Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agus Hamdani, Pencetak Juara Menggambar dan Mewarnai

31 Agustus 2016   11:23 Diperbarui: 31 Agustus 2016   11:34 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kak Agus sedang mengajar menggambar (Sumber foto: Agus Hamdani)

Oleh : J. Haryadi

Agus Hamdani atau lebih dikenal dengan sebutan Agus Gambar, lahir dari pasangan almarhum K.M. Khotim dan almarhumah Hj. Rodiah. Beliau merupakan anak bungsu dari 9 bersaudara. Bapak kandungnya meninggal dunia ketika Agus masih berusia 7 bulan. Kejadian ini membuat ibunya terpaksa menjadi single parent, sehingga membesarkan beliau dan kakak-kakaknya sendirian. Ekonomi keluarganya saat itu sangat pas-pasan dan kondisinya cukup memprihatinkan.

Penggemar batu akik ini sering sedih kalau ingat masa kanak-kanaknya. Ketika masih bersekolah di Sekolah Dasar (SD), jika ingin belajar menggambar, Agus terpaksa harus memulung kertas dan pensil bekas. Maklum saat itu ibunya tak mampu membelikan kertas gambar dan pensil baru. Bahkan halaman kosong buku tulis yang biasa dipakainya untuk sekolah, sering dipakai untuk menggambar. Selain itu, beliau juga sering mencari pensil bekas yang sudah dibuang di tong sampah dan memulungnya sebagai alat menggambar.

Jika ada orang menggali sumur, Agus sering mengambil tanah liat dari galian tersebut untuk dijadikannya patung berbentuk hewan. Kebetulan lingkungan tempat tinggalnya cukup fanatik dengan ajaran Agama Islam, sehingga ustad sering menegur Ibunya agar melarang beliau untuk membuat patung. Namun dirinya tetap saja membandel.

Begitulah Agus kecil yang sering tampil beda dan kreatif. Sikapnya ini sering membuat orang di sekitarnya terkejut. Misalnya ketika musim layangan tiba. Sementara teman-teman lainnya membeli layangan yang sudah jadi dengan bentuk biasa, tetapi Agus justru membuat sendiri layangannya berbentuk unik. Hal ini membuat teman-temannya tertarik dan menyukai karyanya. Agus juga saat itu sudah pandai membuat mobil-mobilan sendiri dengan memanfaatkan benda-benda bekas.

Sempat Minder, Meskipun Pandai Menggambar

Sejak kecil Agus sudah memiliki bakat melukis. Bakat alamnya tersebut diasahnya sendiri secara otodidak. Namun kelemahannya, beliau termasuk anak yang sulit untuk berkomunikasi dan sering duduk menyendiri. Jika ingin ikut bermain dengan teman-temannya ke tempat yang agak jauh, kakak-kakaknya justru melarangnya. Mungkin karena sayang atau takut terjadi apa-apa padanya. Meskipun dirinya jarang bepergian jauh, tetapi pikiran Agus tidak bisa diam, selalu melayang liar, mengembara ke mana-mana.

Menginjak kelas 3 SD, ada sebuah pengalaman Agus yang cukup berkesan terhadap salah seorang gurunya yang bernama Pak Kusna. Saat itu Sang Guru membuat peraturan kepada semua muridnya, bahwa beliau akan memajang 10 karya terbaik dari para muridnya. Kebetulan saat itu gambar bikinan Agus juga terpilih di antara ke-10 karya terbaik yang dipajang gurunya, meskipun karyanya berada pada urutan paling akhir.

Menginjak kelas 4-6 SD, kemampuan menggambar Agus kian meningkat. Hal ini dibuktikan dengan naiknya peringkat karyanya yang melonjak dari ranking 10 ke ranking 3 besar terbaik di kelasnya.  Pengalaman ini membuat beliau bangga, termotivasi dan sangat berkesan sampai sekarang.

Salah satu kebiasaan Agus semasa kecil adalah sering menggambar tokoh-tokoh yang ada dalam permainan gambar. Kemahirannya menggambar saat itu tidak diragukan lagi, sehingga sering mendapat pujian dari rekan-rekan sepermainannya. Namun beliau baru mengenal crayon ketika sudah kelas 5 SD yang diperolehnya pertama kali ketika ada anak tetangganya yang ingin belajar menggambar dari beliau. Tetangganya itu lalu memberinya hadiah crayon sebagai tanda terima kasihnya.

Didikan Keras Ibunya Membuat Dirinya Maju

Saat kelas 5 SD juga Agus baru mengenal yang namanya uang jajan di sekolah. Ibunya akan memberinya uang jajan kalau beliau mau mengantar barang dagangannya ke warung-warung yang ada di sekitar kampungnya. Biasanya tugas ini dilakukannya pagi hari sebelum anak bungsu ini berangkat ke sekolah.

Siang hari sepulang sekolah, Agus mengambil barang dagangan yang tadi pagi dititipkannya di warung. Kemudian mengisi air di gentong untuk mandi dan membuang sampah kulit pisang bekas bahan dagangan ibunya. Setelah semua tugasnya selesai, baru beliau diperkenankan makan oleh ibunya.

Masih ada tugas lain menanti Suami dari Lena Khodijah ini, yaitu mengupas ubi kayu di sore hari. Itu merupakan bahan dagangan ibunya. Ketika malam hari tiba, tugas mengiris kol menantinya, juga sebagai bahan untuk ibunya membuat makanan bakwan. Begitulah cara Sang Ibu mendidik beliau ketika masih kecil.

Saat itu sempat terpikir dalam diri Agus, mengapa Tuhan memberikan kehidupan sulit bagi keluarganya. Beliau merasa kehidupan keluarganya tidak seperti tetangganya yang jauh lebih enak. Namun hasil tempaan ibunya inilah yang membuat beliau maju. Hasil didikan ibunya membuat beliau menjadi pribadi yang berdispilin tinggi, pandai memanfaatkan waktu, mandiri, dan selalu belajar bersyukur atas apa yang sudah diberikan Allah padanya.

Kemiskinan adalah sahabat hidupnya

Masa-masa sulit dalam hidupnya ketika itu, membuat Agus dan kakak-kakaknya sering bertengkar rebutan garam dapur yang akan dipakai sebagai teman makan nasi, agar tidak terasa hambar. Biasanya garam tersebut dicampur air sedikit dan petsin sebagai penyedapnya. Saat itu makan teras nikmat, meskpun dengan gizi ala kadarnya. Sungguh sebuah pengalaman masa lalu yang memilukan dan tidak terlupakan sepanjang hidupnya.

Saking susahnya, pernah Agus memakai seragam SMP kakaknya, padahal ketika itu beliau masih kelas 4 SD. Hal itu terpaksa dilakukan karena celana seragam SD-nya sudah bolong. Akhirnya ibunya membuatkannya seragam sekolah dari bekas karung goni.

Pernah ketika kelas 5 SD, Agus mendapat juara 2 dikelasnya. Saat akan menerima hadiah di panggung, kedua tangan beliau menutupi celana bagian depan, sambil agak membungkuk. Guru dan teman-temannya mengira beliau sakit perut. Ternyata beliau tidak sakit perut, melainkan sedang menutupi resliting celananya yang terbuka karena sudah rusak.

Senang Bergaul Dengan Orang Yang Lebih Dewasa    

Ketika SMP, Agus kerap kali bergaul dengan orang-orang yang usianya jauh lebih dewasa. Beliau sering bergaul dengan kalangan mahasiswa. Tentu hal ini merupakan sesuatu yang kurang lazim bagi anak-anak seusianya. Bahkan beliau juga suka membantu mengetik tugas-tugas kuliah kakaknya yang saat itu kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.

Guru gambar yang hebat ini juga suka membaca buku-buku orang dewasa. Anehnya, beliau justru kurang suka membaca buku-buku pelajaran sekolahnya. Kebiasaan ini sekarang turun ke anak sulungnya, Harun. Akibatnya Sang Ibu khawatir nilai anaknya buruk ketika akan ikut ujian kelulusan SD dan sempat mengancam akan menyekolahkan beliau ke pesantren jika nilai NEM (Nilai Ebtanas Murni) SD-nya buruk. Namun alhamduillah hasil ujiannya baik, sehingga beliau berhasil masuk ke sekolah negeri, tepatnya di SMP Negeri Pasir Kaliki, Cimahi.

“Waktu di SMP, Aku sempat ditawarin untuk sekolah di SMP Teknik. Kemudian lanjut ke SMK dan ATPU (Akademi Teknik Pekerjaan Umum). Mungkin karena bakat menggambarku,” ujar Agus menjelaskan.

