Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dilematis, Jabatan Sekda dalam Pemerintahan

29 Maret 2020   14:00 Diperbarui: 29 Maret 2020   14:28 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekretaris daerah (Sekda) merupakan jabatan penting dan strategis dalam sebuah pemerintahan di daerah, baik untuk level kabupaten, kota, maupun provinsi.

Tidak aneh kalau jabatan ini menjadi incaran bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) - sebelumnya biasa dikenal dengan sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS) - yang berkarier di lingkungan pemerintahan daerah.

Sekda Jabatan Karier, Bukan Politik
Sayangnya jabatan Sekda ini sering sekali dikaitkan dengan kepentingan politik. Bahkan, tidak jarang para politikus ikut bermain dalam menentukan calon sekda.

Mereka melakukan lobi-lobi politik demi melampiaskan syahwat politiknya untuk kepentingan partai yang diusungnya. Dalam posisi ini terkadang posisi ASN yang digadang-gadang oleh politikus sebagai kandidat Sekda menjadi tidak nyaman dan serba salah. Bahkan, tidak jarang ada juga ASN yang akhirnya ikut terjebak dan terjerumus dalam permainan kotor yaitu jual-beli jabatan.

Seperti dilansir dari laman tempo.co (30-01-2017), menurut Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi, jual-beli jabatan marak terjadi untuk jabatan kepala sekolah baik SD maupun SMP. 

Selain itu, di tingkat pemerintahan daerah, pada jabatan sekretaris daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ia menuturkan praktik jual-beli jabatan untuk tingkat sekretaris daerah mencapai Rp 1 miliar. sedangkan kepala SKPD antara Rp 200-400 juta, tergantung dari basah keringnya.

Tidak heran kalau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengungkap kasus jual-beli jabatan di lingkungan pemerintahan daerah. Beberapa kasus yang merebak dan terungkap di antaranya adalah kasus dugaan Praktik jual beli jabatan di Kudus dan Cirebon. KPK periksa Sekda dan sejumlah ASN Kudus terkait dugaan praktik jual beli jabatan yang melibatkan mantan Bupati Kudus HM Tamzil (sumber: detik.com 29-07-2019).

Tahun sebelumnya, ditempat berbeda penyidik KPK memanggil Sekda Cirebon Rahmat Sutrisno untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon dengan tersangka Bupati Cirebon nonaktif, Sunjaya Purwadisastra (sumber: kumparan.com 5-11-2018) .

Menurut pandangan dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Siti Zunariyah, alasan mengapa praktik jual beli jabatan masih langgeng sampai saat ini karena adanya konsep berpikir dan bertindak pragmatis berkaitan dengan mekanisme rekruitmen dan pencalonan pejabat yang cenderung bersifat administratif dan prosedural sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk meraih jabatan tersebut.

"Belum ada alat ukur yang tepat juga untuk menilai kelayakan seseorang untuk menjadi pejabat," ujar Siti saat dihubungi Kompas.com secara terpisah (sumber: kompas.com 29-07-2019).

Sudah saatnya para politikus mengerti peran ASN dalam pemerintahan dan tidak melibatkan mereka dalam permainan politik. Biarkan ASN bekerja secara profesional dalam mengelola pemerintahan, sehingga mereka bisa menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara maksimal. Karier ASN bukan ditentukan oleh kaum politikus, tetapi ditentukan oleh ilmu pengetahuan dan kinerjanya di lapangan. Sudah ada aturan yang jelas mengenai jenjang karier seorang ASN yang tertuang dalam undang-undang dan peraturan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun