Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mang Yayat, Inspirator Budaya Baca dari Bandung Selatan: “Menyatukan Tahu dan Buku”

22 Februari 2016   10:06 Diperbarui: 22 Februari 2016   17:41 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Mang Yayat ketika menerima penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka sebagai pustakawan terbaik dari Perpustakaan Nasional di Jakarta pada tahun 2013 (sumber gambar: Mang Yayat)"][/caption]

Oleh: J. Haryadi

Membaca adalah suatu kegiatan positif yang bisa menambah ilmu pengetahuan dan wawasan berpikir kita. Aktivitas  ini seharusnya dibangun ketika masih kecil, sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang akhirnya berkembang menjadi suatu kebutuhan. Seperti halnya tubuh yang membutuhkan makanan, jiwa kita pun memerlukan nutrisi. Aktivitas membaca merupakan nutrisi penting yang bisa mengenyangkan ruhani kita.

Banyak hal penting yang bisa dibaca sesuai dengan kebutuhan. Berbagai bahan bacaan bisa diperoleh dari berbagai sumber, seperti koran, tabloid, majalah atau buku. Kita bisa membacanya melalui media cetak, elektronik atau digital.

Buku adalah salah satu media yang paling umum dan sering dipakai orang. Hampir semua lembaga pendidikan menggunakan buku sebagai bahan bacaaan utamanya. Melalui buku kita bisa belajar menambah pengetahuan. Seperti sebuah pepatah yang mengatakan, “Buku adalah gudang ilmu, membaca adalah kuncinya”.

Minat Baca Bangsa Indonesia Rendah

Negara maju adalah negara yang minat membacanya tinggi, seperti misalnya Amerika, Jerman, Inggris, Australia, Malaysia, Singapura dan Jepang. Sayangnya, minat baca di Indonesia tergolong sangat rendah.

Berdasarkan data hasil survei  tahun 2006 sampai 2012 yang dikeluarkan pada tahun 2014 oleh Integrated BPSDMKP Library Management System, hasilnya cukup mengejutkan. Pada tahun 2006, BPS telah mencatat 85.9% masyarakat Indonesia lebih suka menonton TV, lalu sebanyak 40,3% suka mendengarkan radio, dan sisanya hanya sebesar 23,5% suka membaca Koran.

Sementara itu berdasarkan laporan  Organisasi Pengembangan Kerja Sama Ekonomi (OECD), pada tahun 2009 Indonesia tercatat sebagai negara yang paling rendah minat baca penduduknya untuk kawasan Asia Timur. Pada tahun 2012, Berdasarkan data dari UNESCO, indeks  membaca orang Indonesia cuma sebesar 0,001% atau perbandingannya adalah 1 orang untuk 1.000 orang penduduk.

Selain itu, berdasarkan data UNDP menyebutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen. Coba bandingkan dengan Malaysia yang angka melek hurufnya 86,4 persen. Jelas kondisi ini sangat memprihatinkan dan butuh perhatian banyak pihak untuk mengatasinya.

Mengapa Minta Baca Rendah?

Banyak faktor yang menyebabkan minat baca bangsa kita rendah, diantaranya adalah peran orang tua. Bagaimana mungkin seorang anak akan gemar membaca kalau orangtuanya tidak suka membaca? Anak yang hidup di lingkungan seperti ini, biasanya akan mengikuti kebiasaan orangtuanya. Akibatnya setelah dewasa, dia pun tidak akan gemar membaca.

Faktor lainnya adalah rendahnya daya beli masyarakat terhadap bahan bacaan. Bagaimana mungkin mereka mau membaca kalau untuk membeli buku saja tidak mampu?  Akibatnya, semangat mereka untuk membaca menjadi luntur. Kebutuhan membeli buku kalah dengan kebutuhan lainnya yang lebih penting, seperti sandang, pangan dan biaya sekolah.

Kurangnya perpustakaan yang bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat juga menjadi pemicu penyebab rendahnya minat baca. Jarang sekali kita temui perpustakaan umum yang bisa menjangkau sampai ke desa-desa. Kalaupun ada perpustakaan umum, lokasinya biasanya hanya ada di ibukota kabupaten/kota.  Sayangnya, buku-bukunya pun banyak yang kurang bermutu, sehingga tidak  menarik untuk dibaca.

Mang Yayat, Pelopor Minat Baca Masyarakat dari Bandung Selatan

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya membaca buku sebaiknya perlu dibangkitkan. Adanya program pemerintah untuk meningkatkan minat baca masyarakat harus disertai dengan tindakan nyata ke lapangan, bukan hanya sekedar jargon. Menyediaan fasilitas perpustakaan umum saja tidak cukup, karena belum bisa menjangkau masyarakat yang berada di daerah pinggiran. Salah satu solusinya adalah menyediakan mobil perpustakaan keliling, seperti yang sudah diujicobakan beberapa pemerintah daerah, seperti Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.

Mengajak masyarakat membaca sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja. Bahkan tidak perlu dilakukan oleh orang yang berpendidikan tinggi. Syaratnya cukup mudah, yaitu memiliki niat yang tulus dan ikhlas untuk mencerdaskan masyarakat. Faktanya sudah ada orang yang melakukannya dan terbukti berhasil, seperti yang dilakukan oleh Sugeng Haryono dengan program Motor Pustakanya di  Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan.

Kalau di Lampung Selatan ada Sugeng Haryono, maka di Kabupaten Bandung juga ada seorang pemuda yang giat mengajak masyarakat untuk gemar membaca. Namanya Rudiyat atau biasa dipanggil Mang Yayat, yang pekerjaannya adalah sebagai penjual tahu keliling. Uniknya, sambil berjualan tahu dengan motornya, dia juga membawa beberapa buku yang disimpan pada kotak khusus agar bisa dibaca oleh masyarakat secara gratis.

Ketika ditanya tentang prinsip hidupnya, pria ramah dan baik hati ini mengatakan, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat baginya dan orang lain. Hidup itu ibarat Pohon Selin yang bisa melindungi dirinya, tetapi juga bisa menjadi tempat berlindung di kala hujan dan kepanasan”.

[caption caption="Beginilah penampakan motor yang digunakan Mang Yayat untuk berjualan tahu sambil membawa buku bacaaan. Kotak plastik berwarna merah yang terdapat pada bagian atas diisi dengan buku bacaan, sedangkan bagian bawahnya diisi dengan tahu (sumber foto: Mang Yayat)"]

[/caption]

 

[caption caption="Seorang ibu sedang memilih buku yang dibawa oleh Mang Yayat (sumber foto: Mang Yayat)"]

[/caption]

[caption caption="Anak-anak bersemangat menyerbu buku yang dbawa oleh Mang Yayat tahu (sumber foto: Mang Yayat)"]

[/caption]

[caption caption="Beberapa warga masyarakat tampak sedang memilih buku yang dibawa oleh Mang Yayat (sumber foto: Mang Yayat)"]

[/caption]

Mendirikan Taman Bacaan

Mang Yayat termasuk pria yang tegar dalam mengarungi kehidupannya. Himpitan ekonomi memaksanya harus berhenti sekolah, sehingga keinginannya untuk meneruskan pendidikan harus kandas ditengah jalan. Dia hanya sempat mengenyam pendidikan formal sampai kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Tidak heran dirinya sering mendapat cemoohan dari beberapa teman dan keluarganya.

Pria yang sejak kecil sudah bercita-cita ingin menjadi guru ini tidak putus asa. Keinginan Mang Yayat untuk belajar dan menambah ilmu pengetahuan semakin menggelora dalam jiwanya. Dia pun bertekad ingin membuat perpustakaan di rumahnya, agar masyarakat yang putus sekolah dan tidak mampu seperti dirinya bisa belajar secara gratis di sana.

Keinginan Mang Yayat untuk mendirikan taman bacaan bisa terwujud pada tahun 1997. Dengan hanya bermodalkan 3 buah buku, dia nekad mendirikan taman bacaan di rumahnya. Taman bacaan itu diberinya nama “Sehati”.

“Saya beri nama Taman Bacaan Sehati, karena secara bahasa sehati kesatuan antara yang satu dengan yang lainnya. Bersatu walau beda, terlebih lagi karena ini dikelola oleh keluarga,” ujarnya kepada penulis.

[caption caption="Mang Yayat berpose bersama keluarganya di depan TBM Sehati yang dikelolanya (sumber foto: Mang Yayat)"]

[/caption]

[caption caption="Rumah sederhana milik Mang Yayat yang terbuat dari bilik bambu inilah yang dijadikan sebagai perpustakaan dengan nama TBM Sehati (sumber foto: Mang Yayat)"]

[/caption]

Terwujudnya keinginan Pria yang sejak dalam kandungan sudah kehilangan ayahnya ini tidak terlepas dari peran Ibunya yang selalu memberinya dorongan dan semangat. Ibunya ini juga merupakan motivator dan tokoh idola dalam hidupnya.  

Mengajak masyarakat desa untuk membaca bukanlah pekerjaan mudah. Ketika TBM “Sehati” baru didirikannya, Mang Yayat merasa kesulitan mengajak mereka untuk gemar membaca. Bahkan dirinya sering mendapat ledekan dan hinaan. Namun itu semua tidak membuat tekadnya mengembangkan taman bacaan tersebut menjadi luntur. Justru dia ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa apa yang dilakukannya benar dan banyak manfaatnya.

[caption caption="Suasana ruang perpustakaan TBM Sehati di rumah Mang Yayat yang sangat sederhana (sumber foto: Mang Yayat)"]

[/caption]

Menurut Mang Yayat, pada tahun 2000 jumlah koleksi bukunya sudah mencapai lebih dari 200 buah. Saat itu dia belum memperbolehkan warga meminjamnya, melainkan hanya boleh membaca di tempat. Kemudian sejak tahun 2003, buku koleksinya sudah mulai dipinjamkan. Kini koleksinya sudah mencapai lebih dari 4000 buah.

“Perpustakaan keliling dimulai pada tahun 2005, karena waktu itu saya bekerja di konpeksi rumahan. Keman-mana Saya selalu membawa buku. Pada tahun 2010 saya dipercaya untuk mengelola perpustakaan desa. Pada tahun 2012 saya, mulai mengenal istilah taman baca melalui pelatihan dari Pemerintah Kabupaten Bandung. Baru pada tahun 2013, taman bacaan yang saya dirikan resmi berdiri karena ada ijin oprasional dari pemerintah,” ujar Mang Yayat bangga.

[caption caption="Suasana perpustakaan ketika ramai anak-anak sedang asik membaca buku (sumber foto: Mang Yayat)"]

[/caption]

Cara Mengelola Taman Bacaan

Buku yang menjadi koleksi Taman Bacaan Sehati berasal dari berbagai sumber. Ada yang berasal dari dana pribadi, sumbangan dari Kementrian Pendidikan dan sumbangan dari masyarakat yang peduli terhadap taman bacaan yang dikelolanya.

“Biasanya saya selalu menyisihkan dana sebesar 2,5%  dari hasil keuntungan penjualan tahu. Juga dari sisa uang belanja istri saya. Karena dananya terbatas, saya biasanya membeli buku bekas dari tukang rongsokan. Biar bukunya bekas, yang penting isinya masih bisa  dibaca,” ujarnya bersemangat.

Semua orang yang ingin meminjam buku di Taman Bacaan Sehati, tidak dikenakan biaya alias gratis. Hal ini tidak terlepas dari masa lalu mang Yayat yang begitu pahit, sehingga sulit sekali untuk bisa membaca buku. Oleh sebab itu dia selalu bermimpi ingin mempunyai  sekolah gratis.

[caption caption="Bebeberapa pelajar putri tampak sedang belajar secara berkelompok di TBM Sehati(sumber foto: Mang Yayat)"]

[/caption]

“Jadi apapun yang ada di tempat Saya, terutama yang bersifat kebutuhan umum, Saya gratiskan,” ujarnya mantap.

Dalam mengelola taman bacaan, semula Mang Yayat hanya dibantu oleh istri dan anak pertamanya yang kini sudah bersekolah di SMP kelas 3. Anak pertamanya ini menurut Mang Yayat, sejak kelas 5 SD sudah menjadi relawan guru privat untuk sekolah dasar kelas 1 dan 2.

Mang Yayat bersyukur, apa yang dilakukannya selama ini akhirnya mendapat respon positif dari masyarakat. Kini tetangganya dan para sukarelawan banyak yang ikut membantu mengelola taman bacaan tersebut. Sejak tahun 2014 ada relawan lulusan UPI yang rutin membantu mengelolanya. Kadang-kadang ada juga datang mahasiswa dari perguruan tinggi seperti Universitas Pasundan (UNPAS) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Semua ini memang tidak terlepas dari keseriusan dan kegigihannya dalam mengembangkan minat baca masyarakat di kampungnya. Bahkan rumahnya sendiri dikorbankan sebagai Pusat Kegiatan dan Belajar bagi warga masyarakat.

“Sejak tahun 2002 rumah Saya dijadikan semua kegiatan yang bersifat positif, mulai belajar melukis, kerajinan tangan, dan pelatihan membuat Kue Tart pernikahan dan khitanan,” jelas Mang Yayat.

Seingat Mang Yayat, pada mulanya memang tidak banyak orang yang menjadi anggota dan meminjam buku di perpustakaan pribadinya tersebut. Pada 2012, paling banyak hanya ada sekira 30 buku yang dipinjam. Angka tersebut terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan sekarang yang menjadi anggota TBM “Sehati” sudah mencapai lebih dari 1000 orang. Mereka bukan hanya berasal dari kampungnya sendiri, tetapi sudah meluas menjangkau 7 kecamatan, 22 desa, 56 kampung dan 10 lembaga sekolah.

“Kalau sedang ramai, dalam sehari ada sekitar 35-40 orang yang datang ke sini. Tapi kalau lagi sepi paling juga cuma 5-10 orang,” ujar pria yang pernah bercita-cita menjadi guru ini menjelaskan pengunjung perpustakaannya.

Masyarakat yang meminjam buku cukup beragam. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang dewasa, terutama kaum ibu di pedesaan. Khusus anak-anak usia PAUD, TK dan SD kelas 3 ke bawah yang ingin meminjam buku harus disertai dengan orangtuanya. Kecuali anak-anak usia kelas 4 SD ke atas sudah bisa meminjam sendiri.

Buku yang sering dipinjam masyarakat umumnya berupa pendidikan, keterampilan, kewirausahaan dan teknologi tepat guna. Hal ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat di pedesaan yang selama ini menjadi pelanggan setia perpustakaannya.

Mang Yayat sangat jeli dalam melihat potensi masyarakat yang ada di seklilingnya. Dia menyiapkan buku yang memang dibutuhkan oleh mereka. Khsusus untuk masyarakat yang bekerja sebagai petani diberikannya buku tentang pertanian. Sedangkan khusus untuk ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri, diberikannya pelatihan yang dapat mengangkat perekonomian mereka.

[caption caption="Beginilah cara Mang Yayat memperkenalkan budaya baca kepada anak-akan sekolah (sumber foto: mang Yayat)"]

[/caption]

Pria yang mencintai dunia anak ini juga menyediakan aneka buku bergambar.  Mang Yayat memang ingin fokus pada pengembangan diri anak. Dia juga membuat media yang memuat pesan bergambar dalam bentuk cerita. Ada banyak edukasi yang berisi nilai-nilai yang dituangkannya di media tersebut. Dia juga membuat pelatihan khusus untuk anak-anak, misalnya tentang reproduksi dan lain-lain.

Melalui TBM “Sehati”, banyak masyarakat di desa yang menjadi anggotanya pun mulai mengetahui fungsi dari buku. Mang Yayat berharap kelak desanya semakin maju dan menjadi percontohan bagi desa lainnya di Indonesia.

Prestasi dan Penghargaan

Berkat kegigihannya dalam memperjuangkan minat baca masyarakat di pedesaan, akhirnya banyak orang yang peduli terhadap perjuangannya, termasuk pemerintah. Menurut Mang Yayat, dirinya dan lembaga yang dikelolanya sudah pernah mendapat penghargaan dan bantuan dari pemerintah. Pada 2013, pria sarat prestasi ini mendapat penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka untuk kategori Masyarakat dan Media dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Penghargaan yang diperoleh tersebut diterima Mang Yayat dalam acara bertajuk Gemilang Perpustakaan Nasional dan Malam Penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka 2013 digelar pada Selama malam (29/10) di Teater Jakarta, TIM Jakarta. Prestasi yang diperoleh Mang Yayat bukanlah prestasi biasa, karena hanya segelintir orang-orang terbaik saja yang berhak menerimanya.

Selain itu beberapa media cetak dan elektronik pernah meliput kegiatan TBM “Sehati” yang dibinanya, seperti Harian Pikiran Rakyat (PR), Galamedia, Tribun Jabar, Bandung Ekspres dan Galura. Sedangkan media nasional yang pernah meliputnya adalah Harian Media Indonesia dan Harian Republika.

[caption caption="Kisah Mang Yayat yang dimuat Harian Republika (sumber gambar: Mang Yayat)"]

[/caption]

Beberapa majalah juga ada yang pernah menampilkan sosok mang Yayat dan TBM yang dikelolanya. Media tersebut diantaranya adalah Majalah Kertaraharja, Majalah Aksara Kemendikbud dan Majalah Perpusnas. Bukan hanya itu, beberapa media elektronik juga ada yang meliput aktivitas Mang Yayat, seperti Radio Kandaga FM Bandung, Radio Sindo FM Jakarta, dan Radio IBUUK Jogjakarta.

[caption caption="Kisah Mang Yayat yang dimuat Harian Pikiran Rakyat (sumber gambar: Mang Yayat)"]

[/caption]

Berkat liputan berbagai media tersebut, TBM “Sehati” menjadi terkenal dan sering dikunjungi berbagai lembaga dan komunitas. Beberapa lembaga yang pernah berkunjung ke sana diantaranya adalah dari Kemendikbud-Jakarta, Perum Taman Bacaan Pusat dan Tingkat Kabupaten, Mahasiswa, dan Komunitas Taman Baca dari Jawa Timur, Jawa Tengan, Bekasi, Serang, Tangerang, Banten dan Jakarta.

Bukan hanya itu, Mang Yayat juga sering diundang dan tampil sebagai nara sumber diberbagai kegiatan yang berkaitan dengan perpustakaan dan dunia membaca. Misalnya tampil pada acara Festival Indonesia Membaca pada 2015 yang diselenggarakan selama tiga hari, 22-24 Oktober 2015 di lapangan Karang Pawitan, Karawang Barat, Jawa Barat. Acara tersebut diselenggarakan dalam rangka puncak perayaan Hari Aksara Internasional ke -50, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dan Forum Taman Bacaan Masyarakat [FTBM] Indonesia.

[caption caption="Mang Yayat hadir sebagai nara sumber dalam acara Festival Indonesia membaca 2015 yang dilaksanakan di Karawang, Jawa Barat (Sumber foto: Kompasiana.com)"]

[/caption]

Harapan Kepada Masyarakat dan Pemerintah

Negara yang makmur biasanya ditandai dengan tingginya minat baca masyarakatnya. Meskipun Mang Yayat berpendidikan formal rendah, tetapi pengetahuan dan wawasannya sangat luas. Hal ini tentu tidak terlepas dari kebiasaannya rajin membaca buku. Oleh sebab itu dirinya ingin agar aktivitasnya dalam mengembangkan TBM mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan pemerintah.

“Harapan Saya kepada masyarakat adalah agar mereka bisa menyerap dan memanfaatkan semaksimal mungkin koleksi buku yang ada di perpustakaan, karena buku bisa merubah segalanya,” ujar Mang Yayat berharap.

Sementara itu, kepada pemerintah daerah, Mang Yayat  berharap memberikan dukungan berupa buku untuk menambah koleksi taman bacaannya. Dia juga ingin mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah agar kemampuannya semakin berkembang.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun