[caption id="attachment_401281" align="aligncenter" width="480" caption="Suasana pagi di Desa Negri Sindang, Kabupaten OKU (Sumber: J. Haryadi)"]
Rata-rata rumah tinggal penduduk di Desa Negeri Sindang masih berupa rumah tradisional, tetapi ada juga rumah yang sudah modern. Bentuk rumah tradisional bentuknya bertingkat dan hampir sebagian besar bahannya terbuat dari kayu. Rumah semacam ini bisa kita temui hampir di desa maupun kota di Kabupaten OKU dan kabupaten lain di wilayah Sumatera Selatan.
[caption id="attachment_401282" align="aligncenter" width="450" caption="Rumah adat asli di Desa Negri Sindang, Kecamatan Sosoh Buay Rayap, Kabupaten OKU (Sumber: J.Haryadi)"]
[caption id="attachment_401283" align="aligncenter" width="450" caption="Rumah adat tradisional semi permanen di Desa Negri Sindang, Kecamatan Sosoh Buay Rayap, Kabupaten OKU (Sumber: J. Haryadi)"]
Menurut kepala UPTD Pertanian Tanamanan Pangan dan Holtikultura Kecamatan Sosoh Buay Rayap, Agus Paharyono,SE, Desa Negri Sindang masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Mayoritas masyarakat di desa ini berdomisili dan berusaha di kawasan HPT secara turun-temurun, sehingga mereka mereka tidak mempunyai hak kepemilikan atas lahan yang mereka tempati atau mereka usahakan.
“Sebagian besar hasil komoditi perkebunan dari Kecamatan Sosoh Buay Rayap itu berasal dari Desa Negeri Sindang. Untuk meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan di desa ini masih terkendala dengan lahan yang sebagian besar masuk kawasan HPT. Diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten OKU bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Pusat dapat membebaskan lahan yang kini digarap oleh masyarakat tersebut untuk diubah menjadi hak milik, khususnya yang masuk dalam lingkup desa,” tutur Agus Paharyono menambahkan.
[caption id="attachment_401284" align="aligncenter" width="301" caption="Agus Paharyono, SE, Kepala UPTD Pertanian Tanamanan Pangan dan Holtikultura Kec. Sosoh Buay Rayap, Kabupaten OKU (Sumber: J. Haryadi)"]
Komoditas utama Desa Negri Sindang adalah buah kopi dan getah karet, serta buah durian dan buah duku yang merupakan tanaman turun-temurun. Kalau kebetulan sedang musim buah, harga durian di tempat ini berkisar antara Rp 4.000 - Rp 5.000 per buah, sedangkan harga duku berkisar antara Rp 2.000-Rp 3.000 per kg.
“Masyarakat di Desa Negri Sindang ini sangat ramah dan terbuka kepada para pendatang. Bahasa yang biasa digunakan untuk berkomunikasi di desa ini adalah Bahasa Daya. Bahasa ini masih serumpun dengan Bahasa Komering,” ujar Agus dengan ramah.
Pasar Tradisional yang Unik
Setiap Minggu pagi di Desa Negeri Sindang ini ramai dikunjungi masyarakat yang datang dari berbagai penjuru. Mereka umumnya berasal dari dua desa, yaitu Desa Negri Sindang sendiri dan Desa Rantau Kumpai. Kedatangan mereka ke tempat ini karena adanya pasar tradisional mingguan yang biasa disebut “Kalangan”. Biasanya para pedagang yang berjualan di pasar tradisional ini sudah mulai menggelar lapak dagangannya sejak pukul 6 pagi sampai pukul 10.
Para pedagang yang berjualan di pasar tradisional ini kebanyakan berasal dari Pasar Baturaja yang biasa disebut Pedagang Kalangan. Para pedagang ini memang sengaja datang untuk berjualan setiap hari ke desa-desa yang sedang menggelar “kalangan”. Setiap desa umumnya sudah mempunyai jadwal “kalangan” pada hari-hari tertentu. Mereka membayar sewa lapak kepada petugas desa yang mengelola “kalangan” tersebut.
[caption id="attachment_401285" align="aligncenter" width="480" caption="Suasana Kalangan di Desa Negri Sindang KEc. Sosoh Buay Rayap (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401286" align="aligncenter" width="480" caption="Masyarakat sedang berbelanja membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional Desa Negri Sindang (Sumber: J. Haryadi)"]
Selain Pedagang Kalangan, para petani juga ikut berdagang dengan menggelar lapak di pasar tradisional ini. Para petani sengaja datang dari gunung membawa hasil pertanian dan perkebunannya dengan memakai alat transportasi ojeg atau menumpang kuda barang. Sebuah ojeg mampu membawa muatan 2 karung besar dengan berat mencapai 2 pikul atau setara dengan 200 kg.
Motor yang digunakan masyarakat sebagai ojeg pada umumnya ban belakangnya diberi rantai agar bisa menggigit tanah dan tidak tergelincir. Memang ini bukan pemandangan yang lazim untuk di perkotaan, tetapi merupakan pemandangan yang biasa di desa ini. Hal ini mereka lakukan karena medan yang ditempuh cukup berat. Selain daerah pegunungan yang menanjak, terjal dan curam, juga jalan yang dilalui juga banyak yang rusak berat. Umumnya jalannya masih berupa tanah, sehingga becek dan berlumpur ketika musim hujan.
[caption id="attachment_401289" align="aligncenter" width="480" caption="Seorang tukang ojeg sedang membawa barang bawaannya ke pasar tradisional Negri Sindang (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401290" align="aligncenter" width="450" caption="Seorang tukang ojeg sedang menurunkan barang bawaannya di pasar (Sumber: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_401291" align="aligncenter" width="450" caption="Ban motor ojeg menggunakan rantai agar tidak slip di jalan berlumpur (Sumber: J. Haryadi)"]
Ada juga petani yang sengaja berjalan kaki dari kebunnya di gunung dengan menempuh perjalanan selama 4-6 jam sambil membawa hasil buah-buahan dan sayur-sayuran menggunakan brunang. Biasanya mereka berangkat tengah malam sekitar pukul 23.00 WIB. Perjuangan mereka untuk hidup tidak mudah, tetapi semua ini mereka jalani dengan tabah.