[caption caption="Foto bersama usai mengadakan acara pelatihan Penulisan Biografi di TBM Sehati (sumber foto: Ageung Jembawan)"][/caption]Oleh: J. Haryadi
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa kepadanya” (HR. Muslim).
Sebuah hadis di atas telah mengilhami saya untuk terus menulis dan berbagi ilmu kepada siapa saja yang memerlukannya. Tentu saja ilmu yang dimaksud tersebut adalah ilmu yang saya miliki, terutama tentang menulis, meskipun ilmu saya masih dangkal dan jauh dari sempurna.
Masih ada dua hadis lagi yang memperkuat hati saya untuk terus berbagi ilmu adalah sebuah hadis yang diriwatkan oleh H.R. Bukhari. Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”. Serta sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang mengerjakannya."
Ketika kekuatan untuk berbagi sudah terpatri dalam hati, maka melakukannya pun terasa ringan, seakan tanpa beban. Atas dasar itulah yang membuat saya mau melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain, meskipun kepada orang yang tidak dikenal sekalipun.
Belajar sambil berbagi
Sejak awal menggeluti dunia menulis sekira delapan tahun yang lalu, saya sudah sering berbagi ilmu kepenulisan. Namun saat itu saya benar-benar masih terhitung mau kencur dalam bidang yang satu ini. Saat itu saya sudah memberanikan diri membentuk komunitas penulis dengan nama “Aliansi Penulis Independen” yang disingkat API, bersama sahabat saya M.B. Ariyanto dan Supandi Halim di Jakarta. Kemudian komunitas tersebut berganti nama menjadi “Aliansi Penulis Indonesia”.
Sejak berdirinya komunitas penulis tersebut, saya terus belajar dan mengembangkan ilmu kepenulisan secara otodidak. Komunitas yang saya dirikan tersebut pernah bekerjasama dengan Toko Buku Gramedia Merdeka Bandung dalam memberikan pelatihan menulis secara gratis kepada guru-guru di seputar Kota Bandung dan sekitarnya. Banyak guru yang hadir mengikuti pelatihan tersebut, mulai dari guru TK, SD, SMP, sampai SMA.
Saya juga sering diundang oleh sekolah dan perguruan tinggi untuk mengisi kegiatan seminar atau workshop kepenulisan. Semua itu saya lakukan dengan semangat berbagi, bukan karena saya merasa lebih pintar dari orang lain. Hal itulah yang membuat saya selalu penuh semangat dan percaya diri ketika sharing ilmu kepenulisan kepada para peserta.
Sayangnya saat itu saya dan teman-teman agak kesulitan dalam mengembangkan komunitas kepenulisan tersebut, sehingga tidak bisa berkembang dengan baik. Akhirnya perlahan-lahan komunitas tersebut mati suri.
Memanfaatkan media sosial dalam membentuk komunitas kepenulisan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama internet membuat komunikasi menjadi mudah. Apalagi dengan hadirnya berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram dan sebagainya, yang membuat hubungan antar manusia menjadi begitu mudah. Sebagai orang yang memiliki latar belakang pendidikan teknologi informasi, semua itu saya manfaatkan secara maksimal untuk mengembangkan kemampuan menulis sekaligus berbagi pengetahuan kepada orang lain.
Tidak heran entah sudah berapa kali saya mendapatkan tawaran mengisi pelatihan menulis melalui Facebook atau email. Hal itu tentunya tidak terlepas dari cara saya memanfaatkannya secara bijak, terutama untuk menyalurkan kemampuan saya menulis dan mengembangkan hubungan sosial dengan banyak orang.
Fasilitas yang disediakan Facebook untuk mengembangkan komunitas melalui, melahirkan ide untuk membuat grup kepenulisan di media sosial tersebut. Bersama dengan kedua rekan saya yaitu Adrie Noor dan Luki Andriansyah, kami pun mendirikan grup penulis dengan nama “Komunitas Penulis Kreatif” yang biasa kami sebut “KPKers”. Alhamdulillah grup kepenulisan ini tumbuh dan berkembang dengan cepat, bahkan kini sudah memiliki beberapa cabang di Indonesia dan luar negeri.
Beberapa cabang KPKers di Indonesia yang saat ini terbilang aktif diantaranya adalah KPKers Bandung Raya, KPKers Surabaya, KPKers Cilacap, KPKers Jakarta, dan KPKers Lampung. Sedangkan cabang KPKers yang di luar negeri yang paling aktif saat ini adalah Komunitas Penulis Kreatif Hongkong dan Komunitas Penulis Kreatif Taiwan.
Dalam komunitas selalu dijunjung tinggi solidaritas untuk saling berbagi. Khusus bagi anggota komunitas yang memiliki pengetahuan lebih, diminta kesediaannya untuk membagikan ilmunya kepada anggota lainnya. Sedangkan bagi anggota yang baru belajar, tinggal mau bertanya apa saja tentang masalah kepenulisan yang dialaminya. Anggota grup lainnya pasti akan membantu menjawab atau memberikan solusinya. Bahkan KPKers sering mengadakan pelatihan gratis, tetapi saat ini masih khusus untuk pengurus KPKers dan Anggota resmi saja (anggota yang terdaftar dan memiliki kartu keanggotaan).
Berkenalan dengan Mang Yayat, Inspirator Budaya Membaca dari Bandung Selatan
Suatu hari, tepatnya pada 17 Januari 2016 yang lalu, saya mendapatkan pesan melalui inbox Facebook dari seseorang. Isi pesannya sebagai berikut:
“Salam kenal pa jumari, saya mang yayat yang berprofesi seorang penjual tahu keliling di daerah bandung selatan, selain berjualan tahu, alhamdulillah saya dirumah membuat perpustakaan/taman bacaan keliling, serta menjadikan rumah saya sebagai pusat kegiatan dan belajar bagi warga masyarakat.
Saya tinggal dikampung Jln, Gunung Puntang Kp. Pasirhuni desa pasirhuni kec, Cimaung Kab. Bandung, Latar belakang pendidikan saya, lulusan sekolah dasar Kls 5. Karena putus sekolah akhirnya saya mendirikan taman bacaan tang di kelola bersama sang isrti.”
Saya langsung merespon pesan tersebut karena tertarik dengan apa yang disampaikannya. Bagi saya, seorang pemuda desa yang mencari nafkah menjual tahu, tetapi mampu mendirikan perpustakaan di desanya merupakan sesuatu yang menarik dan luar biasa.
Melihat dari tata bahasanya saja, saya sudah merasa yakin kalau sosok Mang Yayat ini memang berpendidikan rendah. Namun kalau membaca cerita tentang apa yang dilakukannya, dia termasuk orang yang cerdas dan berjiwa sosial tinggi. Hal inilah kemudian mendorong saya untuk mengetahui lebih dalam lagi, siapa sebenarnya sosok pemuda yang mengirimi saya pesan di inbox tersebut.
Berdasarkan hasil penelusuran saya di Google, saya baru tahu kalau ternyata sudah banyak media cetak, media online dan media elektronik yang meliput aktivitas Mang Yayat. Kalau orang lain sudah berbuat sesuatu, saya juga tidak mau kalah. Sebagai penulis, langkah awal yang saya lakukan adalah ingin menulis kembali sosoknya, tentu dari sudut pandang saya secara pribadi.
Selanjutnya saya merespon inbox dari Mang Yayat sebagai berikut:
“Salam kenal juga Mang Yayat. Saya tertarik untuk menulis profilnya dan ingin rasanya mampir dan melihat aktivitas kesehariannya. Bagaimana kalau saya wawancarai saja dan nanti hasil liputannya saya posting di media online?”
Kemudian jawaban tersebut kembali mendapat respon dari penjual tahu yang kreatif tersebut dengan mengatakan:
“Aduh terima kasih, tapi saya malu pa belum banyak yang saya lakukan untuk perubahan bangsa baru langkah-langkah kecil yang mang yayat lakukan.
Kalau sekiranya layak untuk dijadikan sebuah berita gak apa-apa, dan mang yayat bisa menjawab semua pertanyaan bapak.”
Begitu santun dan rendah hati pribadi pemuda desa ini. Sudah banyak media yang mengeksposnya, tetapi dia tidak memperlihatkan kesombongan sedikit pun. Saya melihat sosok Mang Yayat ini memang pantas untuk diliput dan diangkat kepermukaan, sehingga bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Sosoknya bisa menjadi simbol semangat untuk saling berbagi dan saling peduli, ditengah dunia yang semakin banyak melahirkan orang egois yang hanya mementingkan diri sendiri.
Akhirnya saya memutuskan menulis sepak terjang Mang Yayat dengan terlebih dahulu mewawancarainya melalui Facebook. Namun karena kesibukan saya, data hasil wawancara tersebut tidak langsung bisa saya tulis. Saya baru sempat menulis dan memposting tulisan tersebut pada 22 Februari 2016 di Kompasiana dengan judul: “Mang Yayat, Inspirator Budaya Membaca dari Bandung Selatan”. Meskipun tidak Headline, tetapi saya cukup puas karena Kompasiana sudah menempatkannya pada posisi sebagai artikel “Pilihan”.
Ide mengadakan pelatihan menulis
Jujur saja, pada awalnya saya belum punya niat untuk mengadakan pelatihan menulis. Ide ini justru murni muncul dari Mang Yayat. Saat itu ketika tulisan belum selesai, Mang Yayat menanyakan hasil tulisan saya via inbox:
“Aslmkm,,pa... apa kabar.. Gimana udah terbit tulisan bapak, saya ingin belajar cara menulis biograpi yang baik dan benar. Tapi ingin membaca tulisan bapak yang kaitan dengan gerakan di tbm sehati.”
Ternyata dalam pesan di atas, Mang Yayat menyatakan ingin belajar menulis biografi. Namun dia ingin melihat dulu postingan tulisan saya yang berkaitan dengan taman bacaan yang dikelolanya, yaitu TBM Sehati. Dari sini saya berpikir untuk sharing ilmu kepenulisan, tetapi bukan hanya buat Mang Yayat, melainkan juga buat siapa saja yang yang berminat ingin belajar menulis, khsususnya pelanggan TBM Sehati.
