Mohon tunggu...
Antonius Julio P
Antonius Julio P Mohon Tunggu... Lainnya - Legal Litigasi

wrong margin

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kilas Balik Negara Terbiasa Mantan Napi Korupsi Menjabat

7 Agustus 2021   07:30 Diperbarui: 7 Agustus 2021   07:31 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan, sejumlah baliho di pinggir ruas jalan memperlihatkan foto para politikus kian ramai dibicarakan. Hal tersebut dianggap sebagai persiapan kontestasi politik pada tahun 2024 nanti. Padahal penanganan pandemi tidak kunjung memberikan hasil yang baik, pejabat publik malah menunjukan eksistensi--bukannya mengkoreksi diri. 

Membahas soal kontestasi politik atau penyelenggaraan pemilu nanti, masyarakat masih mempunyai persoalan terkait calon wakil yang akan dipilih. Jika diingat, perseteruan di tahun 2018 antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai mantan napi korupsi yang diperbolehkan atau tidak untuk mencalonkan diri pada pemilihan umum.

Menurut KPU, lewat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 melarang partai politik menyertakan nama bakal  calon yang merupakan mantan napi bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi. Peraturan tersebut pada awalnya diterapkan dengan sesuai, namun kemudian disengketakan oleh para bakal calon legislatif kepada Bawaslu dan mereka dinyatakan memenuhi syarat untuk mencalonkan diri. Bawaslu meloloskan  bakal calon legislatif mantan napi korupsi dari berbagai macam daerah, seperti dari Bulukumba, DKI Jakarta, Aceh, Toraja Utara, Sulawesi Utara, Rembang, dan Pare-Pare.

Bahkan salah satu lembaga kehakiman yakni Mahkamah Agung yang menguji materi PKPU tersebut, secara normatif memperbolehkan mantan napi bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi untuk mencalonkan diri melalui putusannya. Materi pada PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dinilai bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dapat diartikan secara tidak langsung jika Negara tidak memiliki semangat kehidupan bernegara yang bersih.

Tidak cukup hanya pada lembaga legislatif, lagi-lagi Negara memuluskan jalan mantan napi korupsi untuk menjabat. Kali ini pada posisi komisaris suatu anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pupuk Indonesia. Emir Moeis, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, merupakan mantan terpidana kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga UAP (PLTU) Tarahan Kabupaten Lampung Selatan. Dilansir dari Kompas.com, pada tahun 2014 Emir Moeis dinyatakan bersalah dan divonis selama 3 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara. Sekarang, Emir Moeis menduduki posisi salah satu komisaris PT Pupuk Iskandar Muda. Beliau diangkat sebagai komisaris oleh para pemegang saham sejak 18 Februari 2021.

Jika berbicara secara konstitusional, memang seluruh masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk menempati berbagai jabatan sipil di negeri ini. Tidak terkecuali satupun. Tapi apakah pengangkatan atau pembiaran para mantan napi korupsi ini untuk menempati jabatan tertentu sebagai pemenuhan hak konstitusional--dimana secara administratif saja mereka memiliki "catatan hitam". Jika sudah pernah tersangkut kasus pidana, khususnya korupsi, seharusnya tidak lagi bicara soal kapabilitas melainkan integritas untuk membuat bagaimana masyarakat punya kepercayaan kepada pemerintah. Koreksi ini tidak hanya untuk pejabat di tingkat pusat namun juga harus diawasi untuk pejabat-pejabat di tingkat daerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun