang guru dan instruktur menjadi bekalnya dalam menyusun buku tersebut. Beberapa buku origami yang pernah dibuatnya adalah: Buku Origami untuk anak Usia Dini (2012), Buku Origami 3D (2013), dan Buku Kreasi Cantik Bunga Origami (2015).Â
"Mulanya saya membuat pelatihan origami ini tidak untuk tujuan bisnis. Saya membuka pelatihan khusus untuk orang-orang terdekat saja. Ya, hitung-hitung untuk mengisi waktu luang sambil mengasah kemampuan saya," ujar putri dari pasangan A.Hasan (almarhum) dan Tuti Hastuti ini dengan nada ramah.
Lambat laun timbulah idenya untuk mengembangkan lebih jauh pelatihan origami ini. Pada 2009, Linda menghubungi semua pengurus Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) di seluruh Indonesia, terutama pengurus yang ada di tingkat provinsi. Ia tawarkan program pelatihan origami sebagai media pembelajar bagi anak.usia dini.Â
Usahanya Linda akhirnya membuahkan hasil. Ada beberapa yang pengurus Himpaudi di daerah yang mengundangnya. Bahkan saat itu ia mendapat undangan dari Himpaudi Kepulauan Karimun, Provinsi Riau untuk mengisi acara pelatihan.
 Tahun 2011 ia diminta membuat origami robot besar yang masuk MURI dan sekaligus mengajar ikut roadshow ke kota-kota yang dipilih. Kesempatan ini ia jadikan kendaraan buat sharing ke pelosok daerah.
"Misalnya perusahaan PT Sharp elektronik  menunjuk saya sebagai narasumber origami disetiap pameran yang diselenggarakan oleh perusahaan tersebut. Mereka memberikan saya kontrak delapan kota di dua pulau, yaitu Jawa dan Sumatera. Karena jadwal sudah keluar dua bulan sebelumnya, saya hubungi kota yang akan saya datangi. Lalu saya buat jadwal seminar atau pelatihan dengan Himpaudi atau IGTKI setempat sehingga menjadi benefit buat mereka karena tak perlu harus menyiapkan tiket pesawat saat saya hadir ke sana," ujar Linda dengan semangat.
Hal tersebut berlangsung cukup lama hingga 2017. Akhirnya pekerjaan Linda tidak hanya mengajar origami, tapi sekaligus sebagai penyelenggara event orgizer yang membawanya kerap menawarkan project dekorasi yang berkaitani dengan origami dan paper craft. Saat itu kebetulan ia juga sebagai aktif di komunitas origami.
"Alhamdulillah beberapa anggota komunitas senang untuk membantu dan bekerjasama sebagai team di project-project yang saya tangani. Ada yang menjadi desainer, ada yang bertindak sebagai pelipat kertas dan banyak lagi lainnya," ujar pencetus gagasan dan pelopor "Konvensi Origami Nasional ke-1 Indonesia" di Surabaya tahun 2015 ini dengan bangga.
Linda mengakatkan bahwa semua keterampilan yang diperolehnya selama ini lebih banyak dipelajarinya secara otodidak. Begitu juga dengan pekerjaan dari klien. Ia selalu menganggap bahwa project adalah sebuah tantangan yang harus ditaklukannya.Â
"Saya biasanya butuh waktu untuk mempelajarinya. Saat paham dan yakin sudah sesuai dengan pakemnya, biasanya saya share atau saya ajarkan pada team sehingga kami bisa memnyelesaikan tantangan yang diberikan oleh klien," ujar istri dari M. Lukman ini dengan serius.Â
Dari Origami ke MelukisÂ
Selain memiliki kemampuan membuat origami, Linda juga memiliki keahlian lain yaitu Suminagashi - Â teknik membuat dekorasi pada kain dengan menggunakan teknik seperti membuat tekstur marmer yang dihasilkan dari tinta khusus (marbling paint). Suminagashi ini berasal dari kebudayaan tradisional Jepang dan merupakan sebuah teknik mendesain atau mewarnai wadah cair yang kemudian diimplementasikan pada kertas, kain atau juga batu.Â
Wanita yang mempunyai motto hidup "Mun Keyeng Tangtu Pareng" ini terus mengembangkan ilmu dan pengalamannya di bidang kebudayaan Jepang. Bahkan, ia juga mampu membuat ecoprint, yaitu teknik pewarnaan alami dengan cara menempel bentuk asli tumbuhan (daun/bunga) ke permukaan kain yang diinginkan. Teknik ini prosesnya sederhana dan sangat ramah lingkungan.
"Semua itu awalnya tantangan dari klien yang saat itu membutuhkan narasumber yang ternyata bisa kita penuhi. Misalnya saat itu ada klien yang minta dibuatkan kupu-kupu untuk dekorasi acara di Atrium Mall Taman Anggrek, Jakarta. Ya, karena abstrak, jadi saya pikir orang awam yang enggak bisa menggambar juga bisa. Awalnya E.O. yang biasa undang saya minta artis suminagashi. Saya cari, enggak ada. Saya hunting di Google, cuma ada satu seniman, tapi saya lihat hasilnya juga masih biasa saja. Lagian nomor kontaknya juga tidak ada," ujar Linda mengenang saat awal ia berkenalan dengan suminagashi.
Bukan Linda namanya kalau menyerah pada nasib. Kesulitan baginya justru menjadi sebuah tantangan yang harus ditaklukkannya. Bahkan, akhirnya justru menjadi peluang bisnis yang cukup menjanjikan.
"Iseng-iseng selama 12 hari saya pelajari setiap hari dan berhasil. Akhirnya saya yang tampil. Jadi modalnya pede saja. Tanpa diduga, ternyata even itu merupakan launching sebuah produk internasional. Bahkan artis Anggun C Sasmi, Dominiq Sanda, dan Susan Bakhtiar juga hadir sebagai brand ambasador produk itu," pungkas ibu dari Naufal Zainul Arifin, Fauzan Taufiqurrahman, dan Fauzi Taufiqurrohim mengenang peristiwa bersejarah yang tak akan terlupakannya tersebut.Â
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H