Mohon tunggu...
Antonius Julio P
Antonius Julio P Mohon Tunggu... Lainnya - Legal Litigasi

wrong margin

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ditengah Proses Judicial Review, Undang-Undang Tetap Berjalan "Mengebiri" Hak Konstitusi

28 Juni 2021   22:00 Diperbarui: 28 Juni 2021   22:01 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Proses judicial review pada Mahkamah Konstitusi (MK) tidaklah berlangsung singkat, membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tahunan. Namun ditengah proses berlangsung, undang-undang yang sedang diujikan tetaplah berjalan, yang dimana secara hukum positif jika undang-undang tersebut tetaplah berlaku, dan akan tetap dianggap merugikan hak konstitusi pemohon walaupun hanya sementara sampai Majelis Hakim Konstitusi memberikan putusan. Lantas, perlukah adanya putusan provisi (atau yang lebih dikenal dengan putusan sela) pada hukum acara Mahkamah Konstitusi?

Judicial review, pada umumnya, dilakukan pada negara yang menganut prinsip supremasi hukum seperti Indonesia dan bukan supremasi parlemen sebab undang-undang yang dihasilkan tidak dapat dibatalkan jika pada prinsip supremasi parlemen. Judicial review dapat dilakukan secara formil maupun materiil,tentu dengan syarat dapat diuraikan dengan jelas maksud yang dituju bertentangan dengan UUD 1945 dan merugikan hak konstitusional. 

Putusan provisi lazim dikenal dalam praktek hukum acara perdata, yaitu permohonan Penggugat kepada pengadilan agar mengeluarkan tindakan hukum sementara dengan maksud mencegah suatu kerugian yang semakin besar bagi Penggugat, oleh karenanya tindakan sementara ini diperintahkan pelaksanannya terlebih dahulu sementara perkara sedang berjalan.  

Dalam aturan mengenai judicial review tidak dikenal istilah putusan provisi, namun dipakai dalam jenis kewenangan MK lainnya yakni menangani sengketa kewenangan lembaga negara dan perselisihan hasil pemilu. 

Menimbang bahwa relevansi dan signifikansi diterbitkannya putusan provisi dalam judicial review adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia apabila suatu norma hukum diterapkan, sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan padahal hak-hak konstitusional pemohon yang dirugikan tidak dapat dipulihkan dalam putusan akhir. Meskipun tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, mengajukan permohonan putusan provisi tidaklah dilarang. 

Dalam praktiknya, terdapat beberapa perkara judicial review pada MK yang mengajukan permohonan putusan provisi namun sangat jarang untuk dikabulkan. Seperti pada nomor perkara 026/PUU-III/2005 tentang Pengujian UU No.13 Tahun 2005 tentang APBN terhadap UUD 1945, atau pada nomor perkara 003/PUU-III/2006 tentang Pengujian UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945.

Anggapan bahwa undang-undang berlaku untuk umum, bukan hanya untuk pribadi atau kelompok digunakan sebagai dasar mayoritas dari penolakan permohonan putusan provisi. N

amun, anggapan tersebut tidak berlaku jika penolakan terhadap undang-undang tertentu yang bersifat kontroversial diserukan oleh masyarakat secara masif dengan gelombang yang besar, tentu juga akan berdampak buruk bagi banyak kalangan.  

Menanggapi hal-hal semacam demikian, diperlukan suatu tindakan perlindungan agar masyarakat dapat mengetahui langkah atau cara untuk mencegah kerugian secara terus menerus selama proses membela haknya dalam proses judicial review yang dimuat di peraturan perundang-undangan, dan juga guna menitikberatkan pada pemberian asas kepastian hukum.

Ditambah proses pembentukan undang-undang atau legislasi berada pada kuasa partai-partai politik yang notabene akan mencampuri kepentingan rakyat, namun amanah daripada konstitusi tidak dapat dikesampingkan. Karena dalam negara demokrasi, kekuasaan sepenuhnya berada di tangan rakyat maka segala kebijakan yang akan mengikat seluruh rakyat sudah selayaknya berpihak kepada kepentingan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun