Pagi ini saya dan teman-teman ada urusan bisnis ke Cirebon. Kami berangkat Subuh dari Bandung dengan kendaraan pribadi. Tentu saja tak sempat sarapan karena mengejar agar bisa tepat waktu sampai tujuan.
Alhamdulillah perjalanan menuju Cirebon cukup lancar. Kami lewat jalur lama, tidak melalui jalan tol. Sekitar pukul 07.30 WIB sudah masuk wilayah Kabupaten Cirebon.
Perut saya mulai bergetar pertanda harus ada asupan gizi di dalamnya. Saya pun menyarankan ke teman-teman semobil agar kami cari makanan dulu.Â
Kami pun mampir di sebuah rumah makan sederhana di pinggir jalan. Semua penumpang turun dan segera mengambil posisi duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu.
Seorang ibu muda yang berdagang makanan menyambut kami dengan ramah. Ia mempersilakan kami memesan makanan yang kami inginkan.
"Nasinya satu atau dua?" Ucapnya sambil mengambil piring dan sebungkus nasi yang dibungkus daun jati.
"Satu saja," jawab saya singkat.
Selanjutnya kami diminta untuk mengambil sendiri pasangan nasi yang sudah banyak tergelar di sana. Ada ikan asin, daging sapi, tempe, sate telur puyuh, dan lain-lainnya.
Saya sarapan nasi dengan ditemani sayur hati ayam dan dua tusuk sate telur puyuh. Tentu saja sekalian dengan sambal sebagai penyemangat.
Kali ini saya akan cerita tentang sarapan pagi kami. Kebetulan tempat kami makan berada di daerah Jamblang dan pedagangnya berjualan nasi Jamblang yang sangat terkenal itu. Makanan ini sudah menjadi salah satu makanan khas Cirebon.
Menurut penjualnya, alasan mengapa makanan tersebut disebut Nasi Jamblang karena berasal daerah Jamblang. Ciri khasnya terletak pada nasinya yang dikemas dengan daun jati dan lauk pauknya yang tersedia beraneka ragam.
Nasi Jamblang juga disajikan dalam kondisi dingin. Mengapa? Karena kalau panas, maka akan berpengaruh terhadap alasnya yang terbuat dari daun jati. Kalau panas, nasinya akan ikut berwarna merah akibat terkontaminasi warna dari daun jati.
Selain itu pilihan lauk dan sayurnya pun cukup beragam. Pembeli bebas memilih menunya sendiri sesuai selera. Urusan bayar belakangan. Makan dulu, baru dihitung apa saja yang dimakan, lalu bayar.
Menurut saya, ukuran nasinya terlalu sedikit. Satu bungkus nasi cuma sebesar kepalan tangan sehingga kami semua tak ada yang pesan sebungkus, melainkan dua bungkus. Bahkan ada yang pesan tiga bungkus.Â
Masalah harga? Gak usah diragukan, lagi alias sangat terjangkau. Dijamin tidak membuat kantong kita jebol.
Pesan saya, kalau Anda berkunjung ke Cirebon, jangan lewatkan makan Nasi Jamblang. Selain harganya pantas, menunya pas, rasanya pun nendang. Bikin rasa lapar jadi hilang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI