[caption id="attachment_419511" align="aligncenter" width="397" caption="Saleh Achmad, Pejuang Kemerdekaan dari Lampung Utara (Sumber foto: @BennySyamsuri)"][/caption]
Oleh: J. Haryadi
Saleh achmad dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada 12 Februari 1927. Pria yang berasal dari suku Lampung Abung ini hanya sempat mengenyam pendidikan sampai kelas 5 SR (Sekolah Rakyat) atau setingkat SD (sekolah Dasar). Saat itu dirinya putus sekolah karena adanya Perang Asia Timur pada 1941 yang juga melanda Indonesia.
Ketika Jepang masuk Lampung pada 1942, Saleh Achmad adalah seorang remaja yang baru berusia 15 tahun. Kemauan belajarnya sangat tinggi, sehingga dia berniat untuk mempelajari Bahasa Jepang. Hanya dalam tempo sekitar 2 bulan, dirinya sudah mampu berkomunikasi dengan Bahasa Jepang. Hal ini bisa terjadi karena Saleh rajin mempelajarinya dengan membaca buku dan sering mempraktekkannya.
Kemampuan Saleh berbahasa Jepang berdampak positif terhadap dirinya. Dia dipanggil oleh seorang Kapten Jepang (Taicho) bernama Ohara yang kebetulan mengetahui kemampuannya untuk datang ke kantor perwira tersebut. Ternyata Saleh ditawari bekerja disana dengan gaji sebesar Rp.6 (sebagai perbandingan, harga sepeda saat itu cuma seharga Rp.1). tentu saja tawaran itu tidak disia-siakannya. Sejak saat itu Saleh bekerja di sana.
Pada 1943 Saleh Achmad pindah ke Palembang. Ketika Indonesia merdeka pada 1945, dia dan rekannya membentuk pasukan yang disebut Laskar Rakyat. Pada saat itu dirinya dipercaya menjabat sebagai Wakil Komandan. Salah satu cara agar pasukannya tetap semangat dalam berjuang, mereka sering menyanyikan lagu “Padamu negeri” ciptaan Kusbini.
Aksi heroik yang tidak pernah dilupakannya adalah ketika Saleh dan pasukan lainnya yang berjumlah sekitar 300 orang menyerbu markas tentara Jepang. Tujuannya adalah untuk meminta senjata Jepang yang saat itu sudah menyerah kepada tentara sekutu. Berkat usaha mereka, akhirnya tentara Jepang bisa dilucuti dan mereka berhasil membawa sejumlah senjata.
Saleh Achmad kemudian berminat menjadi tentara. Pada 1947 sudah terbentuk TRI (Tentara Rakyat Indonesia), tetapi saat itu Saleh belum bergabung. Kemudian pada 1948, TRI berubah nama menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia). Pemuda Saleh Achmad yang saat itu sudah berusia 21 tahun mendaftar untuk menjadi anggota TNI. Dia lantas diterima menjadi Anggota TNI dengan pangkat Sersan karena saat itu dirinya sudah mempunyai pasukan sendiri dengan jumlah anggota sebanyak 30 orang.
Menurut pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Legiun Veteran Lampung Utara selama 20 tahun ini, saat menjadi anggota TNI kondisinya sangat prihatin. Seragam TNI saat itu bukan berwarna hijau, melainkan berwarna hitam. Tentara saat itu tidak memakai sepatu, karena kondisinya memang dalam masa perjuangan.
Pada 1 Januari 1949, Belanda melakukan agresi militernya dan mereka juga masuk ke Lampung. Saat itu kondisi masih serba sulit dan pasukan pimpinan Saleh belum memiliki radio. Pasukan mereka mundur ke Metro, Lampung tengah. Tiba-tiba pasukannya diserang oleh Macan Loreng (sebutan untuk pasukan tentara Belanda yang berpakaian loreng seperti macan). Terjadilah pertempuran sengit yang tidak seimbang antara tentara Belanda yang bersenjata lengkap dengan tentara Indonesia yang persenjataannya seadanya. Dalam serangan tersebut 11 orang anggota pasukannya tertangkap.
Kini Saleh Achmad masih menjabat sebagai Ketua DHC’45 dan memiliki 10 orang anak, yaitu:
Anak ke-1: Almarhum Zulhana, lahir 1957 dan meninggal masih bayi.
Anak ke-2: Zubaidah (1949-2009), mantan Ketua DPRD Lampung Utara.
Anak ke-3: Yusar Iskandar, lahir 1951 (Mantan Kepala Dinas LLAJR – Jakarta)
Anak ke-4: Zaubaiti, lahir 1953 (Pensiunan Pegawai R.S. Ryacudu Lampung Utara)
Anak ke-5: Agustina, lahir 1955 (Pensiunan, mantan Asisten III Pemda Lampung utara).
Anak ke-6: Safran
Anak ke-7: Akhmad Yani, lahir 1959 (Pegawai Kesbangpol Lampung Utara)
Anak ke-8: Hajairin, S.H., lahir 1961 (mantan anggota DPRD Lampung Utara 3 periode)
Anak ke-9: Nova, lahir 1966 (ikut suami, tinggal di Bandar Lampung)
Anak ke-10: Elly Meriana, (bekerja di PMDN Kantor Gubernur Lampung)
Kepada generasi muda bangsa, mantan pejuang kemerdekaan ini berpesan, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit, tetapi jangan memaksakan diri jika tidak mampu mencapainya. Bersikap jujur, apa adanya dan berbuat baik untuk orang lain.”
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H