Anehnya, kalau disuruh ibunya untuk ikut lomba menggambar, Agus kerap menolaknya dengan alasan itu cuma sekedar hobi saja. Kebiasaan Agus di kelas sering mendemontrasikan kemahirannya menggambar karikatur di depan teman-temannya. Kebiasaannya ini membuat beliau dijuluki teman-temannya dengan julukan “Agus Gambar”.

Musibah Datang Tanpa Diundang

Masa-masa sekolah di SMP yang begitu indah tidak bisa dirasakan terlalu lama oleh Agus Hamdani. Suatu hari ketika masih duduk di kelas 2 SMP, Agus mengalami sebuah kecelakaan. Saat itu dirinya sedang dibonceng motor oleh temannya di daerah Kebon Jati, Bandung. Tiba-tiba sebuah mobil menyalip motor yang ditumpanginya dari belakang. Motornya tersenggol, sehingga dirinya terlempar cukup keras dari motor dan terhempas ke jalan raya. Beberapa tulangnya patah dan mengalami luka yang cukup parah.

Sejak kejadian tersebut, Agus mengalami kelumpuhan selama 2 tahun lamanya. Sehari-hari kegiatannya cuma di atas tempat tidur, tidak bisa kemana-mana Pengobatan secara terapi dijalankannya secara rutin, sampai akhirnya bisa berjalan kembali menggunakan tongkat.

Pengalaman Mengajar Pertama Kalinya    

Salah seorang kakak kandung Agus sehari-hari mengajar mengaji Iqro’ di masjid dekat rumahnya. Suatu ketika masjid tersebut di renovasi, sehingga semua murid yang belajar dipindahkan ke rumah ibunya. Karena ruangan tengah rumah ibunya sempit untuk dipakai belajar, akhirnya terpaksa kamar beliau juga dipakai sebagai tempat belajar siswa lainnya.

Belajar mengaji terkadang membuat anak-anak bosan. Salah satu cara menyiasatinya, Agus punya ide untuk mengajar mengambar dan mewarnai kepada  murid-murid tersebut. Ternyata respon anak-anak begitu positif. Mereka bertambah antusias belajar. Inilah cikal bakal beliau mengajar menggambar.

Profesi Agus sebagai guru menggambar profesional secara tak sengaja diperolehnya setelah beliau mendapatkan penawaran dari salah seorang kerabatnya. Semula beliau hanya iseng-iseng saja memberikan pelajaran menggambar di TK Islam yaitu TK Muhammad Iqbal dan TK Cahaya Indonesia (CI) sambil mengisi waktu luangnya. Namun berkat tangan dinginnya, banyak anak asuhnya yang berhasil menjuarai berbagai kejuaraan menggambar dan mewarnai yang ada di kota Cimahi dan sekitarnya.  Akhirnya tawaran mengajar pun mengalir deras dan kesempatan itu dimanfaatkannya dengan baik.

Menurut penggemar batu akik ini, dirinya sempat nerveus saat pertama kali mengajar di sekolah TK. Ada perasaan minder dan tidak percaya diri, semua bercampur menjadi satu. Keringat dingin keluar dari pori-pori kulit di sekujur tubuhnya. Namun semua itu akhirnya berhasil dilaluinya dengan selamat. Seiring dengan perjalanan waktu, kemampuan mengajarnya pun semakin baik.

Saat ini Agus Hamdani sudah menyelesaikan pendidikan menengahnya dengan ikut program Paket C. Kesibukan mengajarnya pun sangat luar biasa. Betapa tidak, disamping mengajar di 32 TK-SD di  Kota Cimahi, Kota Bandung, Kab. Bandung dan Kab. Bandung Barat, beliau juga sering diminta jadi nara sumber berbagai seminar pendidikan dan pelatihan menggambar bagi guru-guru TK se Bandung Raya, menjadi juri berbagai lomba menggambar dan mewarnai serta mengajar les/privat menggambar dibeberapa studio/sanggar lukis.

Beberapa sekolah dan sanggar tempat Agus mengajar diantaranya adalah TK Al-Azhar Syfa Budhi Parahyangan, TK Fitrah Insani, TK Nur Ar Rahman, TK-SD Sekolah Islam Terpadu Darul Fikri, TK Cipta Cendekia Indonesia, Sanggar My Idea, Sanggar Saung Seni Cimahi dan lain-lain.

Pria berdarah Sunda asli dan anak salah seorang Kyai terkemuka di kota Cimahi ini juga aktif di berbagai organisasi, di antaranya KNPI, BKPRMI dan FORKIS Cimahi. Pelukis kaligrafi ini hidup bahagia bersama seorang istri yang cantik yang berprofesi sebagai guru TK dan dikarunia 3 orang anak lelaki yang lucu-lucu.

Kembali Mengalami Kecelakaan Untuk Kedua Kalinya     

Musibah kedua ini terjadi ketika Agus sudah duduk di kelas 2 STM. Saat itu beliau terjatuh dari motor yang dikendarainya. Ketika itu beliau diobati ke tukang urut.  Menurut tukang urut, ada urat syaraf di kakinya yang kejepit. Kakinya menjadi cacat permanen. Tiga bulan setelah kejadian itu baru dampaknya benar-benar dirasakannya. Tubuhnya terasa sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali terbaring di tempat tidur. Tentu saja aktivitasnya sekolah jadi terganggu. Namun hal itu tidak membuat semangatnya luntur dalam mengembangkan bakat menggambar yang dimilikinya.

Kondisi sakit ini membuat Agus lama tidak sekolah. Salah seorang kakaknya yang kebetulan menjadi TKI di Arab menelpon ke sekolahnya dan memohon agar beliau diberhentikan dari sekolah. Semua ini dilakukan kakaknya tanpa meminta persetujuan darinya. Hal ini sempat membuat beliau terpukul karena cita-cita pria kelahiran Cimahi, 1 Agustus 1972  harus kandas ditengah jalan.

Bukan Agus namanya kalau mudah menyerah dalam menghadapi masalah. Kondisi tersebut justru memotivasinya ingin cepat sembuh. Meskipun sempat terlintas dalam pikirannya ada perasaan minder dan tidak percaya diri, tetapi semua itu dicoba untuk ditepisnya.

Sambil menunggu proses pemulisahn fisiknya, Agus terus mengasah kemampuannya menggambar. Hampir setiap hari kerjanya cuma menggambar menggunakan pensil dan crayon. Hal itu membuat kemampuan dirinya menggambar semakin berkembang pesat. Ketika sudah sembuh, beliau kembali beraktivitas mengajar seperti semula.

Kemampuan Agus mengajar menggambar tenyata sangat baik. Terbukti beberapa muridnya berhasil menjadi juara nasional maupun internasional di berbagai lomba menggambar dan mewarnai. Hal ini tentu menjadi iklan gratis bagi dirinya, sehingga orang semakin percaya untuk menitipkan anaknya untuk belajar menggambar di Sanggar “Charisma Arts Cimahi” yang dikelolanya. Selain itu, ada beberapa sekolah ternama juga mengajaknya bergabung untuk mengajar di sekolah mereka dengan bayaran yang cukup tinggi.

Pandangan Terhadap Pendidikan Menggambar di Sekolah

Menurut cucu pendiri Pesantren Djati Cimahi ini, buku pelajaran menggambar di sekolah sebaiknya disesuaikan dengan tema. Bukan hanya buku gambar biasa, tetapi buku gambar yang bisa memberi ruang kepada anak untuk bisa mewarnai gambar, juga bisa memberi komentar. Buku gambar juga merupakan sarana untuk pendidikan karakter.

“Buku gambar yang ada di pasaran umumnya terlalu rumit, sehingga anak cepat jenuh. Oleh sebab itu diperlukan gambar yang lebih menarik dan sederhana. Selain itu, guru sebagai pendidik harus mampu mendidik anak dengan interaksi gambar” tutur Agus serius.

Agus menambahkan kalau beberapa buku terbitan penerbit mayor, harganya cukup mahal, sehingga tidak terjangkau oleh anak-anak yang belajar di sekolah biasa. Akibatnya hanya mereka yang belajar di sekolah-sekolah mahal saja yang mampu membelinya. Padahal untuk kalangan menengah ke bawah diperlukan buku yang baik dan sesuai dengan kurikulum, tetapi juga dengan harga terjangkau.

Guru Taman Kanak-Kanak (TK) seharusnya lebih pandai dari guru SD. Namun pada kenyataannya, banyak guru TK di Indonesia yang kualitasnya rendah. Guru TK bukan hanya bertugas mengajar, tetapi juga mengasuh. Oleh sebab itu diperlukan seorang guru yang menguasai psikologi anak, cerdas dan berwawasan luas.

Berdasarkan pengalaman Agus mengajar di beberapa sekolah TK, hasilnya didikannya cukup menggembirakan. Ketika anak-anak tersebut masuk SD, perkembangan motorik mereka secara umum bagus. Selein itu anak-anak menjadi lebih mandiri dan emosinya terkontrol dengan baik. Hal itu merupakan hasil belajar menggambar ketika masih di TK.

“Belajar menggambar tujuannya bukan untuk menjadi juara. Kalau itu tujuannya, maka orangtua salah besar. Tujuan belajar menggambar di antaranya adalah melatih kemandirian anak, melatih syaraf motoriknya, melatih keberanian, mengembangkan kreativitasnya dan sebagainya,” ujar Agus penuh semangat.

Memiliki Metoda Menggambar Yang Asik dan Menyenangkan

Agus Hamdani mempunyai metoda belajar menggambar yang sudah teruji selama lebih dari 20 tahun. Beberapa anak didiknya sekarang sudah sukses. Mereka semua berhasil mengembangkan bakat yang dimilikinya. Semua ini akibat cara mengajar yang pernah diterapkannya yang memegang prinsip: sederhana, menarik, kreatif dan tidak membosankan.

Salah satu metode yang diterapkan Agus ketika mengajar siswanya belajar menggambar adalah Miracle Circle (Keajaiban Lingkaran) – yaitu mengajar menggambar apa saja dengan dimulai dari gambar lingkaran. Menurutnya, metoda ini cukup efektif dalam mengajarkan anak menggambar, karena anak cenderung lebih mudah membuatnya dibandingkan dalam bentuk lainnya.

“Menggambar itu hampir sama dengan menulis. Hanya saja kalau menggambar itu diperlukan sedikit imajinasi yang perlu diolah. Menggambar dan menulis adalah proses pengulangan yang memerlukan latihan secara kontinyu. Inti menggambar adalah minat, bukan bakat.  Bakat adalah percepatan dari minat tersebut. Kalau kita ibaratkan sebuah benda, maka minat itu seperti besi yang ditempa membentuk pisau. Sedangkan bakat adalah pisau yang sudah jadi, kita hanya perlu mengasahnya sehingga menjadi tajam,” ulas Agus sedikit berfilosofi.

Prestasi dan Penghargaan 

Kondisi fisiknya yang cacat dan pendidikannya yang terbatas, tidak mengurangi semangat Agus untuk terus belajar dan mengembangkan dirinya. Terbukti beberapa prestasi sempat ditorehnya. Semua itu merupakan bukti kegigihannya berjuang selama ini.

Beberapa catatan rekam jejak Agus dalam berkarir di antaranya adalah mendapat penghargaan sebagai Instruktur pada acara Pelatihan Menggambar dan Mewarnai Se-Jawa Barat yang diselenggarakan oleh Yayasan Nur Al Rahman Cimahi pada 21 Januari 2009. Tema yang diusung adalah “Optimalisasi Perkembangan Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Menggambar dan Mewarnai”.

Kemudian mendapat sertifikat sebagai Penyaji pada Seminar Pendidikan Guru/Tutor PAUD yang diselenggarakan oleh Pos Paud Sekarwangi pada 2010. Materi yang disajikan oleh beliau saat itu adalah “Teknik dan Mekanisme Menggambar untuk guru dan Anak”.

Agus Hamdani juga secara istimewa diminta mengisi kegiatan Pelatihan Guru TK di Yayasan BPK Penabur Bandung sebagai Narasumber selama 3 bulan, yaitu dari tanggal 13 Pebruari-1 Mei 2010. Beliau merupakan satu-satunya narasumber yang memiliki latar belakang pendidikan non sarjana.      

Pada 8 Mei 2010, Agus Hamdani juga mendapat kepercayaan sebagai juri dalam acara “English and Japan Contest, Bunka Competition: Speak Your Idea Up and Change the World” yang diselenggarakan oleh SMAN 1 Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.

Dalam acara bertajuk “Musabaqah Kreativitas Anak Muslim (Mukram) 2010” Se-Wilayah Bandung Raya dan Cimahi yang diselenggarakan pata tangggal 16-17 April 2010 oleh Sekolah Islam Terpadu Daarul Fikri, Agus Hamdani didaulat sebagai Juri Lomba Menggambar.

Kemudian pada 2011, kembali SMAN 1 Cisarua mengundang Agus Hamdani sebagai Juri Lomba Manga dan memberikan sertifikat kepadanya dalam acara Bunka Competition bertajuk “Yuuki ni Susaku Shimashu” pada 15 Oktober 2011.

Masih pada tahun yang sama, Agus Hamdani juga mendapat piagam penghargaan sebagai Juri Mewarnai dari panitia Porseni Anak RA P.D. IGRA Kabupaten Bandung yang diselenggarakan di Taman Lalu Lintas pada 21 April 2011.

Pada 4 Maret 2012, Agus Hamdani juga mendapat Piagam Penghargaan sebagai Juri Lomba Kolasi dan Juri Lomba Menggambar (Perkelompok) yang diselenggarakan oleh Sekolah Islam Terpadu Daarul Fikri dalam acara Musabaqah Kreativitas Anak Muslim 2012 yang mengambil tema “Together We Can”.

Tentu masih banyak lagi catatan perjalanan Agus Hamdani dalam berkarya ditengah-tengah masyarakat. Sumbangsihnya dalam dunia pendidikan memang tidak diragukan lagi, khususnya dalam pendidikan menggambar untuk anak.

Aktivitas Berkesenian

Bukan hanya dikenal sebagai guru menggambar, tetapi Agus juga dikenal sebagai seorang seniman. Sejak 2010 bersama-sama seniman lainnya, Agus mendirikan Forum Pelukis Cimahi (Forkis),  tempat berkumpulnya para seniman Cimahi, khususnya seni Lukis.

Kini Agus Hamdani dipercaya sebagai Ketua di komunitas yang baru berusia 6 tahun tersebut. Kiprahnya sebagai pimpinan Forkis semakin menguat ketika dirinya berhasil menggebrak kegiatan berkesenian bertajuk “Cimahi, Art and Photography Exhibiton” yang mendapat dukungan penuh dari Diskopindagtan Pemerintah Kota Cimahi.

Acara bertema “Save Our Cultural Heritage” yang berlangsung di gedung tua peninggalan Belanda yang kini lebih dikenal dengan sebutan The Historich tersebut berlangsung dengan meriah dan sukses.  Beberapa seniman Forkis dan seniman dari luar kota ikut memeriahkan acara pameran seni rupa tersebut. Tercatat ada beberapa nama seniman Forkis yang terlibat dalam ajang pameran seni rupa tersebut, seperti Agus Hamdani, Bahar Malaka, Hamdani, Bambang Sumantri, Muhammad Nur, Ade “Gombloh” Mulyana alias Moel, dan Teddy Suchyar.

Selain itu, beberapa pelukis dari luar Cimahi juga ikut memeriahkan ajang pameran tersebut. Beberapa nama pelukis seperti Olla Manelo (pelukis wanita asal Bandung), Budi Baksil (Bandung), E.B. Wahyuno (Gunung Kidul, Jogjakarta), Ardiyan Syah (Madura) dan Balchi Bara (Tegal, Jawa Tengah) turut serta memajang karyanya di sana.

Pada perhelatan yang terbilang cukup akbar tersebut, Agus Hamdani bersama Bahar Malaka, Bambang Sumantri, Muhammad Nur dan hamdani (semuanya anggota Forkis) berhasil mendapat penghargaan dari ORI (Original Record Indonesia) yang berada dalam naungan yayasan Prestasi Anak Bangsa, karena berhasil memecahkan rekor melukis 5 menit secara bersama-sama dengan objek lukisan berupa Jembatan Pemkot Cimahi secara terbalik.

Kegiatan lainnya berupa pameran foto dan lomba fotografi yang dimeriahkan beberapa fotografer Cimahi dan Kota Bandung, seperti Toto Sugiarto, Lia Wantu, Feari Krisna, Risma Trisdiyanti, Godam Pratama, Tatang Sukarna, Iwan, Yonathan Dwi Prasetya dan lain-lain.  

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun