Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makna Pemberian Gelar Dalam Adat Lampung

2 Juli 2015   11:24 Diperbarui: 4 April 2017   17:27 6587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Masyarakat Suku Lampung (Sumber: http://Indonesiakaya.com)

Oleh: J.Haryadi

Pemakaian gelar pada nama seseorang umumnya berkaitan dengan pendidikan yang sudah diperoleh sebelumnya atau biasanya disebut dengan istilah Gelar Akademik. Adapun yang dimaksud dengan Gelar Akademik atau Gelar Akademis adalah gelar yang diberikan kepada lulusan pendidikan akademik pada bidang studi tertentu dari sebuah perguruan tinggi. Kebanyakan orang menyebut Gelar Akademik dengan sebutan “Titel” (berasal dari Bahasa Latin : Titulus). Gelar akademik terdiri dari sarjana (bachelor), magister (master), dan doktor(doctor).

Selain delar akademik, dalam masyarakat adat di Indonesia mengenal juga istilah Gelar Adat. Gelar ini diberikan oleh Ketua Adat setempat setelah memenuhi berbagai persyaratan tertentu. Setiap suku bangsa tentu mempunyai tata cara tersendiri yang khas dalam memberikannya. Hal ini tentunya menjadi warna tersendiri bagi keanekaragaman budaya di Indonesia.

Salah satu suku bangsa yang mempunyai kebiasaan memberikan gelar adat adalah Suku Lampung. Menurut Mulkan Ali, Ketua Adat Desa Pekurun Marga Selagai, Lampung Utara, pemberian gelar merupakan hal yang umum dilakukan terhadap masyarakat di desanya. Adapun urutan pemberian Gelar Adat yang pertama adalah gelar “Tuan/Ratu/Raja”, kedua gelar “Pangeran”, ketiga gelar “Sunan” dan gelar yang paling tinggi adalah “Sultan”.

Gelar “Tuan/Ratu” biasanya diberikan kepada anak laki-laki/perempuan yang sudah menikah secara adat. Apabila dalam acara perkawinan tersebut pihak keluarga kedua mempelai memotong kerbau, maka pengantin pria berhak diberi gelar “Pangeran” oleh Ketua Adat setempat.

Pemberian gelar “Tuan/Pangeran” dalam adat Lampung bertujuan untuk memberi tanda bahwa laki-laki tersebut sudah berkeluarga. Jika terjadi perkawinan diluar adat, maka masyarakat adat tidak mengakuinya dan masih menganggap laki-laki/wanita tersebut masih berstatus bujang/gadis.

Jika ada sepasang laki-laki dan wanita yang sudah menikah dan memiliki anak, tetapi perkawinan mereka dulu tanpa memakai upacara adat, maka kedua pasangan suami istri itu bisa mengadakan upacara adat kembali. Caranya adalah dengan menyatukannya dengan kegiatan keagamaan lainnya, misalnya pada saat syukuran kelahiran anak atau pada saat syukuran khitanan anak.

Jika salah seorang suami/istri ada yang meningggal dunia, maka pasangannya wajib membayar uang kematian sebagai tanda perpisahan. Uang tersebut nantinya diserahkan ke masjid sebagai wakaf, bukan untuk kepentingan tokoh adat.

Dalam adat istiadat suku Lampung tidak mengenal istilah cerai. Kalau terjadi perceraian maka orang tersebut akan dikucilkan oleh masyarakat adat. Ada cara agar tidak dikucilkan yaitu dengan melapor kepada tokoh adat setempat. Orang yang akan bercerai wajib membayar denda dengan biaya yang cukup besar. Hal ini disengaja agar masyarakat tidak mudah untuk bercerai, karena bercerai sama artinya dengan kehancuran dalam rumah tangga.

*** 

J.Haryadi, penulis buku biografi bupati Lampung Utara yang berjudul: AGUNG ILMU MANGKUNEGARA, Sang Inspirator Muda "Sai Bumi Ruwa Jurai" 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun