Skenario 2a: KPSI menggerakkan "rakyat" Indonesia dan melengserkan Djohar Arifin, dkk
Rakyat akan sangat-sangat marah, lalu menyalahkan PSSI atas pembekuan ini. KPSI memanfaatkan kesempatan ini untuk menggerakkan rakyat dan menurunkan Djohar Arifin, dkk dari kepengurusan PSSI. Orang-orang KPSI akan mengkudeta PSSI dan menjalankan kompetisi sesuai "kehendak rakyat". Transparansi dan akuntanbilitas kembali dihilangkan, audit diremehkan (mana ada pemimpin perusahaan yg lupa nama auditornya? Entah karena auditornya super ga jelas atau jangan2 arena mmg tidak pernah ada?), APBD digunakan kembali dalam sepakbola nasional, celah korupsi menjadi terbuka kembali, "pembinaan instan" ala PSSI lama dibangkitkan kembali. Setelah sangsi FIFA dicabut (mungkin 2-4 tahun kemudian), saya ga yakin pengurus yg telah gagal membina pemain kita selama 8 tahun akan mampu menciptakan keajaiban setelah sangsi tersebut dicabut.
Skenario 2b: Rakyat sadar bahwa KPSI-lah yg menghancurkan, bukan PSSI, KPSI di-"lengser"-kan rakyat
Rakyat sadar, bahwa yg membuat PSSI dibekukan oleh FIFA bukanlah ulah PSSI itu sendiri, melainkan KPSI. Siapa suruh KPSI ajak-ajak DPR dalam kisruh sepakbola nasional? Seperlu itukah KPSI mengajak DPR? Kok KPSI bawa-bawa unsur politik yah, padahal uda jelas olahraga ya olahraga jangan dipolitisasi, kok ajak DPR, bukannya lebih ajak FIFA ato AFC yah? Bisa apa DPR dibanding FIFA ato AFC? Apa tidak ada cara lain? Rakyat menjadi terbuka matanya dan sadar kalau selama ini KPSI-lah yg membawa sepakbola kita ke jurang kekelaman.
Rakyat selanjutnya melengserkan KPSI dan mengembalikan amanat sepakbola ke tangan PSSI di bawah pimpinan Djohar Arifin. Apakah bangsa ini mengalami kerugian? Ya, mungkin kita merugi, tapi tidak ada salahnya merugi sedikit di awal untuk mendapat keuntungan besar di akhir. Sepakbola akhirnya tidak semenarik dulu bagi lahan politik. Pak Djohar Arifin bisa fokus membina pemain muda tanpa adanya goncagan dari luar. Toh sekalipun PSSI dibekukan, latih tanding persahabatan antar negara masih bs dilakukan. Liga kita pasti akan turun pamornya, pemain asing malas main di Liga Indonesia. Apa itu kerugian? Tidak juga. Kalau mau jujur, penambahan pemain asing belum tentu meningkatkan kualitas sepakbola nasional. Banyak pemain asing digaji sangat tinggi, tapi kemampuannya biasa-biasa saja, suka rusuh di lapangan, dan kelakuannya di luar lapangan juga buruk. Jadi ga rugi-rugi amat kehilangan mereka.
Pelan-pelan kita belajar sepakbola yg profesional dan mandiri, hingga suatu hari liga kita mampu lebih baik daripada liga Thailand (berdasarkan AFC) dan bahkan Liga Jepang! Ketika sangsi FIFA dicabut, saya yakin, apabila sepakbola kita dikelola sebagai sebuah olahraga dan bukan kendaraan politik, kita akan mengalami kemajuan pesat 2-4 tahun mendatang. Sepesat apa? Ya, tidak sampai mengalahkan Jepang atau korsel, tapi bisa lah ya mengangkangi Vietnam dan Thailand? Haha..
Penutup
Opini di atas hanya suatu bentuk pemikiran kalau-kalau saja sangsi FIFA jatuh akibat blunder KPSI ynang membawa DPR ke ranah olahraga.
Maaf bila ada salah kata, saya baru belajar menulis. Bila ada yg ingin didiskusikan, silahkan saja diutarakan. Penulis awalnya netralmania (ga suka Liga Indonesia, cuma suka timnas, sukanya liga inggris), tapi ternyata kita ga bisa netral dalam kisruh sepakbola saat ini. Cuma ada 2 pihak, putih (PSSI) atau hitam (KPSI). Mana yang ANda pilih? Netral artinya cuek dan tutup mata akan kisruh ini. Saya sih, pilih yg benar saja.
Maju terus sepakbola Indonesia!
Revolusi masih belum selesai, mari berjuang melawan lupa!