[caption id="attachment_387768" align="aligncenter" width="500" caption="Lukisan pemandangan masih dalam bentuk sketsa karya Kusmana"]
[caption id="attachment_387771" align="aligncenter" width="416" caption="Lukisan AA Gym karya Kusmana"]
[caption id="attachment_387772" align="aligncenter" width="500" caption="Lukisan pemandangan karya Kusmana"]
Kehidupan keluarga Kusmana terbilang sederhana, namun dia berhasil membina keluarganya dengan baik. Pria berperawakan kurus ini mempunyai 4 orang anak. Dua orang diantaranya mengikuti jejaknya menjadi pelukis. Salah satu anaknya sudah berhasil menjadi guru, sedangkan seorang lagi masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung.
“Saya mulai merasa pede menjadi seorang pelukis itu sekitar tahun 1985. Saya senang melukis karena orangtua saya dulu usahanya jual-beli lukisan. Lama-lama saya tertarik untuk belajar melukis secara otodidak. Saya merasa belum puas dengan hasil karya saya, sehingga akhirnya saya belajar dari pelukis Barlie di Bandung,” ujar Kusmana menjelaskan sejarah hidupnya dalam berkesenian.
Mengawali profesi sebagai seniman itu memang tidak mudah. Kusmana harus pandai-pandai mengatur keuangannya dengan baik. Dia berusaha untuk hidup hemat dan terus melatih kemampuannya melukis. Salah satu strateginya untuk bisa bertahan hidup adalah dengan cara mengatur aktivitasnya melukis.
[caption id="attachment_387775" align="aligncenter" width="500" caption="Penulis berpose bersama pelukis Kusmana di depan karya lukisannya"]
Selama 3 minggu Kusmana biasanya membuat lukisan dengan kualitas yang biasa-biasa saja. Prinsipnya yang penting lukisan bisa cepat selesai dan terjual dengan harga murah. Hasil penjualannya dipergunakannya untuk kebutuhan sehari-hari dan membeli perlengkapan melukis. Kemudian selama 1 minggu dirinya membuat sebuah lukisan yang berkualitas dan dijual dengan harga yang tinggi. Cara ini terbukti ampuh dan telah mengantarkannya menjadi seorang pelukis rofesional yang sukses.
Tahap awal belajar melukis, dirinya sering meniru karya pelukis lainnya. Sama yang dilakukan para pelukis di Jelekong lainnya. Namun setelah dia merasa mampu berkarya sendiri, dia tidak lagi meniru karya pelukis lain. Dia konsisten membuat karya original. Hal inilah yang membuat Kusmana tetap eksis dan keberadaannya disegani oleh para pelukis lainnya.
Menurut Kusmana, kondisi bisnis lukisan di Jelekong akhir-akhir ini semakin sepi. Padahal kalau dilihat dari sisi kualitas, semakin meningkat, namun dari sisi harga justru terjadi kemunduran. Hal ini tidak lain karena kesalahan pelukis sendiri yang bersaing tidak sehat yaitu dengan cara saling menjatuhkan harga. Kondisi ini sudah berlangsung sejak 10 tahun yang lalu. Belum lagi ada pelukis yang merantau ke daerah yang biasa memesan lukisan, misalnya Bali, sehingga pemesan dari Bali jadi berkurang.
Kusmana berharap pemerintah daerah mau memperhatikan kondisi para seniman di Jelekong. Misalnya membantu pemasaran hasil karya pelukis disini dan juga membei pembianaan, sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat diantara sesama seniman, yang pada akhirnya merugikan seniman itu sendiri. Tidak sedikit seniman yang akhirnya alih profesi karena tidak kuat dengan persaingan. Padahal mereka merupakan aset bagi pemerintah untuk melestarikan seni dan menjadi salah satu daya tarik pariwisata.
***
J. Haryadi
Wartawan Blogger
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H