Mohon tunggu...
Jumadal Afrizal
Jumadal Afrizal Mohon Tunggu... -

Minat membaca, menulis dan meneliti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sudahkah Kita Beretika di Jalan Raya?

2 Desember 2010   12:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:05 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika di jalan raya kita sering tidak mau peduli dengan kepentingan orang lain. Kita hanya memikirkan kepentingan kita sendiri. Ketika kita merasa diburu oleh waktu dengan penuh kesetanan kita memacu kendaraan tanpa memperhatikan keselamatan orang lain. Klakson pun kita bunyikan sekencang-kencangnya tanpa menghiraukan kenyamanan orang lain dalam berkendaraan. Orang-orang disekitar kita pun menjadi kecut nyalinya dengan kegilaan kita dalam berkendaraan. Kita telah benar-benar menjadi orang yang kehilangan akal sehat.

Tidakkah kita berpikir bagaimana kalau akibat dari kebut-kebutan di jalan raya bisa membawa malapetaka bagi orang lain? Bisa saja terjadi kecelakaan yang membawa maut. Tidakkah kita berpikir kematian seseorang akibat dari perbuatan kita bisa membuat orang tua kehilangan anaknya, istri kehilangan suaminya, seorang anak menjadi yatim piatu, adik kehilangan kakaknya, dan seterusnya dan seterusnya? Bukankah kita melihat kenyataan akhir-akhir ini betapa sangat tingginya angka kematian di jalan raya akibat kecelakaan. Mungkin saja angka-angka statistik kecelakaan akan semakin bertambah akibat perbuatan kita yang selalu ugal-ugalan di jalan raya.

Kita juga sering tidak beretika ketika membelokkan kendaraan ke kiri atau ke kanan. Seenaknya saja kita berbelok tanpa menghidupkan lampu sign tanda berbelok ke arah kiri atau lampu sign tanda berbelok ke arah kanan. Kita seringkali menghidupkan lampu sign pada saat akan berbelok secara tiba-tiba. Gerakan kendaraan kita yang begitu mendadak merubah haluan bisa membuat orang yang sedang berkendaraan di belakang kita menjadi hilang keseimbangan bisa saja membuatnya terpental jatuh dari kendaraan karena menghindar dari kendaraan kita. Bukankah lebih baik bila kita memperhitungkan jarak yang aman kapan akan menghidupkan lampu sign sebagai aba-aba akan berbelok. Sikap kehati-hatian ini tentu akan membuat orang lain merasa tidak terancam keselamatannya.

Berkomunikasi lewat HP sambil berkendaraan juga tidak beretika. Bagaimana bisa berkendaraan dengan hanya menggunakan sebelah tangan saja sementara tangan yang lain memegang HP. Tentu saja tindakan ini sangat beresiko karena konsentrasi di dalam mengendarai menjadi terpecah dan tidak fokus lagi melihat situasi di jalan. Bagaimana kalau tiba-tiba ada penyebarang jalan yang mendadak melintas di depan kita? Sudah pasti kita akan sulit mengendalikan diri dan menjaga keseimbangan kendaraan karena gerakan reflek menghindari bahaya di depan kita sudah terlambat. Mungkin saja kita akan terjatuh dari kendaraan terhempas ke badan jalan bersama kendaraan kita atau kemungkinan lain bisa saja kita telah lebih dulu menabrak si penyeberang jalan tanpa sempat mengelak. Apabila menginjak rem pun sudah terlambat karena sudah sangat dekat dan tidak mungkin bisa langsung terhenti kendaraan kita.

Atau bagaimana kalau ada kendaraan lain di depan yang melaju agak melambat dan kita tidak menyadarinya sebab sedang lalai dengan pembicaraan lewat HP sedangkan kendaraan kita melaju kencang tentu akan terjadi tabrakan dari belakang. Sudah pasti kita akan terhempas ke badan jalan begitu juga dengan pengendara yang kita tabrak akan terjatuh juga ke badan jalan. Lalu bagaimana kalau mendadak melintas mobil berukuran besar menabrak dan melindas kita. Tak sanggup dibayangkan apa yang akan menimpa kita dan pengendara itu. Apakah tidak pernah terpikirkan oleh kita semua resiko yang bakal terjadi akibat tindakan kita ini?

Kita paham betul jalur zebra cross adalah jalur khusus untuk orang-orang yang akan menyeberang jalan dengan lebih leluasa tanpa merasa takut akan terancam oleh kendaraan yang lalu lalang. Sehingga kalau kita melihat orang menyeberang dengan memanfaatkan zebra cross alangkah beretika kalau kita menghentikan laju kendaraan sesaat sampai si penyeberang benar-benar telah berhasil menyeberang jalan dengan selamat. Tapi apalacur ada atau tidak ada zebra cross rasa-rasanya sama saja bagi penyeberang jalan tetap tidak ada kenyamanan. Mereka tetap harus bersusah payah agar sampai ke seberang jalan dengan selamat. Terkadang mereka harus berlari-lari agar tidak diserempet oleh kendaraan yang melaju kencang dari kejauhan tanpa menghiraukan jalur yang akan dilewati adalah jalur aman bagi penyeberang jalan.

Begitu sulitkah untuk menjadi orang yang beretika di jalan raya? Apakah hanya kita saja yang berkepentingan terhadap akses jalan raya? Apakah orang lain tidak begitu kita pedulikan keberadaannya? Sudah hilangkah nurani kepekaan kita terhadap nilai manusia lain yang hadir di sekitar kita? Apakah karena kita bermobil orang lain bersepeda motor atau bahkan cuma bersepeda lalu kita mengecilkan arti orang lain? Alangkah naifnya bila kita telah di racuni oleh pikiran-pikiran picik seperti itu.

Tidakkah kita menyadari jalan adalah fasilitas publik yang harus bisa di akses oleh siapa saja untuk memudahkan aktifitasnya. Jadi setiap orang harus bisa mengambil manfaat tanpa ada diskriminasi hanya karena dianggap lemah posisinya di penglihatan orang lain. Orang yang duduk di belakang setir mobil mungkin saja akan merasa menjadi raja di jalan raya karena beranggapan lebih menguasai jalan raya dengan ukuran mobil yang besar dan bisa melaju kencang. Bahkan bisa saja orang yang bersepeda motor lebih memilih melambatkan kendaraannya bila telah berhadapan dengan mobil yang lebih besar yang sedang melaju kencang dan meminta diberikan jalan untuk dilewati. Tapi apakah memang etika seperti ini yang berlaku dimana kendaraan yang lebih kecil harus mengalah dari kendaraan yang lebih besar? Kalau begitu apa bedanya dengan hukum rimba yang berlaku di hutan belantara dimana binatang-binatang kecil harus selalu menjadi santapan hewan-hewan yang lebih besar dan buas.

Baru dikatakan beretika kalau kendaraan yang lebih besar lebih berhati-hati dalam membawa laju kendaraan. Apabila sedikit saja ceroboh bisa membawa maut bagi orang lain. Jangan mentang-mentang berbodi besar lalu menakut-nakuti pengendara lain dengan membunyikan klakson yang sangat nyaring yang bisa buat orang terkaget-kaget dan hilang konsentrasi dalam mengendarai kendaraan. Bahkan sampai memacu dengan kencang kendaraan di jalan yang padat dengan sesukanya tentu bukanlah sikap yang beretika.

Kita sudah sangat sering mendapati kejadian-kejadian tragis kematian akibat ditabrak mobil, tergencet ban tronton karena tersenggol dan lain sebagainya. Kita sudah sering melihat isi otak terburai, badan hancur remuk menjadi serpihan-serpihan, darah berceceran dimana-mana yang membuat kita miris betapa sangat mengerikan kehidupan di jalan raya. Nyawa setiap saat bisa saja melayang akibat kecerobohan orang lain yang tidak hati-hati dalam berkendaraan.

Kalau sudah begitu besar resiko ketika kita memasuki jalan raya lalu apa guna jalan bila mudharatnya sudah lebih besar dari manfaatnya? Tidakkah fungsi jalan yang pada mulanya untuk mempermudah akses agar bisa menjangkau satu tempat dengan lebih mudah telah berubah menjadi kuburan yang siap menanti kita setiap saat? Lalu fenomena apa yang bisa kita ambil kajian dari kesemrautan ini? Apakah wajah jalan raya adalah cerminan dari masyarakat kita yang telah sakit secara sosial? Mungkin orang awam seperti kita cuma bisa bertanya. Lalu kita serahkan pertanyaan ini kepada pihak-pihak terkait untuk menjawabnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun