Siapa sangka kalau seniman besar Indonesia ini dulunya pernah menjadi seorang PNS di Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Deddy Mizwar hanya sempat bertahan selama 2 tahun bekerja, sehingga akhirnya mengundurkan diri. Dunia seni peran ternyata lebih menggoda dirinya untuk berkreasi, ketimbang harus bekerja secara formal di kantoran. Ayah dua anak ini lebih memilih mengasah talentanya dalam dunia seni peran dengan bergabung di Teater Remaja Jakarta sejak 1973.
Sejak saat itu kiprah Deddy Mizwar tidak terlepas dari dunia seni. Dia sering diajak ibunya mengadakan pertunjukan seni di seputaran kampung tempat tinggalnya.
"Pertama kali manggung, saat acara 17 Agustus-an di kampung. Saya bangga sekali waktu itu. karena ditepukin orang sekampung. Saya pun jadi ketagihan berakting," kenang Deddy, seperti dikutif dari situs Http://biogarfiku.com.
Deddy mulai aktif di dunia teater sekira 1973, ketika dirinya bergabung dengan Teater Remaja Jakarta. Melalui teater inilah Deddy berhasil mengasah kemampuannya berakting. Perjuangan Deddy dalam mengembangkan bakatnya tidak sia-sia. Dalam sebuah ajang festival teater remaja bergengsi yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, Deddy berhasil meraih penghargaan sebagai Aktor Terbaik Festival Teater Remaja.
Tidak puas sampai di sana, Deddy ingin lebih memperdalam ilmunya dalam seni peran dengan mengikuti kuliah di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) yang kemudian berkembang menjadi Institut Kekesenian Jakarta (IKJ). Sayangnya Deddy menyelesaikan pendidikannya dan hanya mampu bertahan di sana selama dua tahun saja.
Dunia Film Membesarkan Namanya
Langkah Deddy dalam menapaki seni peran, khususnya film dimulai pada 1976. Film pertamanya berjudul “Cinta Abadi” yang disutradarai oleh Wahyu Sihombing – dosennya waktu kuliah di LPKJ. Deddy beruntung saat itu langsung dipercaya sebagai pemeran utamanya.
Seiring dengan perjalanan waktu, pilihan hidupnya ternyata sangat tepat. Karirnya dalam dunia sinematografi semakin melesat. Penghargaan demi penghargaan terus diraihnya sebagai bukti keberadaannya dalam bidang yang digelutinya tersebut. Terbukti dengan diraihnya 4 Piala Citra sekaligus dalam FF1 1986 dan 1997. Beberapa penghargaannya tersebut diantaranya adalah sebagai Aktor Terbaik FFI 1986 dalam film “Arie Hanggara”. Pemeran Pembantu Terbaik FFI 1986 dalam film “Opera Jakarta” (1986). Aktor Terbaik FFI 1987 dalam film “Naga Bonar” dan Pemeran Pembantu Terbaik FFI 1987 dalam film “Kuberikan Segalanya”.
Aktor kawakan berdarah Betawi ini juga pernah menjadi nominator dalam Festival Film Indonesia (FFI) sebanyak 9 kali, yaitu dalam film: 1) “Bukan Impian Semusim’ (FFI 1982); 2) “Sunan Kalijaga” (FFI 1984); 3) “Saat-Saat Kau Berbaring Di Dadaku” (FFI 1985); 4) “Kerikil Kerikil Tajam” (FFI 1985); 50 “Kejarlah Daku Kau Kutangkap” (FFI 1986); 6) “Ayahku” (FFI 1988); 7) “Putihnya Duka Kelabunya Bahagia” (FFI 1989); 8) “Dua Dari Tiga Lelaki” (FFI 1990) dan; 9) “Jangan Renggut Cintaku” (FFI 1990).
Mendirikan Production House dan Berdakwah Lewat Film
Kesuksesan sebagai aktor film tidak lantas membuat aktor yang pernah bermain di lebih dari 70 judul film layar lebar ini merasa puas. Dia merasa masih ingin mengembangkan dirinya lebih luas lagi. Dia ingin membuat film sendiri sehingga bisa menuangkan ide-ide kreatifnya secara langsung dan bisa diterapkannya.