Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Melepas Jerat Klasik Perberasan

11 Februari 2020   12:15 Diperbarui: 12 Februari 2020   18:12 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra

Bulog masih berpegang pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Namun, HPP tertinggal oleh harga pasar. Akibatnya, Bulog tidak leluasa membeli gabah/beras dari petani, bahkan ketika pemerintah memberi kelenturan pembelian hingga 10 persen di atas HPP.

Kenaikan HPP sudah seharusnya disesuaikan agar penyerapan gabah/beras produksi dalam negeri oleh Bulog lebih optimal. HPP merupakan instrumen penting bagi BULOG untuk menjamin petani agar mendapatkan harga jual di atas ongkos produksi.

Akibat tidak kunjung naiknya harga pembelian pemerintah, maka Bulog untuk mendapatkan gabah beras harus menggunakan skema komersial yang mengikuti harga pasar.

Inilah cara ampuh, untuk bersaing dengan para pembeli dari pihak swasta. Namun yang harus diingat, harga pembelian dari Bulog selalu dijadikan patokan bagi para pedagang untuk membeli beras petani.

Akibatnya, yang terjadi di lapangan adalah perang harga antar Bulog dan pembeli sehingga hal ini harus diwaspadai oleh pemerintah karena bisa menjadi salah satu faktor pemicu mahalnya harga beras di pasaran.

Pemerintah berencana menyesuaikan HPP menjelang panen raya musim rendeng atau pada Maret 2020 seperti yang dinyatakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud. Namun yang harus digarisbawahi adalah ketika kenaikan HPP sudah dilakukan dan Bulog sudah optimal dalam melakukan penyerapan gabah beras petani, maka mau diapakan beras hasil pembelian tersebut jika outlet penyalurannya tidak ada karena sudah tergantikan oleh BPNT.

Persoalan baru akan kembali muncul jika masalah klasik pertama belum terselesaikan. Hasil pembelian beras yang berjumlah jutaan ton dari petani tidak mungkin ditumpuk terus digudang, karena bisa menurun mutunya dan biaya perawatan tinggi.

Jika solusi yang ditawarkan pemerintah sekarang adalah menggelar operasi pasar atau yang lebih dikenal dengan Ketersediaan Pasokan Harga Pangan (KPSH) juga tidak mungkin, karena akan terbentur dengan persoaalan daya beli masyarakat yang rendah apalagi penduduk miskin.

Apalagi bisa kita lihat, bahwa serapan pasar terhadap program KPSH dari pemerintah sangat kecil dan tidak mencapai target yang telah ditentukan. Ini terbukti dengan semakin menumpuknya stok beras di gudang Bulog yang telah menimbulkan kerugian besar bagi Bulog karena bunga bank yang membengkak dan terus berjalan setiap harinya.

Selain itu, program KPSH yang dilakukan pemerintah saat ini begitu rancu dan menjadi tanda tanya besar di publik. Mereka merasa aneh karena dilaksanakan sepanjang tahun dan tidak pernah terjadi selama ini ketika program raskin/rastra masih ada.

Operasi pasar biasanya dilakukan ketika akhir tahun dan awal tahun disaat paceklik serta dihentikan pada saat musim panen sudah mulai. Jadi sangat kelihatan sekali ada rantai yang hilang "missing link" dalam system perberasan di tanah air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun