[caption id="attachment_401274" align="aligncenter" width="480" caption="Suasana transaksi jual beli di pasar tradisional Desa Negeri Sindang, Baturaja (Sumber: J.Haryadi)"][/caption]
Baturaja adalah nama ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten OKU dengan luas 3.617,60 km2 merupakan wilayah terluas di Provinsi Sumatera Selatan. Penduduk OKU berjumlah 334.295 jiwa (2011) yang mayoritas berasal dari Suku Ogan dan merupakan komunitas Suku Ogan terbesar di Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu di daerah ini juga terdapat Suku Komering, Suku Basemah, Suku Lematang, Suku Ranau, Suku Jawa, Suku Bali, dan Suku Lampung.
Kota Baturaja terletak sekitar 200 km dari Kota Palembang dan dikenal sebagai pusat penghasil buah duku dan durian terbesar di Indonesia. Jika sedang musim panen buah durian, jangan kaget kalau Anda bisa membeli buah durian dengan harga cuma Rp 5.000 per buah. Oleh sebab itu banyak penggemar buah durian yang sengaja datang ke kota ini hanya untuk berwisata sambil memborong buah durian dan menikmati kelezatannya.
[caption id="attachment_401275" align="aligncenter" width="480" caption="Salah satu sudut Kota Baturaja, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan (Sumber: http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1497559)"]
[caption id="attachment_401276" align="aligncenter" width="480" caption="Sudut lain Kota Baturaja (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401278" align="aligncenter" width="480" caption="Kota Baturaja yang tampak modern (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401279" align="aligncenter" width="480" caption="Masih ada rumah adat di tengah Kota Baturaja (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401280" align="aligncenter" width="480" caption="Kantor Bupati Kabupaten OKU di pinggiran Kota Baturaja (Sumber:http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1497559) "]
Jika Anda ingin berwisata ke Baturaja, terdapat beberapa lokasi wisata yang bisa Anda kunjungi. Sebut saja Goa Putri yang terletak 35 km dari Kota Baturaja. Objek wisata ini merupakan andalan Kabupaten OKU dan terletak di Desa Padang Bindu, Kecamatan Semidang Aji. Konon menurut legendanya, dulunya Go Putri ini adalah tempat hunian manusia di masa lalu. Beberapa benda bukti peninggalan masa lalu ditemukan di goa tersebut seperti tulang binatang, tulang manusia,pecahan gerabah, beragam alat batu seperti pukul, batu pahat, batu kapak, dan lain-lain.
Masih banyak lokasi objek wisata menarik lainnya yang bisa dikunjungi, seperti Air Terjun Kambas yang terletak di Desa Ulak Lebar, Air Panas Gemuhak di Desa Gunung Tiga dan Batu Lesung Bintang di Desa Laya Kecamatan Baturaja Barat (3 km dari Baturaja). Ada juga objek wisata Rantai Kumpai di Desa Tungku Jaya Kecamatan Sosoh Buai Rayap (17 Km dari Baturaja), Mendingin di Kecamatan Ulu Ogan (sekitar 2,5 jam perjalanan dari Baturaja) dan Mandi Hawa di Desa Tualang Kecamatan Lengkiti serta Bukit Pelawai atau Bukit Pelawi yang terletak di Kecamatan Baturaja Barat dan objek wisata Goa Harimau di Desa Padang Bindu Kecamatan Semidang Aji.
Desa Negeri Sindang
Jika Anda termasuk orang yang suka bertualang dan ingin melihat keunikan kehidupan masyarakat yang tinggal di pedalaman, silahkan datang ke Desa Negeri Sindang yang terletak di Kecamatan Sosoh Buay Rayap. Alam di desa ini masih asri dan alami. Sepanjang jalan menuju desa ini, yang Anda lihat hanya pemandangan hijau berupa perkebunan karet, duku, durian, ladang penduduk dan hutan.
[caption id="attachment_401281" align="aligncenter" width="480" caption="Suasana pagi di Desa Negri Sindang, Kabupaten OKU (Sumber: J. Haryadi)"]
Rata-rata rumah tinggal penduduk di Desa Negeri Sindang masih berupa rumah tradisional, tetapi ada juga rumah yang sudah modern. Bentuk rumah tradisional bentuknya bertingkat dan hampir sebagian besar bahannya terbuat dari kayu. Rumah semacam ini bisa kita temui hampir di desa maupun kota di Kabupaten OKU dan kabupaten lain di wilayah Sumatera Selatan.
[caption id="attachment_401282" align="aligncenter" width="450" caption="Rumah adat asli di Desa Negri Sindang, Kecamatan Sosoh Buay Rayap, Kabupaten OKU (Sumber: J.Haryadi)"]
[caption id="attachment_401283" align="aligncenter" width="450" caption="Rumah adat tradisional semi permanen di Desa Negri Sindang, Kecamatan Sosoh Buay Rayap, Kabupaten OKU (Sumber: J. Haryadi)"]
Menurut kepala UPTD Pertanian Tanamanan Pangan dan Holtikultura Kecamatan Sosoh Buay Rayap, Agus Paharyono,SE, Desa Negri Sindang masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Mayoritas masyarakat di desa ini berdomisili dan berusaha di kawasan HPT secara turun-temurun, sehingga mereka mereka tidak mempunyai hak kepemilikan atas lahan yang mereka tempati atau mereka usahakan.
“Sebagian besar hasil komoditi perkebunan dari Kecamatan Sosoh Buay Rayap itu berasal dari Desa Negeri Sindang. Untuk meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan di desa ini masih terkendala dengan lahan yang sebagian besar masuk kawasan HPT. Diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten OKU bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Pusat dapat membebaskan lahan yang kini digarap oleh masyarakat tersebut untuk diubah menjadi hak milik, khususnya yang masuk dalam lingkup desa,” tutur Agus Paharyono menambahkan.
[caption id="attachment_401284" align="aligncenter" width="301" caption="Agus Paharyono, SE, Kepala UPTD Pertanian Tanamanan Pangan dan Holtikultura Kec. Sosoh Buay Rayap, Kabupaten OKU (Sumber: J. Haryadi)"]
Komoditas utama Desa Negri Sindang adalah buah kopi dan getah karet, serta buah durian dan buah duku yang merupakan tanaman turun-temurun. Kalau kebetulan sedang musim buah, harga durian di tempat ini berkisar antara Rp 4.000 - Rp 5.000 per buah, sedangkan harga duku berkisar antara Rp 2.000-Rp 3.000 per kg.
“Masyarakat di Desa Negri Sindang ini sangat ramah dan terbuka kepada para pendatang. Bahasa yang biasa digunakan untuk berkomunikasi di desa ini adalah Bahasa Daya. Bahasa ini masih serumpun dengan Bahasa Komering,” ujar Agus dengan ramah.
Pasar Tradisional yang Unik
Setiap Minggu pagi di Desa Negeri Sindang ini ramai dikunjungi masyarakat yang datang dari berbagai penjuru. Mereka umumnya berasal dari dua desa, yaitu Desa Negri Sindang sendiri dan Desa Rantau Kumpai. Kedatangan mereka ke tempat ini karena adanya pasar tradisional mingguan yang biasa disebut “Kalangan”. Biasanya para pedagang yang berjualan di pasar tradisional ini sudah mulai menggelar lapak dagangannya sejak pukul 6 pagi sampai pukul 10.
Para pedagang yang berjualan di pasar tradisional ini kebanyakan berasal dari Pasar Baturaja yang biasa disebut Pedagang Kalangan. Para pedagang ini memang sengaja datang untuk berjualan setiap hari ke desa-desa yang sedang menggelar “kalangan”. Setiap desa umumnya sudah mempunyai jadwal “kalangan” pada hari-hari tertentu. Mereka membayar sewa lapak kepada petugas desa yang mengelola “kalangan” tersebut.
[caption id="attachment_401285" align="aligncenter" width="480" caption="Suasana Kalangan di Desa Negri Sindang KEc. Sosoh Buay Rayap (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401286" align="aligncenter" width="480" caption="Masyarakat sedang berbelanja membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional Desa Negri Sindang (Sumber: J. Haryadi)"]
Selain Pedagang Kalangan, para petani juga ikut berdagang dengan menggelar lapak di pasar tradisional ini. Para petani sengaja datang dari gunung membawa hasil pertanian dan perkebunannya dengan memakai alat transportasi ojeg atau menumpang kuda barang. Sebuah ojeg mampu membawa muatan 2 karung besar dengan berat mencapai 2 pikul atau setara dengan 200 kg.
Motor yang digunakan masyarakat sebagai ojeg pada umumnya ban belakangnya diberi rantai agar bisa menggigit tanah dan tidak tergelincir. Memang ini bukan pemandangan yang lazim untuk di perkotaan, tetapi merupakan pemandangan yang biasa di desa ini. Hal ini mereka lakukan karena medan yang ditempuh cukup berat. Selain daerah pegunungan yang menanjak, terjal dan curam, juga jalan yang dilalui juga banyak yang rusak berat. Umumnya jalannya masih berupa tanah, sehingga becek dan berlumpur ketika musim hujan.
[caption id="attachment_401289" align="aligncenter" width="480" caption="Seorang tukang ojeg sedang membawa barang bawaannya ke pasar tradisional Negri Sindang (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401290" align="aligncenter" width="450" caption="Seorang tukang ojeg sedang menurunkan barang bawaannya di pasar (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401291" align="aligncenter" width="450" caption="Ban motor ojeg menggunakan rantai agar tidak slip di jalan berlumpur (Sumber: J. Haryadi)"]
Ada juga petani yang sengaja berjalan kaki dari kebunnya di gunung dengan menempuh perjalanan selama 4-6 jam sambil membawa hasil buah-buahan dan sayur-sayuran menggunakan brunang. Biasanya mereka berangkat tengah malam sekitar pukul 23.00 WIB. Perjuangan mereka untuk hidup tidak mudah, tetapi semua ini mereka jalani dengan tabah.
[caption id="attachment_401296" align="aligncenter" width="450" caption="Seorang ibu sedang belanja sambil membawa brunang (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401297" align="aligncenter" width="450" caption="Dua orang ibu sedang istirahat sehabis belanja di pasar sambil membawa brunang (Sumber: J.Haryadi)"]
Sudah menjadi tradisi masyarakat yang bermukim di desa-desa Kabupaten Ogan Komerin Ulu, selalu memakai brunang untuk membawa berbagai keperluan mereka. Brunang adalah semacam kantong yang terbuat dari bambu yang dianyam dan diberi tali. Biasanya tali ini disematkan di kepala mereka. Jadi kepala inilah yang berfungsi menahan beban barang bawaannya. Namun yang uniknya, justru yang membawa brunang itu kebanyakan kaum wanita, bukan pria. Selain membawa brunang, terkadang mereka juga sambil menggendong anak-anaknya yang masih balita, sementara pria umumnya hanya membawa golok dan barang-barang yang berat seperti kopi atau duren.
Sesuatu hal yang unik lainnya adalah tentang proses perdagangan di pasar tradisional. Ternyata, di sini masih berlaku barter antara pedagang dan masyarakat yang datang ke pasar untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Misalnya ada petani yang datang dari gunung dengan membawa hasil pertaniannya seperti cabe, bawang merah atau pete. Lalu mereka menukar barang tersebut dengan berbagai kebutuhan yang diperlukan seperti beras, garam, gula atau ikan. Barang-barang tersebut ditukar dengan nilai tukar yang sebanding dengan harga pasaran yang berlaku saat itu.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H