"Saya bisa sampai 5 kali mencuci ulang daun-daun bayam yang dibeli di pasar sebelum dimasak. Air yang dipakai pasti akan menghitam," ujar tante Tiwi yang menceritakan pengalamannya membeli sayur di Pasar Minggu.
Belakangan saya memang sedang galau. Sama seperti tante Tiwi, beberapa kali membeli sayuran di pasar dekat kosan membuat saya bergeming dengan air bilasan sayur yang digunakan. Bukan karena airnya yang keruh, tapi sayuran-sayuran tersebutlah yang cenderung membuat air kotor setelah dibilas.
Sementara jika saya membeli sayuran di supermarket, saya khawatir dengan zat-zat pestisida yang disemprotkan ke sayuran tersebut. Pasalnya, dari segi penampilan, sayur dari supermarket jauh lebih 'cakep' dibandingkan dengan sayur di pasar. Belum lagi sayur supermarket jauh lebih tahan lama.
Hal ini kemudian mengingatkan saya masa Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan 3 tahun lalu. Tempat saya menginap selama 3 bulan adalah di rumah seorang petani sawi. Mayoritas masyarakat di desa itu memang bekerja sebagai petani sawi.
Pada pagi dan sore hari para petani akan ke ladang untuk mengurusi sawi mereka. Dibutuhkan waktu 14 hari untuk sampai pada masa panen. Di masa ini para pria akan berangkat tiap pukul 2 dini hari dari rumahnya dengan menggandeng 2-3 karung berisi sawi di motornya.
Sawi-sawi ini diantarkan kepada para penjual di pasar-pasar dan mereka akan pulang setelah jam 5 pagi sebelum hari benar-benar terang. Begitu seterusnya.
Penyaluran sawi tidak hanya diantarkan ke pasar. Beberapa petani juga langsung mengantarkannya ke hotel-hotel dan restoran di Makassar yang telah menjadi langganannya. Begitulah cara mereka menghidupi diri dan mengolah tanah-tanah yang ada di desa.
Video lengkap Field Trip Danone Blogger Academy 2018 di bawah:
Menurut KBBI sendiri, berdaya adalah berkekuatan, berkemampuan, serta mempunyai akal, cara, dan sebagainya untuk mengatasi sesuatu. Â Cerita tadi hanya sebagian kecil dari sebuah contoh nyata cara warga desa berdaya. Ada beberapa lagi cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat, tergantung kondisi dan sumber daya yang dimiliki desanya.
Setidaknya ada 5 cara yang telah diimplementasikan oleh desa-desa yang saya kunjungi di Yogyakarta dan Klaten pada 12-14 Oktober 2018 bersama teman-teman kelas Danone Blogger Academy 2018. Apa saja? Simak ulasannya berikut ini:
Menanam Pangan di Halaman
"Kami mensosialisasikan kepada warga agar menanam setidaknya dua tiga sayuran di halaman rumahnya. Misalnya, cabai atau bayam. Dengan begitu mereka tidak lagi harus membeli kedua bahan ini," Hermawan Kristanto, kepala Desa Kemudo, Kecamatan Prambanan, Klaten.
Hal ini menurut Hermawan, membuat sebuah keluarga dapat menghemat pengeluaran minimal Rp. 10.000. Meskipun jumlahnya kecil, jika untuk bahan pangan seperti ini kita bisa mengusahakannya sendiri, maka otomatis berdampak pada penghematan anggaran belanja bulanan keluarga.
Apa-apa pun tidak harus selalu dibeli.
Menata Lagi Balai Desa
Baca juga: Kenapa Saya Bisa Lolos Danone Blogger Academy 2018?
Kami dipersilakan untuk menikmati sajian tersebut. Sebagai orang yang datang dari Jakarta, kami sungguh menikmatinya. Bayangkan saja, untuk pilihan nasi ada nasi putih dan nasi merah, telur mata sapi bumbu pedas, sayur kacang panjang tempe bersantan, ayam bakar, serta ikan lele goreng dan bakar. Pedasnya sambal matah mengukuhkan rasa gurih makan siang kala itu.
"Ada wifi yang bisa diakses gratis ini. Tidak pakai password," info Purwoto Nur Wahono, direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Kemudo.
Sontak, saya merogoh kantong meraih hape.
Tersedianya jaringan internet gratis saya rasa merupakan langkah awal untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Tidak hanya itu, bayangkan jika balai-balai desa di tata seperti warung-warung kopi di mana warga desa dapat bersantai dan berinteraksi di sana.
Menjadi Situs Wisata Warga Kota
Semakin tahun bertambah, semakin tempat ini ramai oleh wisatawan yang datang untuk mencoba aktivitas outdoor ini. Siapa sangka, berawal dari sungai tak terawat, hari ini River Tubing Pusur menjadi ikon tersendiri Desa Wangen.
Aktivitas ini pun dikelola oleh pemuda setempat dengan menarik bayaran sehingga boleh dikata mereka menciptakan sendiri lapangan pekerjaan untuk dirinya.
Saya pun percaya bahwa setiap desa sebenarnya memiliki potensi wisata bagi para warga kota yang sering kebingungan akan liburan ke mana akhir pecan. Toh, jika tidak memiliki situs wisata alam, kenapa tidak mencoba wisata kuliner?
Mengelola Limbah-limbah
Produk-produk ini pun laris ke daerah-daerah seperti Yogyakarta, Solo, hingga Jakarta.
Langkah ini sebenarnya diinisiasi sendiri oleh warga dengan membuat bank pengelolaan sampah. Kesemuanya bertujuan untuk reduce, reuse, dan recycle sampah-sampah plastik yang bertebaran di lingkungan.
Hasilnya, lapangan-lapangan pekerjaan pun semakin luas dan semua warga desa memiliki kesempatan untuk berdaya secara finansial dengan mengelola limbah.
Mengajak Sarjana Kembali ke Desa
Angka ini tentu bukan main-main. Salah satu solusi yang bisa diambil untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengajak para sarjana-sarjana tersebut kembali ke desa. Ada banyak hal yang bisa dikerjakan di desa untuk membuka lapangan-lapangan pekerjaan.
Lagi-lagi, Desa Kemudo merupakan salah satu contoh bagaimana mereka mengajak anak-anak muda lulusan perguruan tinggi untuk membangun desa kelahirannya. Mereka dipercayakan untuk ambil bagian dari BUMDES Desa Kemudo sebab kapasitas dan pengetahuan yang dimilikinya.
Baca juga: CSR Danone "Desa Kemudo" Mengembalikan Para Sarjana ke Desa
Siapa tahu beberapa waktu lagi saya tidak harus khawatir dengan zat-zat pestisida pada sayuran yang dibeli di supermarket.
"Kembali ke desa adalah suatu pengabdian untuk membenahi dan memajukan desa. Selain itu, kami bisa menjadi agen perubahan," tutur Ita mewakili teman-temannya.
Era revolusi industri 4.0 di mana internet tidak bisa dipisahkan dari keseharian kita sebenarnya merupakan kesempatan emas untuk para anak muda bekerja sama dengan warga desa dalam. Mengolah sumber daya yang ada dan memanfaatkan internet untuk referensi dan distribusi produk adalah langkah konkrit warga desa berdaya.
Kelima hal tersebut di atas bukan semata-mata tawaran saya tapi merupakan sebuah contoh nyata dari apa yang telah dikerjakan oleh warga Desa Kemudo dan Desa Wangen selama beberapa tahun belakangan.
Baca juga: 7 Alasan Kenapa Danone Blogger Academy Harus Ada Lagi
 Semoga dengan begini, jarak kesejahteraan ekonomi masyarakat di desa tidak lagi jauh jika dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Sebab bagaimanapun orang-orang di kota tak kan mampu hidup tanpa sokongan dari orang-orang di desa. Iya kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H