Jauhnya diri dari substansi. Pada rasa syukur tentang nikmat. Kepada seorang manusia berstatus nabi, yang menjadi kekasih dari pencipta para kekasih.
Maaf Muhammad, dimana lagi harus kuungkapkan. Kehinaan apa lagi yang harus kudera. Terima kasih untuk segala hal tentangmu Muhammad.
Sesungguhnya, hingga saat ini aku belum benar-benar mengikutimu. Aku masih lebih senang ke tempat hiburan dibanding ke majelismu Muhammad.
Hidupku masih tergantung pada penguasa penguasa kecil yang berlabel atasan. Belum sepenuhnya pada ajaran dan Tuhan mu.
Maafkan Muhammad, ibadahku masih kadang sebatas kepentinganku. Melalui doa-doa ku yang kering. Untuk sesuatu yang kuinginkan selain yang kau pesankan.
Maafkan Muhammad, untuk telur-telur yang kuhabiskan. Padahal diriku lupa memanjatkan syukur kepada Sang Pemberi sejati yang kau puja.
Maafkan untuk segala cinta yang hanya sisa untukmu. Sesungguhnya, cinta kepadamu lah yang tak lebih agung dari yang lain. Yang akan mengantarkanku ke Pecinta Sejati.
Maafkan...
Jumat, 25 Desember 2015 (01:13 Wita)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H