Selanjutnya saya merespon pesan dari Mang Yayat:
“Wa'alaikum salam
Tulisan belum saya selesaikan, karena sedang ada tulisan lain yang mendesak. Mudah-mudahan minggu ini bisa saya selesaikan ya Mang Yayat. Untuk menulis biografi, nanti bisa kita agendakan saja belajar di TBM Sehati. Biar saya yang datang ke tempat Mang Yayat.”
Saya senang berbagi, itulah alasan utama saya menerima permintaan Mang Yayat. Selain itu, kebetulan rumah saya memang tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya, hanya berjarak sekira 30 Km. Meskipun begitu, kami berada pada kabupaten yang berbeda. Saya tinggal di Kabupaten Bandung Barat, sedangkan Mang Yayat di Kabupaten Bandung.
Setelah komunikasi secara intensif melalui Facebook, akhirnya disepakati acara pelatihan diadakan pada Minggu, 28 Februari 2016, pukul 09.00 WIB – 12.00 WIB. Satu hal lagi yang sangat menarik adalah keinginan Mang Yayat yang ingin mengajak warga desanya untuk menjadikan desanya menjadi Kampung Jurnalis.
Cuaca hujan tidak menghalangi jalannya acara pelatihan menulis
Pagi Minggu pagi, 28 Februari 2016, sekira pukul 07.00 WIB saya sudah berangkat dari rumah saya di Jalan Cihanjuang, Kabupaten Bandung Barat, menuju ke arah Kabupaten Bandung. Saya diantar oleh sahabat kuliah dulu, Ustad Ageung Jembawan. Sepanjang perjalanan cuaca terlihat mulai mendung, tetapi tidak menyurutkan niat kami untuk tetap melanjutkan perjalanan.
Kami sempat istirahat dulu ditengah perjalanan, maklum dari rumah belum sempat sarapan. Lantas kami berhenti di sebuah pasar kecil dan memesan Kupat Tahu - makanan khas Bandung yang terkenal lezat. Usai menyantap makanan, perjalanan dilanjutkan kembali. Tak lama kemudian hujan mulai turun rintik-rintik. Akhirnya kami sampai di lokasinya yaitu di Jalan Gunung Puntang, Kampung Pasirhuni, R.T.05 R.W.06, Desa Pasirhuni, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, sekira pukul 08.20 WIB.
[caption caption="TBM Sehati yang sangat sederhana, tetapi sarat dengan makna (sumber foto: Ageung Jembawan)"]
[caption caption="Beberapa anak sedang berada di ruang baca TBM Sehati (sumber foto: Ageung Jembawan)"]
Dalam sambutannya Mang Yayat mengucapkan terima kasih kepada para hadirin, termasuk kepada saya sebagai nara sumber pelatihan. Dia juga menjelaskan tentang keberadaan TBM Sehati dan beberapa program yang akan dijalankannya. Saya perhatikan Mang Yayat cukup pandai berbicara. Tutur katanya teratur dan mengalir deras. Mungkin ini akibat dia sering membaca buku, sehingga kepribadian dan pengetahuannya juga berkembang pesat.
[caption caption="Mang Yayat sedang membuka acara sekaligus menyampaikan kata sambutannya (sumber foto: Ageung Jembawan)"]
[caption caption="Mang Yayat terlihat santai dan tidak canggung ketika harus berbicara di depan publik (sumber foto: Ageung Jembawan)"]
[caption caption="Daftar Absen peserta pelatihan menulis di TBM Sehati (sumber foto: J. Haryadi)"]
Berdasarkan data yang tercatat di absen, para peserta berasal dari beberapa wilayah diantaranya dari Kampung Cihideung Kecamatan Pangalengan, Kampung Kadu Nenggang dan Kampung Pageningan Kecamatan Cimaung, Kampung Sirnagalih Kecamatan Banjaran, Kecamatan Ciwidey, dan Kecamatan Soreang. Ada juga yang mewakili sekolah, ibu rumah tangga, dan komunitas.
[caption caption="Ibu Ruby Nurhadi dan suaminya yang berasal dari salah sebuah TBM di Soreang juga hadir, meskipun mereka sempat kehujanan di jalan (sumber foto: Ageung Jembawan)"]
[caption caption="Penulis tampak serius memberikan materi pelatihan di TBM Sehati (sumber foto: Mang Yayat)"]
[caption caption="Tempat yang sederhana tidak mengurangi keseriusan peserta dalam belajar (sumber foto: Mang Yayat)"]
[caption caption="Peserta pelatihan tampak serius menyimak penjelasan penulis (sumber foto: Mang Yayat)"]
[caption caption="Peserta serius menyimak penjelasan penulis (sumber foto: Mang Yayat)"]
[caption caption="Penulis menyerahkan buku biografi Bupati Lampung Utara kepada Mang Yayat untuk menambah koleksi perpustakaan di TBM Sehati (sumber foto: Ageung Jembawan)"]
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H